28. Feel foreign

2.4K 303 19
                                    

Jaemin mengingat bagaimana tatapan Renjun padanya saat ia mengucapkan tentang submisif itu yang sedari dulu hanya menginginkan Jeno. Mata bulat itu seolah mengatakan kesedihan. Bukankah Jaemin mengatakan yang sesungguhnya? Bahkan saat kemarin di Jerman, dalam pelariannya. Jaemin tiba-tiba mendapat pemikiran bahwa selama ini Renjun hanya mau menjadi kekasihnya karena sebagai bentuk terimakasih karena menolongnya saat kecelakaan.

Banyak pikiran yang mampir di kepala Jaemin tentang alasan sebenarnya Renjun bersamanya selama ini, sementara Renjun sendiri hanya menginginkan Jeno saja dalam hidupnya. Jaemin sudah sakit hati akan pikiran yang ia buat sendiri, bahwa cintanya selama ini tak dibalas sama besarnya.

"Jadi sebenarnya apa yang terjadi pada Renjun kemarin kak?" Jaemin belum tau detail alasan submisif itu masuk rumah sakit. Ia juga tak mungkin menanyakan langsung pada Renjun, karena tempo hari saja ia malah bertemu Jeno yang selalu menatapnya sinis.

"Ia menenggelamkan dirinya sendiri untuk mengurangi ketakutannya akan suara keras, yang aku tau Renjun sudah dua kali melakukan itu. Untungnya selalu tertolong."

"Bukankah ada Jeno kemarin? Ia tak membantunya?" Apalagi saat hanya menjalani hubungan dengannya berdua saja, Renjun pun hanya mengucap nama Jeno dalam ketakutannya. Menurut Jaemin, harusnya Renjun baik-baik saja setelah adanya Jeno.

Namun pikirannya terpatahkan begitu dokter Park berujar.

"Jeno bahkan baru tau tentang ini, setelah hubungan kalian bertiga tak sama lagi. Ia baru bertemu Renjun baru-baru ini."

"Mereka tak bersama?" Jaemin pikir keduanya kembali bersama, tanpanya.

"Bukankah barusan aku mengatakan kalau hubungan kalian tak lagi sama? Berarti tak ada— harusnya kau yg lebih tau." Dokter Park mengerutkan dahinya tak mengerti akan pertanyaan Jaemin, ternyata hubungan mereka bertiga benar-benar sekacau itu hingga tak saling tau kabar satu sama lain.

Sekarang Jaemin pun inginnya lebih tau lagi soal kelanjutan hubungan Jeno dan Renjun, tentang keadaan Renjun, tentang keadaan semuanya begitu ia pergi kemarin. "Aku pikir Renjun kembali pada Jeno setelah aku pergi."

Lirihan Jaemin itu cukup dapat didengar dokter Park, dokter itu menaikan sebelah halisnya. "Dan Jeno mengatakan ia melepas Renjun untukmu? Aku benar-benar tak mengerti hubungan kalian."

Tak lama setelah itu, dokter Park pamit pergi karena ini masih jam kerjanya. Dan Jaemin pun tak ingin lebih lama duduk sendirian disana, ia segera bangkit dan berjalan keluar dari area cafetaria rumah sakit menuju parkiran.

Saat matanya melihat Zia yang berjalan tak jauh di depannya. "Kak." Panggil Jaemin.

Zia menoleh ke arah belakang. "Jaemin, kau sakit?" Tanya Zia, sambil melirik dari mana barusan Jaemin keluar.

"Tidak, aku baik." Jawab Jaemin sambil tersenyum. "Kak, kau mau kemana? Biar aku antar."

"Aku hendak pergi mengambil bunga pada Yuqi lalu pulang." Zia rasanya sudah bisa membaca alasan Jaemin menawarkan tumpangan padanya, itu tak akan jauh dari hal yang berhubungan dengan adik ipar Zia, Renjun.

Zia pun menerima tawaran itu, ia juga memiliki sedikitnya perasaan mengganjal dan beberapa kata yang harus ia sampaikan juga pada Jaemin.

Beberapa menit awal keduanya duduk di mobil Jaemin hanya diliputi keheningan, hingga Zia pun mulai bersuara. "Tanyakan Jaemin, aku tau kau ingin bertanya."

"Apa Renjun baik-baik saja? Kemarin aku melihatnya sudah berangkat ke galery sementara sebelumnya aku tau ia masuk rumah sakit."

Mendengar perkataan Jaemin, Zia mendengus geli. Jaemin melirik Zia yang kini tersenyum.

at the end ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang