"Kemari." Jeno menuntun langkah Renjun agar menempati tempat duduk yang jauh lebih nyaman di sudut cafe, lebih sedikit orang disana."Sebentar, aku ambilkan teh hangat untukmu." Jeno tau betul cara menenangkan Renjun setelah kejadian tadi, jadi dari pada membawa smoothie kesukaan Renjun. Ia lebih baik membawa teh hangat beraroma yang bisa menularkan ketenangan untuk diri Renjun.
Renjun menatap dinding cafe dengan pandangan datar, napasnya masih terasa berat setelah tadi sempat terkurung di kamar mandi. Bahkan jika diperhatikan, mata Renjun masih sedikit bergetar ketakutan.
Tapi anak itu tetap dengan topeng baik-baik saja nya.
"Kak Xiaojun pulang hari ini." Jeno datang, menempatkan cangkir teh di hadapan Renjun.
"Kenapa aku tidak tau?" Renjun sempat kaget mendengar kakaknya akan pulang hari ini, namun sekejap kemudian ia mengerutkan dahinya. Kenapa ia tak tau kalau kakaknya akan pulang secepat ini?
Jeno tidak memberitahukan keadaannya bukan?!
"Tadi ia menelponmu, tapi aku yang menerimanya. Maaf. Itu, sebelum aku menemukanmu di kamar mandi." Jelas Jeno, membuat Renjun mengangguk kecil.
"Ah, iya. Jam berapa ia akan sampai di rumah?"
"Saat berbicara denganku, ia bilang sedang dalam perjalanan ke rumah." Jawaban Jeno ini sontak membuat gerak Renjun terhenti. Jika begitu, bukankah ada kemungkinan saat ia sampai rumah sekarang, kakaknya akan datang tak lama setelah itu?
Yang jadi permasalahan Renjun adalah, kakaknya pasti akan menemukan jejak air mata ini di wajahnya. Kakaknya dan istrinya akan menyadari wajah lemasnya saat ini, walaupun sebaik apapun Renjun coba tersenyum sekarang ini.
Jeno yang menyadari arah pikiran Renjun, langsung coba putar otak juga. "Mau pulang agak malam? Aku ajak kau ke rooftop dulu bagaimana?" Untungnya Jeno ingat rooftop yang ada di cafenya ini.
Renjun menatap Jeno, jika dipikir lagi. Dengan menghabiskan waktu lebih lama sekarang, agar pulang agak telat ke rumah. Ini akan bagus untuknya, ia ingin pulang ke rumah saat kedua kakaknya sudah tidur di rumah. Jadi Renjun tak akan bertemu kakaknya langsung, juga ia memiliki waktu untuk mengompres matanya agar tak terlalu jelas telah menangis.
"Aku ambil dulu beberapa barangnya." Jeno beranjak menuju ruangan yang terdapat di sisi cafe milik mamanya tersebut, kemudian menyuruh Renjun lebih dulu pergi ke atas.
Renjun tengah melihat tanaman-tanaman kecil yang diletakkan di pinggiran rooftop ini, saat suara beberapa orang membantu Jeno. Itu beberapa pegawai cafe Jeno yang membawa hal yang jelas membuat Renjun mengernyit. Namun ia tak menyerukan apapun, hanya memperhatikan saat beberapa orang itu menggelar tikar lalu dilapisi beberapa kain lagi kemudian menyimpan beberapa bantal kecil di atasnya.
"Jeno, kau mengambil bantal sofa mama?" Tanya Renjun geli.
"Tidak apa, mama mulai jarang kemari." Jawab Jeno.
"Terimakasih." Ucap Renjun pada beberapa orang yang hendak meninggalkan ia dan Jeno disana.
Setelah tinggal hanya berdua saja, Jeno menyuruh Renjun duduk di tempat yang baru saja Jeno buat.
"Jeno, apa tanaman ini mama yang memilihnya?" Jemari Renjun menunjuk tanaman hias yang berada paling dekat dengannya.
"Siapa lagi." Jeno tiba-tiba berdiri. "Lampu ini aku matikan sebentar ya?" Jeno menunjuk lampu-lampu kecil yang tergantung membentang di atasnya.
"Tetap ada cahaya dari sana." Jeno ganti menunjuk lampu yang berada di pinggir rooftop.
Mendapat persetujuan dari Renjun, Jeno melakukan apa yang ia mau. Membuat suasana rooftop kini hanya memiliki pencahayaan tak seterang tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
at the end ✔
Fiksi PenggemarNORENMIN JENO - RENJUN - JAEMIN [noren-jaemren] SEQUEL 'a lot like love' ⚠️⚠️⚠️ bxb mature