☆ twenty one ☆

215 48 6
                                    

Rajendra terdiam, begitupula dengan saudara kandungnya yang kini hanya bisa menghela nafas panjang mendengar suara obrolan dari arah ruang tamu. Keduanya kini duduk di meja makan dengan hidangan menu andalan keluarga sembari menunggu kedatangan dua orang yang paling mereka hindari untuk saat ini.

Varrez mengepalkan tangannya, ia merasa tak nyaman menatap situasi rumah yang begitu dingin tanpa ada perasaan menyenangkan menyelimutinya. Laki-laki itu menatap pelan ke arah Semesta yang baru saja turun dari kamarnya.

"Have they arrived?"

Pertanyaan itu tak digubris sama sekali oleh dua saudara yang sedari tadi merapatkan mulutnya. Semesta menghela nafas juga dengan mata yang terpejam, situasi saat ini bukanlah situasi yang ia harapkan.

Suara langkah kaki saling bersahutan, membuat ketiga saudara yang terdiam itu menoleh dengan tatapan yang berbeda-beda. Terlihat Reynald dengan gagahnya berjalan bersama sang istri yang ada di sampingnya. Mereka berdua tak menunjukkan raut bahagia membuat Rajendra hanya bisa membuang pandangannya.

Laki-laki yang berusia 40 tahunan itu menggulung lengan sweater berwarna abunya, kemudian mendudukkan diri di depan ketiga saudara tersebut. Di susul oleh Lidya yang sibuk menata tas mahalnya di atas meja dan mengambil tempat tepat di sebelah Varrez. Semesta diam, lalu tersenyum tipis melihat bagaimana pamannya itu memandangi satu persatu anaknya dengan tatapan yang agaknya tersirat kerinduan.

"How's your life, sons?" Pertanyaan itu keluar pertama kali dari mulut Reynald. Rajendra mengangguk tipis tak bersuara sedangkan Varrez benar-benar tak bereaksi. Pertemuan terakhir mereka memang tak begitu menyenangkan baginya.

"Mom have something for you guys, sudah mama berikan lewat para maid ya? Semoga kalian suka dengan oleh-olehnya." Begitupun dengan Lidya, kedua anak laki-lakinya tak ada yang menjawab sama sekali.

Semesta melirik sekilas lalu memberikan senyuman manisnya. "Oh my God, uncle aunty welcome back to this house. Semesta kangen banget sama kalian!"

Reynald dan Lidya menatap dengan senyuman lebar. Mereka bertiga akhirnya berbincang, sedangkan Rajendra dan Varrez hanya diam memandangi piring yang ada di depan masing-masing. Sepertinya kedua kakak beradik itu sedang perang batin dengan dirinya sendiri. Terutama Varrez, tangannya tak berhenti mengepal, badannya terasa panas dingin tidak nyaman berada di sini. Marahnya terhadap sang papa masih melekat terus dalam dirinya.

"Kakak, bagaimana sekolahnya? Semuanya baik-baik aja nak?" Lidya mengusap pundak putra sulungnya itu dengan pelan.

"Saya sudah kenyang." Tanpa menjawab pertanyaan sang mama, Varrez berdiri dari duduknya mengabaikan tatapan bingung orang-orang yang ada di meja makan.

"Kakak." Panggil sang papa sekali lagi menghentikan Varrez yang ingin pergi. "Papa sama mama baru sampai. Kenapa keluar terus kerjaan kamu, mau jadi berandalan?"

Varrez menoleh pelan namun tatapannya tajam, "Kalau memang saya berandalan kenapa? Anda tidak suka?"

Semesta sedikit terkejut dengan balasan tak mengenakkan dari Varrez. Selama ini ia pikir keluarga Varrez akan membaik seiring berjalannya waktu setelah cukup lama melewati masa kelam yang menimpa mereka. Nyatanya malah semakin buruk, dibuktikan dengan gaya berbicara Varrez yang menunjukkan ada jarak yang jauh di antara mereka semua dan juga tidak akurnya kedua saudara kandung tersebut.

"Kamu mau merusak nama keluarga?"

"Papa gak pernah percaya sama saya."

"Papa itu gak percaya sama kalian berdua karena kalian nakal, bisanya cuma buat reputasi keluarga kita jelek. Selama ini kalian pikir papa gak tahu sama semua hal yang kalian lakukan? Papa knows everything. Berandalan, tukang berantem, sok jagoan di jalanan, balapan gak jelas, party gak guna di club, main cewek. Kalian pikir papa gak tau apa-apa?"

STRAWBERRY AND CIGARETTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang