26. Peculiar

2.4K 333 33
                                    


Jeno turun, dan melihat Renjun sudah duduk di kursi makan. Submisif itu segera menyuruh Jeno cepat-cepat sarapan.

"Jeno, kau tak kerja?" Renjun menatap Jeno yang masih mengenakan pakaian santai. Biasanya di jam segini, Jeno akan turun untuk sarapan dengan pakaian rapihnya hendak berangkat kerja.

"Tidak, hari ini aku berencana tinggal disini denganmu." Jeno mengingat jelas pesan dokter Park padanya, ditambah semalam ia juga sulit tidur karena terus memikirkan Renjun yang sendirian di kamarnya. Ia takut anak itu menggunakan waktu malam untuk menyakiti dirinya sendiri lagi.

Renjun mengerutkan dahinya. "Kenapa?" Dan di detik berikutnya, Renjun bisa menebak apa alasan Jeno tak mau meninggalkannya sendirian itu apa.

"Berangkat saja, Jeno. Lagi pula aku akan ke gallery juga, disana banyak orang." Ujar Renjun pelan, ia merasakan sedih juga senang dalam satu waktu. Entah karena apa juga, Renjun tak tau. Ia hanya merasakan nyeri di dadanya bersamaan dengan gejolak menyenangkan menyadari Jeno masih sepeduli itu padanya. Hingga mengkhawatirkannya sama seperti dulu.

"Sampai jam berapa kau akan disana?" Tanya Jeno.

"Sore, sepertinya. Karena hari ini ada rapat juga soal beberapa barang yang harus diganti." Jawab Renjun.

Jeno mengangguk, kemudian. "Aku akan berangkat, dan nanti begitu kau hendak pulang hubungi aku. Aku akan menjemputmu." Katanya.

Renjun pun mengiyakan saja, tanpa mengatakan bahwa ia tak memiliki nomor Jeno.

"Kau mengganti nomormu. Tapi tak apa, aku sudah menyimpan kontakku disana kemarin." Ujar Jeno, saat kemarin ia sempat melihat ponsel Renjun yang tergeletak begitu saja ia dengan cepat memastikan bahwa memang ucapan submisif itu benar soal tetap dengan nomor lama. Ternyata memang Renjun berbohong, kenapa anak itu sebegitu tak maunya Renjun kembali dekat dengannya seperti dulu?!

Bukan Jeno tak sadar, bahwa kedekatannya dengan Renjun sekarang terasa berbeda. Anak itu menempatkan garis tak kasat mata antara mereka, jarak itu tetap tercipta walau keduanya sering bertemu setiap harinya.

Renjun mengatupkan bibirnya begitu mengetahui kalau Jeno sudah menemukan kebohongan kecilnya.

"Aku akan bersiap dulu, mau berangkat bersama?" Tawar Jeno.

"Kau harus sarapan dulu, Jeno. Semalam kau juga tak makan." Renjun berujar itu setelah menyetujui ajakan Jeno.

Membuat sudut bibir Jeno tertarik sedikit saat Renjun menyuruhnya makan, dan mengiyakan untuk berangkat bersama.

"Kenapa ikut turun?" Dahi Renjun berkerut melihat Jeno juga malah mengikutinya membuka pintu mobil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa ikut turun?" Dahi Renjun berkerut melihat Jeno juga malah mengikutinya membuka pintu mobil.

Jeno bahkan berjalan di sampingnya, dengan pandangan lurus ke depan namun Renjun bisa menangkap gurat kesal di wajah dingin Jeno. Renjun putuskan untuk mengikuti kemana arah pandangan Jeno, dan barulah ia menyadari ada Jaemin yang berdiri  di depan gallery tempat yang Renjun tuju.

at the end ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang