15. Just fine

2.2K 314 33
                                    

Jaemin meremas rambutnya sendiri, ia menelungkupkan kepalanya di atas meja kerja. Segala hal tentang Renjun terus berputar di kepalanya, ia tak bisa seperti ini terus.

"Aku akan mengambil pekerjaan yang ada di Jerman." Jaemin menghubungi sang ayah, dan mengatakan menyetujui usulan sang ayah sebelumnya untuk pergi ke Jerman beberapa waktu saja.

Sebelumnya ia menolak itu, karena tak mau meninggalkan Renjun dengan Jeno saja. Ia tak mau Jeno lebih banyak mengambil alih Renjun dari padanya.

📞 "Kau serius?"

"Ya." Jawab Jaemin tanpa pikir panjang, ia ingin setidaknya pergi dari lingkungan yang sama dengan Renjun.

Ia tak mau tiba-tiba bertemu submisif itu secara tak sengaja, dan malah tak bisa menahan diri agar tak membawanya kembali padanya. Tidak, selama Renjun malah menginginkan Jeno.

Helaan napas berat itu menunjukkan seberapa lelahnya Renjun saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Helaan napas berat itu menunjukkan seberapa lelahnya Renjun saat ini. Bukan karena ia baru saja menyelesaikan acara beres-beresnya di apartemen, tapi karena selama kegiatan apapun yang ia kerjakan hatinya tak mau melupakan kenyataan kalau sekarang dirinya sendirian. Dadanya sesak menahan segala tangis yang ingin ia keluarkan, tapi ia tak bisa menangis lagi untuk sekarang. Ia ada janji pulang besok, kalau sampai ia kembali menuruti keinginan hatinya untuk menangis maka besok kakaknya akan mengkhawatirkan keadaannya yang terlihat kacau.

"Apa Beomgyu?"

📞  "Kau mengganti nomor ponselmu, ini aneh."

"Tidak ada yang aneh." Jawab Renjun.

📞 "Kau baik?"

Renjun menjawab dengan gumaman kata iya.

📞 "Lalu kenapa mengganti nomor ponselmu?" Beomgyu tak menyerah begitu saja untuk menanyakan hal itu.

"Beomgyu, berhenti bertanya. Tadinya aku tak akan memberitaumu soal ini, dan harusnya aku melakukan itu." Ujar Renjun dengan nada jengkel.

📞 "Ck, iya iya. Mau merecoki Soobin tidak? Hari ini aku luang, kita bisa pergi makan bersama setelah sekian lama."

"Tidak, aku tidak akan pergi." Tolak Renjun.

📞 "Kenapa? Kau ada janji dengan Jeno dan Jaemin ya?!"

Renjun menatap kosong dinding apartemennya, hatinya merasakan kesakitan yang nyata begitu mendengar nama Jeno dan Jaemin diucap.

"Tidak, aku sedang tak ingin kemanapun. Besok saja kita bertemu, aku juga akan pulang ke rumah." Kata Renjun. Terdengar helaan napas milik Beomgyu sebelum menjawab pasrah.

📞"Baiklah."

Setelah sambungan telpon terputus, Renjun menggulingkan tubuhnya agar tengkurap di atas kasur, jemarinya meremas seprai dengan erat berharap dengan itu kesakitannya hilang. Atau paling tidak, air matanya tak tumpah dulu.

Namun percuma, sekarang rintihan pilu Renjun terdengar. Ia tak bisa untuk biasa saja, disaat segala bahagianya menghilang begitu saja.

"Jeno..Jaemin.." Napasnya tercekat dengan air mata yang mengalir keluar tanpa henti.

"Maaf.." Pada akhirnya ia selalu menorehkan luka pada orang-orang di sekitarnya, entah itu luka fisik seperti apa yang pernah di dapat Jeno Jaemin dulu juga Kak Xiaojun. Luka hati pun Renjun timbulkan pada dua dominan yang selama ini bersamanya, membuat keduanya memilih pergi setelah mendapat luka dan kecewa dari Renjun.

