11th : Wonder

313 41 27
                                    

Suara tawa dua orang yang baru masuk ke kamar asrama membuat Junghwan dan sang ayah menoleh ke arah pintu, dimana Junkyu dan Rose baru saja masuk dengan kantung belanja memenuhi tangan kanan dan kiri kedua orang itu.

"Kalian terlihat membahas hal yang seru. Apa ada kejadian lucu yang terjadi di supermarket sampai membuat kalian berdua tertawa seperti itu?" tanya Jungkook karna penasaran dengan penyebab tawa sang istri dan Junkyu itu.

"You're right. Tadi ada kejadian yang lucu juga sedikit memalukan disana. Tapi aku tidak akan menceritakan kejadian lucu itu, benar kan Junkyu, kita cukup menyimpannya untuk diri kita sendiri saja. Tidak usah cerita pada dua pria kaku itu"

Junkyu terkekeh geli mendengar ucapan ibu Junghwan itu. Tapi melihat wajah datar dengan ekspresi masam Junghwan dan ayahnya, ia jadi ingin menuruti ucapan Rose.

"Benar. Tadi itu sangat-sangat lucu sampai aku tidak bisa berhenti tertawa sepanjang jalan. Tapi aku juga tidak mau berbagi hal lucu ini pada Junghwan dan om Jungkook"

Mendengar itu, Junghwan dan sang ayah kompak mendengus. Tapi tak juga mengubah ekspresi kaku mereka. Sepasang ayah dan anak itu lalu kembali melanjutkan obrolan mengenai motor Haruto setelah Rose dan Junkyu berlalu ke dapur.

Sepanjang pembahasan mereka, tak jarang Junghwan dan ayahnya mendengar tawa bersahutan antara Junkyu dan Rose. Kedua orang itu terus mengobrol dengan seru meski suara bahan masakan yang sedang dipotong atau dimasak juga terdengar.

Junghwan juga bisa mendengar suara Junkyu yang kini memanggil ibunya dengan panggilan mommy. Jujur saja itu membuat hatinya menghangat, tapi juga merasakan sesak.

"Dad, apa yang harus kulakukan?"

Jungkook yang mendengar suara lirih sang anak yang bertanya padanya itu langsung menepuk bahunya.

"Daddy hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu Junghwan. Daddy yakin semua ini bisa kamu lalui dengan baik. Daddy dan mommy akan selalu ada di belakangmu nak"

Junghwan diam. Namun tak lama air mata yang sejak tadi mati-matian ia tahan mulai turun membasahi pipinya.

"Rasanya sesak sekali Dad. Junghwan pikir Junghwan sudah cukup kuat untuk melupakan trauma Junghwan. Tapi rasa sakit itu muncul lagi, rasa bersalah itu muncul lagi, Junghwan gagal Dad, Junghwan gagal. Semua usaha yang daddy dan mommy lakukan untuk Junghwan tidak bisa Junghwan jaga. Maaf, tapi rasanya sakit sekali Dad"

Pemuda berparas tampan yang kini wajahnya basah oleh air mata itu menunduk. Memilih menatap kaki kanannya yang terbalut gips.

"Rasanya Junghwan tidak sanggup melihatnya Dad, tapi Junghwan juga tidak bisa berbohong, rasanya sangat nyaman ada di dekatnya. Junghwan ingin sekali egois dan melupakan semuanya. Tapi fakta yang selama ini Junghwan cari sudah Junghwan dengar dan ketahui. Tidak mungkin Junghwan menghilangkan fakta itu begitu saja kan Dad? Junghwan harus apa?"

Jungkook masih diam membiarkan putranya mengatakan semua yang dia rasakan. Sebagai seorang ayah, ia hanya bisa menjadi pendengar untuk saat ini. Karna ikut campur pun rasanya akan percuma. Masalah yang dihadapi sang putra terlalu rumit, dan sulit diselesaikan begitu saja.

"Ju? Nangis?"

Suara Junkyu membuat Junghwan segera menghapus jejak-jejak air mata nya. Pemuda itu berlagak seolah ia tidak melakukan apapun.

"Aku? Tidak. Mataku pedih tadi, jadi tidak sadar kalau berair"

Kedua netra Junkyu memicing, "Tidak mungkin. Kamu berbohong ya?--

Pandangan Junkyu lalu beralih pada Jungkook yang duduk di samping Junghwan, -- Dad, Junghwan benar menangis kan?"

"Tidak nak--

Rückkehrunruhe | HwankyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang