i have decided, my heart remains for u
***
"Ji, tunggu. Iya gue ngaku kalau salah."
Rajendra berusaha menggapai gadis dengan kuncir satu yang berjalan cepat meninggalkan dirinya. Laki-laki itu berkali-kali memanggil nama sang gadis, namun yang di panggil tak menyahut sama sekali.
"Ji, berhenti dulu. Jangan marah."
Gadis itu—Jingga menghentikan langkah terbarunya. Lalu menoleh pada Rajendra yang sedang bernafas lega karena ia mau berhenti.
Bukan karena mau memaafkan Rajendra ia berhenti.
"Lo tuh gak bisa berbuat seenaknya, Jen. Lo itu terlalu semena-mena." Amarah Jingga mencuat. Pikirnya Rajendra sudah dewasa untuk paham mengucapkan kata maaf itu perlu saat dirinya berbuat salah.
Rajendra mengelap wajahnya kasar mendapati Jingga yang mengomel padanya. "Ji, gue kan udah jelasin ke lo tadi. Iya gue salah udah pukulin Jeremy tadi. Gue cuma gak suka Jeremy natap lo—"
"Dia cuma natap gue, Jen. Pake segala berantem segala, sok jagoan lo?!"
"Tatapan Jeremy tuh beda! Mana tadi tangannya pegang-pegang lo, astaga." Rajendra mundur beberapa langkah. Ia tau kalau perlakuannya tadi membuat Jingga malu.
Hanya saja ia tak suka dengan Jeremy!
Jingga menghela nafasnya pelan. Ia telah menyadari suatu hal akan Rajendra. Mungkin memang benar, ia sedikit risih dengan Jeremy yang dari kemarin mendekatinya. Makanya Rajendra se emosional tadi saat Jeremy tak sengaja memeluk pinggangnya.
Tapi, hei! Jeremy benar-benar tak sengaja karena tadi mereka sedang memperagakan peran snow white dengan ayahnya.
"Lo berlebihan tau gak? Kalau Jeremy kenapa-napa gimana? Lo mau jadi kriminal di usia semuda ini?
"Iya maaf." Akhirnya, kata yang di tunggu-tunggu Jingga keluar juga dari mulut Rajendra. Susah sekali laki-laki itu untuk meminta maaf.
"Maafnya ke Jeremy sana. Kasihan dia lo pukuli."
Rajendra mengangguk pelan dengan kepala yang tertunduk. "Iya nanti gue minta maaf sama Jeremy. Tapi sekarang minta maaf sama lo dulu. Gue tau tadi kelakuan gue buat lo malu karena bikin latihannya gak maksimal. Niat gue cuma pure buat belain lo."
"Siapa yang bilang gue malu? Gue cuma gak suka lo itu pakai kekerasan, Jen. Bukan hanya untuk Jeremy, tapi untuk lo juga. Kalau lo luka gimana?"
"Iya iya. Gue minta maaf." Rajendra menundukkan kepalanya. Bukan Rajendra banget dengan kondisi kepala yang tertunduk pada lawan bicaranya. Laki-laki itu akan selalu congkak, mendongakkan kepala saat berbicara.
"Jen, sinian deh."
"Mau nampar gue ya?"
Dari nadanya saja sudah seperti anak kecil yang merengek pada ibunya. Kalau begini Jingga jadi merasa bersalah karena sempat memarahi Rajendra habis-habisan, bahkan sampai mengabaikan laki-laki itu.
"Enggak, gue mau ngomong sama lo."
Laki-laki itu dengan pelan mendekat ke arah Jingga. Menatap sepatu gadis itu sembari mengerucutkan bibirnya. Tak ada lagi Rajendra yang garang dan terkesan kasar. Kalau boleh, Jingga ingin sekali menjiwit pipi laki-laki itu sangking gemasnya.
"Dih, lucu lo begini, Jen?"
"Kata gue sih iya."
Narsis sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRAWBERRY AND CIGARETTE
Fiksi PenggemarKetika orang yang memiliki ambisi kuat bertemu dengan seseorang yang memiliki masa kelam dari masa lalunya. Saling membantu mewujudkan tujuan yang sama-sama mereka inginkan. Tak sengaja bertemu dengan keadaan yang saling menunjukkan bahwa mereka ha...