Karena kemarin Renjun tak bisa menahan air matanya, maka berakhirlah matanya bengkak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena kemarin Renjun tak bisa menahan air matanya, maka berakhirlah matanya bengkak. Dari pagi, ia terus mengompres matanya berharap bengkaknya sedikit menghilang. Ia tak mungkin datang menemui kakaknya dengan keadaan seperti ini.

Jadilah Renjun berangkat dari apartemennya cukup siang, karena harus menampilkan wajah yang baik-baik saja nanti. Sudut bibirnya coba ia tarik guna membentuk sebuah senyuman.

"Lama sekali." Zia berujar kesal begitu melihat Renjun memasuki rumah.

"Tidak diantar Jaemin?" Kali ini Xiaojun yang bertanya, sambil menarik Renjun dalam pelukannya.

Padahal biasanya Renjun mendapat pelukan setiap ia pulang, tapi kali ini terasa lebih berarti baginya. Apalagi barusan kakaknya itu malah menyebut nama Jaemin juga, rasanya Renjun ingin menangis sekarang juga. Tapi ia menahannya, gantinya ia membalas pelukan Xiaojun dengan erat. Jemarinya meremas baju Xiaojun, meminta pegangan akan hancurnya ia setelah kepergian dua orang bahagia di hidupnya.

Xiaojun sadar akan apa yang Renjun sekarang tengah lakukan padanya, pelukan ini terasa tak biasa. Renjun memang sering mendapat pelukan darinya setiap anak itu pulang, tapi jarang sekali anak itu membalas pelukannya seerat ini.

"Renjun?" Xiaojun mengecup pelipis Renjun dengan sayang, benar yang dikatakan Zia soal Renjun yang mulai menunjukkan gelagat anehnya lagi.

Bukannya menjawab Renjun justru semakin menenggelamkan tubuhnya pada pelukan Xiaojun. "Kenapa rasa pelukannya seperti ini?"

Zia tersentak mendengar suara tangisan Renjun sesaat setelah menanyakan hal itu pada Xiaojun. "Renjun.." Benarkan, ada yang salah lagi pada anak itu.

Xiaojun pun mengelus punggung Renjun disertai perasaan khawatir setelah mendengar isak tangis Renjun. "Apa yang salah dengan pelukannya, hhm?"

Mendengar pertanyaan Xiaojun, Renjun menggeleng. Tidak ada yang salah dengan pelukan kakaknya ini, ia sekarang hanya kesal pada dirinya karena pertahanannya agar tak terlihat kacau di hadapan kedua kakaknya tak cukup kuat. Usahanya menghilangkan bengkak di matanya sejak pagi terasa percuma, karena bahkan sekarang ia menangis tersedu di hadapan kedua orang itu.

Zia dan Xiaojun menunggu dengan sabar hingga tangisan Renjun reda, baru mereka akan menanyakan apa yang terjadi pada anak itu.

"Apa yang terjadi?" Zia mengintip wajah Renjun yang masih bersandar di dada Xiaojun.

Renjun berkedip. "Aku akan menginap disini, ya kak?"

Ini adalah tanda bahwa Renjun belum ingin menceritakan apapun, Zia tersenyum kemudian mengangguk. "Tentu saja, ini rumahmu. Aku hanya menumpang disini." Zia menyelipkan nada candaan disana.

Membuat Renjun meraih tangan sang kakak ipar, kemudian merengek mengatakan Zia bukan menumpang. "Ini rumah kak Zia juga."

Zia dan Xiaojun terkekeh pelan mendengar rengekan Renjun, mereka tak akan memaksa Renjun berbicara saat ini. Tapi Zia akan mencari cara agar Renjun tak terus bungkam dan mengalihkan pembicaraan seperti ini.




at the end ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang