11. Patience

2.3K 317 41
                                    

"Kau mulai ke kantor lagi?" Tanya sang mama begitu melihat pagi ini Jeno sudah rapih dengan setelan kerjanya.

"Bukankah masih ada waktu, dari masa cuti yang kau ambil?" Lanjut wanita itu sambil menyiapkan sarapan.

"Aku akan kembali bekerja mulai hari ini." Jeno tak mungkin terus diam di rumah, dengan pikirannya yang selalu tertuju pada Renjun.

Jeno akan lebih memilih menghabiskan waktunya dengan pekerjaannya, dari pada larut dalam perasaan kehilangannya. Ia tak mau terlihat begitu menyedihkan karena patah hati.

Mengenai kekhawatirannya melihat Renjun terakhir kali, yang terlihat begitu bersedih. Jeno coba abaikan itu, toh Renjun masih memiliki Jaemin di sampingnya. Pastilah Renjun akan lebih mudah melupakannya.

Ia juga sudah berniat untuk menghindari segala hal yang berhubungan dengan Renjun, agar ia tak terus menerus teringat pada submisif menawan itu. Ia juga akan berusaha menolak dan menutup seluruh informasi tentang Renjun yang biasanya rajin ia dapat.

"Tapi saat ini kau sedang denganku, Na Jaemin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Tapi saat ini kau sedang denganku, Na Jaemin. Bukan Lee Jeno."

"Jaemin—"

"Tidak apa."

Kemudian Renjun hanya menatap wajah Jaemin, hatinya penuh akan perasaan bersalah pada Jaemin. Saat ia menonton dengan Jaemin, ia malah mengucap nama Jeno lagi. Membuat lirihan kecewa dari Jaemin menyadarkannya bahwa ia terlalu banyak menyebut nama Jeno saat bersama Jaemin.

Tapi itu juga di luar kendalinya sendiri, Renjun tanpa sadar menyerukan nama Jeno saat melihat atau mengalami hal yang mengingatkannya akan Jeno. Inginnya juga ia bisa lupa akan Jeno, mengingat dominan itu bukan miliknya lagi. Tapi hatinya tak bisa dibohongi, ia masih begitu berat setelah ditinggal Jeno.

Bukan berarti ia tak mencintai Jaemin, ia mencintai Jeno dan Jaemin sama besarnya. Dan sejarang ia kehilangan satu diantara keduanya, Renjun tak bisa langsung bersikap biasa saja disaat dirinya begitu kehilangan. Karena selama ini ia terbiasa akan dua orang itu di hidupnya.

"Maaf." Renjun mengeratkan pelukannya pada Jaemin.

"Mau makan apa setelah ini? Aku akan membuatkannya untukmu." Jaemin tak ingin memperpanjang pembicaraan soal hal yang barusan membuatnya tersinggung.

"Selesaikan dulu filmnya, nanti aku pikirkan." Renjun pun coba mengulas senyum lebar, agar tak terus menerus membuat Jaemin kecewa.

"Mau buat kue strawberry saja?" Tanya Renjun usil pada Jaemin yang tengah menonton filmnya.

Mendengar hal itu Jaemin langsung mengernyit geli. "Kau menginginkan itu?" Jaemin bertanya balik.

Renjun terkekeh pelan. "Kau mau membuatkannya untukku?"

"Tidak juga."

"Makan malamnya enak sekali, terimakasih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Makan malamnya enak sekali, terimakasih." Renjun mengecup pipi Jaemin begitu keduanya menyelesaikan makan malam mereka. Keduanya masih duduk di kursi makan mereka, setelah membereskan meja makan tadi.

"Sama-sama, sweetie." Jaemin balas mengecup kecil ujung hidung Renjun.

Suasana hatinya sedikit membaik setelah tadi menghabiskan film yang mereka tonton dengan candaan kecil, juga mereka memasak bersama untuk makan malam keduanya. Jaemin merasa Renjun benar-benar miliknya saja.

"Besok aku akan mengunjungi gallery." Ujar Renjun.

"Jam berapa? Aku temani." Jaemin menatap wajah rupawan Renjun.

"Bukankah besok kau juga akan pulang ke rumah? Bagaimana kalau kita berangkat masing-masing, dan bertemu sore hari untuk kencan?" Cengir Renjun di akhir kalimatnya.

Jaemin tersenyum melihat bagaimana sumringahnya wajah cantik itu. "Boleh."

Kemudian tangan Jaemin menarik wajah Renjun agar mendekat padanya, bibirnya mengecup pelan bibir Renjun. Tadinya itu hanya kecupan biasa, ketika ia merasakan Renjun menarik lengannya agar tetap dalam posisi itu.

Maka Jaemin pun dengan senang hati melanjutkan hal itu, ia memperdalam ciumannya pada Renjun. Menarik tubuh Renjun ke atas pangkuannya, menikmati bagaimana gairahnya perlahan naik hanya karena melakukan ciuman dengan Renjun.

Renjun menyadari saat Jaemin mulai mengangkat tubuhnya, ia tau kalau Jaemin akan mengajaknya melakukan hal itu di kamar. "Disini.." Bisik Renjun setelah melepas ciuman panasnya dari Jaemin, ia melirik meja makan.

"Tubuhmu akan kesakitan." Kata Jaemin, ia lebih suka menempatkan Renjun di ranjangnya yang empuk dari pada melakukannya diselain tempat itu.

"Tidak akan." Renjun kukuh dengan kemauannya, ia bahkan mulai menciumi leher Jaemin mencoba menggoda Jaemin lagi.

Jaemin yang mulai kelimpungan menerima kecupan basah dari Renjun, akhirnya hanya bisa pasrah dan kembali duduk di kursinya. Menikmati bagaimana tangan Renjun kini mulai melucuti pakaian Jaemin. Sementara tangan Jaemin pun menyelinap masuk pada pakaian Renjun.

Kulit halus Renjun selalu Jaemin sukai, ia bahkan selalu berlama-lama mengelus perlahan setiap inci tubuh Renjun. Menjadikan desahan tertahan milik Renjun selalu terdengar.

Tiba-tiba saja pikiran itu datang pada Jaemin. "Renjun, kalau aku melakukannya denganmu. Apa nama Jeno juga yang akan kau sebut?"

Mata Renjun terbuka seketika, gairahnya seolah hilang begitu mendengar pertanyaan Jaemin barusan. Apa kesalahannya pada Jaemin begitu fatal? Apa kekecewaan dominan itu sudah begitu besar padanya? Hingga menudingnya akan mendesahkan nama Jeno disaat ia bersetubuh dengan Jaemin.

Meskipun ia merindukan Jeno, tapi sangat mustahil ia menyebutkan nama Jeno dalam percintaannya dengan Jaemin. Tubuhnya kenal betul sentuhan setiap tangan yang menjamahnya, Jeno dan Jaemin itu berbeda. Cara keduanya menyentuh dan memuaskannya berbeda. Perlakuan keduanya pada Renjun sama-sama lembut, tapi tetap saja ada perbedaan dari setiap sentuhan yang ia terima.

Malam ini, barusan, Renjun sangat sadar bahwa yang bersamanya itu adalah Jaemin. Yang menyentuh dan menciumnya adalah Jaemin, yang membuat ia mendesah hanya lewat usapan tangan pada kulitnya adalah Jaemin. Ia tak mungkin mendesahkan nama Jeno walaupun barusan ia mencapai puncaknya sekalipun.

Karena ia tau kalau yang bersamanya saat ini adalah Jaemin.

"Jaemin, kau berpikir aku sedang membayangkan Jeno sementara aku di atas pangkuanmu?" Tanya Renjun dengan mata yang menatap Jaemin.

"Aku hanya tak mau saat kau terlihat menikmati sentuhanku, sementara nama yang akan kau jeritkan nanti adalah Jeno." Ujar Jaemin.

Renjun menatap Jaemin nyalang.

"Kalau memang kau membayangkan Jeno, lebih baik jangan menyebut nama siapapun saat aku menyetubuhimu. Jangan membuat aku terluka dengan mendengar nama orang lain saat kau sedang dalam kendaliku, Renjun." Lanjut Jaemin.

Mendengar itu, Renjun hanya bisa mengiyakan tanpa protes. Ia pun mengikuti mau Jaemin, tak mau membuat Jaemin kecewa lagi padanya.

Tanpa Jaemin sadari, bahwa mungkin ini akan jadi doktrin lain terhadap Renjun.

at the end ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang