Pagi harinya Renjun bangun lebih telat dari Jaemin, ia sudah bersiap begitu keluar dari kamar. Dan saat keluar kamar, ia langsung disambut ucapan selamat pagi dari Jaemin dan ajakan sarapan."Kau berangkat sepagi ini?" Tanya Jaemin sambil membimbing Renjun menuju meja makan. Sebelumnya ia mengecup lembut bibir kemerahan milik Renjun.
Saat langkah keduanya sampai di ruang makan, Renjun sempat menahan napas begitu mengingat kejadian semalam. Entah kenapa hatinya mencelos mengingat itu. Jaemin memang tak bermain kasar padanya, bahkan tak pernah bermain kasar. Renjun juga mencapai puncaknya beberapa kali, tapi semenjak ia mendengar ucapan Jaemin, tuduhan dominan itu jika Renjun bisa saja mengucap nama Jeno saat Renjun tengah menikmati sentuhan Jaemin. Rasanya semua kenikmatan yang Renjun rasa, terasa tak benar.
Seolah banyak hal yang bercokol dalam hatinya, membuat kejadian semalam tak sepenuhnya Renjun sukai dalam ingatannya.
Tapi Renjun pun sadar, bahwa ucapan Jaemin semalam juga karena diri Renjun sendiri. Jaemin terlanjur kecewa padanya, karena banyak mengungkit nama Jeno bahkan setelah hubungan mereka hanyalah antara berdua saja. Maka Renjun paham kenapa Jaemin bersikap seperti itu, ia akan coba tak mempermasalahkan apa yang Jaemin lakukan padanya. Karena ini berawal dari dirinya juga.
"Sebelum ke gallery, aku harus pergi ke suatu tempat dulu." Renjun tersenyum pada Jaemin, sekarang ia akan coba menahan segala keinginan hatinya agar tak mengungkit segala hal tentang Jeno. Ia akan banyak memperbaiki hubungannya dengan Jaemin, ia ingin mengganti kekecewaan Jaemin terhadapnya dengan hal yang biasanya Jaemin sukai.
"Kemana?" Tanya Jaemin penasaran.
Renjun hanya tersenyum manis, mengisyaratkan bahwa ia tak akan memberitau Jaemin terlebih dahulu.
"Jaemin, kenapa belum bersiap?" Renjun coba mengalihkan pembicaraan.
"Nanti saja, aku akan bersiap setelah kita selesai sarapan." Jawab Jaemin setelah menyeruput kopinya.
"Sekarang saja, ada yang ingin aku lihat dari tampilanmu hari ini. Aku tak akan memulai sarapan sebelum kau bersiap." Ujar Renjun, ia memaksa Jaemin dengan cara halus agar mau berpakaian dari sekarang.
Jaemin mengerutkan dahinya mendengar itu, namun tetap bangkit dari duduknya. "Eh? Baiklah."
Renjun terkekeh pelan.
Mengikuti apa yang Renjun perintahkan, Jaemin segera bersiap seperti kata Renjun. Ia cukup senang mendapati Renjun terlihat lebih banyak tersenyum sejak pagi, karena semenjak tak ada Jeno. Renjun lebih sering terlihat muram. Apa ini berarti Renjun mulai melupakan Jeno?!
"Jaemin, kau akan mengenakan sepatu yang mana?" Tanya Renjun setelah melihat tampilan Jaemin hari ini.
"Yang coklat." Jawab Jaemin sambil duduk di kursinya lagi, ia cukup heran karena Renjun begitu memperhatikan tampilannya dan ingin tau.
"Ah, iya." Renjun mengangguk-angguk, kemudian matanya melihat vas bunga di dekat ruang tamu tak ada.
"Jaemin, aku tak melihat bunga daisy yang biasanya ada disana." Ujar submisif itu.
Jaemin menoleh ke tempat yang Renjun tunjuk, kemudian. "Aku membuangnya."
"Oh? Apa sudah layu dan jelek? Kalau begitu nanti aku akan membeli yang baru." Kata Renjun.
Jaemin menatap Renjun yang tengah menikmati sarapannya, perasaan Jaemin yang tadinya cukup baik. Kini berubah dalam hitungan detik, perasaan kesal itu kembali muncul mendengar Renjun menanyakan bunga daisy. Yang ia tau bahwa bunga daisy yang selalu terpajang di apartemen mereka adalah hasil pemberian Jeno.
Mendengar Renjun menanyakan mengenai lenyapnya bunga itu disini, menunjukkan bahwa Renjun belum melupakan Jeno seperti apa yang ia kira sebelumnya. Apalagi Renjun hendak membeli lagi bunga tersebut, bukankah itu menunjukkan kalau Renjun akan tetap mengingat Jeno selama ada barang yang berhubungan dengan Jeno di sekitarnya.
"Tidak. Aku membuangnya karena itu dari Jeno. Renjun, apa kau hendak membeli bunga itu lagi untuk menunjukkan kau masih akan tetap menyukai hal yang sering Jeno beri?" Tanya Jaemin.
Renjun mengerjap mendengar itu, bukan itu maksud ia menginginkan bunga daisy tetap ada disini. Ia menginginkannya, karena memang ia menyukai itu. Bukan karena ia sering mendapatkannya dari Jeno.
"Tapi aku memang menyukai bunga itu, Jaemin."
Renjun telah mengirim pesan pada Jaemin, untuk menepati ucapan mereka kalau sore ini mereka akan pergi kencan.
Mengenai kejadian pagi tadi, acara sarapan mereka berakhir dengan suasana kaku dan tak enak. Renjun telah banyak mengatakan kata maaf, dan Jaemin pun hanya tersenyum tipis sebagai jawaban. Renjun paham, kalau Jaemin belum memaafkannya. Pastilah Jaemin masih menyimpan kekekasalan terhadap segala sifatnya akhir-akhir ini.
Maka sekarang ia yang segera menghubungi Jaemin cepat-cepat, takut dikira ia melupakan janjinya dengan Jaemin. Ia tak mau menambah rasa kekesalan Jaemin terhadapnya.
"Jaemin!" Seru Renjun senang begitu melihat mobil Jaemin mendekat padanya yang berdiri di depan gallery.
Renjun tak melepas senyum cantiknya semenjak duduk dengan Jaemin, ia berharap apa yang membuatnya kesal pada Jaemin pagi tadi bisa ia tebus dengan menghabiskan waktu ini dengan Jaemin. Ia harap kencannya dengan Jaemin kali ini akan kembali menyenangkan seperti yang sudah lalu-lalu.
"Kita jalan-jalan sebentar di taman yang ada disana, boleh? Sebelum kita pergi makan." Kata Renjun menunjuk sebuah taman yang sepertinya akan bagus dipakai untuk menikmati suasana sore hari begini.
Jaemin mengiyakan, dan menuruti mau Renjun. Namun Renjun merasakan kejanggalan itu. Jaemin lebih diam, dan terkesan terpaksa saat sekarang pergi dengannya. Bahkan Renjun belum mendapati Jaemin yang menatapnya lama, dari tadi dominan itu hanya menatapnya sekilas dengan senyum tipis dan jawaban singkat.
"Harusnya tadi kita beli sedikit cemilan, kita bisa menikmatinya sambil duduk disana." Renjun memeluk lengan Jaemin selama mereka berjalan-jalan di taman yang Renjun maksud tadi.
"Dan kau akan kekenyangan saat waktu makan malam tiba." Jawab Jaemin dengan tanpa menoleh pada Renjun.
Renjun tertawa kecil mengingat ia sering mendapat omelan Jaemin jika melewatkan makan malam karena sebelumnya malah menghabiskan cemilan dulu. Namun tawanya perlahan hilang, begitu menyadari Jaemin tak menunjukkan ekspresi senang sama sekali.
Bahkan bibir Jaemin hanya membentuk garis lurus, tak ada lengkungan senyuman bahkan di sudutnya sedikitpun. Renjun pun sempat kehilangan senyumnya melihat itu, namun coba ia ulas lagi. Matanya memperhatikan langkahnya dan Jaemin, sepatu mereka bahkan berwarna sama. Tapi Jaemin tak menyadari itu.
"Jaemin, lihat sepatu kita sama." Ujar Renjun dengan senyum lebarnya, namun reaksi Jaemin tetap tak seperti ekspektasinya.
Biasanya Jaemin adalah yang paling antusias jika mengetahui mereka mengenakan barang yang sama atau dengan warna senada. Tapi kali ini, Jaemin bahkan tak menyadari itu. Atau mungkin memang sudah tak memperdulikan hal itu.
"Benar." Jaemin yang menjawab singkat seperti ini begitu asing bagi Renjun.
Senyum Renjun yang dari tadi coba ia pertahankan kini benar-benar lenyap, ia sedih menyadari kalau Jaemin mulai mengabaikannya dan tak memperdulikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
at the end ✔
FanfictionNORENMIN JENO - RENJUN - JAEMIN [noren-jaemren] SEQUEL 'a lot like love' ⚠️⚠️⚠️ bxb mature