"Remember when we first met?"
***
Rajendra mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedang. Dinginnya angin malam tak menyurutkan tekadnya untuk keluar dari rumah. Rajendra adalah tipikal orang yang tidak akan mengubah keputusannya. Kecuali dalam keadaan yang mendesak. Tapi sebisa mungkin ia akan mengikuti keputusannya itu walau tau apa akibatnya.
Laki-laki itu sudah bertekad untuk tidak kembali ke rumah sebelum orang tuanya itu pergi. Maka ia memutuskan untuk menginap di hotel saja malam ini. Lumayan juga uang tabungannya bisa untuk menginap di hotel bintang lima selama beberapa hari.
Sebelum mencari hotel yang akan ia datangi, laki-laki itu ingat jika tidak membawa benda yang memang harus ada saat ia sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja seperti ini. Lantas, motor Harley itu berbelok ke sebuah minimarket.
Kemudian kaki jenjang Rajendra berjalan pelan masuk ke dalam minimarket dan saat itu juga sang penjaga kasir menyapanya dengan ramah. Rajendra hanya tersenyum sembari mengamati rak yang berada di belakang kasir tersebut.
Tangannya tergerak mengambil satu bungkus permen mentos yang tersuguh di depan sang kasir. Lalu matanya kembali melirik kasir itu dan tangannya bergerak menyodorkan permen yang telah ia ambil. "Tambah rokok LA Bold satu."
Sang kasir mengangguk mengambilkan apa yang dibeli Rajendra. Laki-laki itu hanya diam menunggu sang kasir menyelesaikan ketikan pada komputer.
"Ada tambahan kak?"
"Enggak."
"Baik, totalnya 30.000 ya kak. Mau pakai kantung apa tidak?" Rajendra hanya menggelengkan kepala sembari menyerahkan kartu debitnya.
Setelah menyelesaikan pembayaran itu, Rajendra keluar dari minimarket tersebut dan memutuskan untuk duduk terlebih dahulu di salah kursi yang ada di depan minimarket. Baru kali ini ia menyendiri seperti orang yang paling mengenaskan. Tapi tidak apa-apa, daripada ia harus pulang ke rumahnya lebih baik ia sendirian di sini.
Saat bermain ponselnya, Rajendra mendapat pesan dari Chandra bahwa laki-laki itu ingin mengajaknya untuk melihat balapan. Satu senyuman terukir di bibir tipis Rajendra. Ia bersyukur sekali memiliki teman yang selalu ada ketika lara itu datang padanya. Dengan melihat balapan saja, seluruh perasaan yang tidak mengenakkan dihatinya bisa menguar begitu saja.
Laki-laki itu terus berbalas pesan dengan Chandra sampai kursi yang ada di sebelahnya bergerak. Tentu hal tersebut membuat Rajendra kaget bersamaan dengan bingung melihat objek yang ada di depannya. Ternyata ada seorang gadis berpakaian rumahan yang tengah tersenyum padanya.
"Hei, bisa tolong hidupin rokok gue gak? Gue mau ngerokok tapi lupa beli koreknya."
Demi rumus matematika yang sudah ia hafal di luar kepala, perkataan gadis itu berhasil membuat Rajendra terkejut. Penampilannya mencerminkan anak mama, tapi kenapa benda itu yang ia bawa? Rajendra paham karena setiap orang memang tidak dilarang untuk menggunakan benda itu.
Tapi kali ini ia merasa, ini tidak benar.
"Maaf? Gue mau pinjam koreknya, sebentar aja."
Rajendra hanya menatap gadis itu lamat-lamat. Rajendra menangkap sesuatu dari matanya, gadis itu pasti hanya penasaran dengan benda yang ia sebut sebagai "sahabat" tersebut.
"Are you okay?" Entahlah, tapi tiba-tiba pertanyaan yang harusnya tak ditanyakan di saat seperti ini terucap dari bibirnya. Rajendra langsung diam, begitupula dengan gadis yang kini ada di depannya.
Jelas sekali jika gadis yang kini menatapnya bingung itu merasa tidak nyaman dengan pertanyaannya. Rajendra rasa, ia perlu segera pergi dari tempat ini. Ia malu karena merasa lancang pada gadis yang bahkan ia tidak tau namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRAWBERRY AND CIGARETTE
Fiksi PenggemarKetika orang yang memiliki ambisi kuat bertemu dengan seseorang yang memiliki masa kelam dari masa lalunya. Saling membantu mewujudkan tujuan yang sama-sama mereka inginkan. Tak sengaja bertemu dengan keadaan yang saling menunjukkan bahwa mereka ha...