☆ twenty ☆

319 46 27
                                    

happy reading!
***

"Ji!"

Gadis yang sedang sibuk dengan tasnya itu berdecak pelan sembari menolehkan kepala. Tak berjarak jauh di depannya, terdapat Aya yang berlari kecil dan sepertinya sedang kesusahan dengan beberapa buku di tangannya.

"Ngapain lo masih di sini? Mau bolos kelas tambahan?" Dengan keadaan dada yang naik turun, Aya mencoba melayangkan pertanyaan untuknya. Jingga menatap sinis, sembari meraih sebagian buku dari tangan Aya.

"Siapa juga yang mau bolos, gue cuma mau ke kantin soalnya haus."

Aya menatap Jingga dengan tatapan yang memicing. "Alasan apa nggak sih? Minggu kemarin lo udah pura-pura ada acara keluarga sama sakit. Gimana mau ke kelas Einstein kalo lo begini tiap hari?"

Jingga sedikit gelagapan karena Aya selalu tau tabiatnya untuk membolos kelas tambahan yang menurutnya sangat memberatkan hidupnya itu. Tapi untuk hari ini, Jingga tak berniat sama sekali untuk membolos. Hanya saja, tenggorokannya terasa kering sehingga ia sangat ingin pergi ke kantin. Dari dulu Jingga tak mempermasalahkan kelas tambahan yang akan ia tempati, toh dimanapun dia berada tak dapat mempengaruhi semangatnya sama sekali. Dengan catatan, ia tidak masuk ke kelas paling bawah yakni Galileo Galilei. Jingga cukup bersyukur karena kini ia termasuk golongan murid yang mendiami kelas Isaac.

"Gue beneran mau beli minum dulu. Tenang aja, Einstein gak lama lagi jadi kelas gue." Jingga kembali berjalan, diikuti Aya dibelakangnya.

"Gue aminin juga deh, emang sulit banget tau masuk kelas Einstein. Gue yang udah belajar tiap hari aja masih stuck di kelas Graham." Ucapan Aya itu membuat Jingga mengangguk setuju. Mencapai kelas Einstein bukanlah suatu hal yang mudah apalagi yang mendiami kelas tersebut dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir di atas rata-rata.

Sembari terus berjalan ke arah kantin, Aya mengecek ponselnya berniat untuk mencari keberadaan salah satu sahabatnya itu. "Samudera kemana sih, mau bolos kelas tambahan?"

"Kaya gak tau Samudera aja, tuh lagi makan bakso anaknya." Tunjuk Jingga pada salah satu meja kantin membuat Aya hanya tersenyum sepat mengingat kebiasaan Samudera selalu saja makan, makan, dan makan.

Laki-laki itu terlihat menikmati satu mangkuk bakso berisi kuah yang berwarna kemerahan. Dengan potongan bakso yang terlihat enak itu, Samudera terus menurus melahapnya. Laki-laki yang terlalu fokus pada makanannya tak menyadari jika Jingga dan Aya duduk dengan tatapan memuja ke arah bakso yang terlihat nikmat tersebut.

"Pedes banget anjing!" Umpat Samudera secara tiba-tiba membuat Jingga hanya memutar bola matanya malas. Sedangkan Aya, gadis itu sudah meluncur berniat membeli minuman untuk nanti sebagai bekal di kelas tambahannya.

Samudera kembali mengumpat sembari menyeka rambutnya ke belakang. "Butuh kipas gak, Sam?"

Laki-laki itu tersedak karena terkejut dengan ucapan Jingga "Setan! Sejak kapan lo duduk di depan gue?"

"Makanya peka terhadap sekitar dong!" Sungut Jingga tak terima dengan kekesalan Samudera tersebut. Gadis itu mengeluarkan kipas kecil dari dalam tasnya kemudian memberikannya kepada Samudera.

"Thanks. Mau makan apa lo?"

Jingga tak menjawab, karena sekarang gadis itu terpaku pada sekumpulan manusia yang mulai memasuki area kantin. Atensinya teralihkan menatap pada lelaki bertubuh tinggi dengan baju seragam yang sudah dikeluarkan. Tak ada tebar pesona yang diperlihatkan, namun reaksi beberapa orang di kantin terlalu berlebihan. Jingga mengerucutkan bibirnya, melihat banyak sekali perempuan yang menatap tanpa segan ke arah pacarnya.

STRAWBERRY AND CIGARETTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang