35. Real speech

2.3K 280 6
                                    

Ini sudah tengah malam, dan Jeno kini tengah menyeduh minuman hangat. Setelah selesai ia segera menuju kamar yang terletak di dekat tangga, itu kamar Renjun. Jeno membuka pintu kamar itu tanpa permisi, membuat sang pemilik kamar yang tengah menonton mendongak kaget.

"Jeno."

"Aku membuatkan ini untukmu." Jeno menyodorkannya pada Renjun yang masih diam menatap dominan itu.

Renjun memang tak bisa tidur sejak tadi, ada ia mulai terlelap ia kembali dilanda perasaan gusar soal hubungannya dengan Jeno. Meskipun Jaemin sudah mengatakan padanya agar tak usah berpikir terlalu jauh soal Jeno, Renjun tetap merasa tak akan mendapat apa yang ia inginkan lagi. Ditambah perasaan takutnya akan memberikan kecewa lagi pada Jaemin. Maka Renjun tadi putuskan untuk menonton untuk menghabiskan malamnya itu, dan ia tak tau kalau suara yang ia keluarkan cukup membuat Jeno terbangun. Padahal menurut Renjun, volume yang ia gunakan adalah yang paling kecil.

"Setelah ini tidur, matamu sudah memerah." Ujar Jeno saat Renjun telah menuruti permintaannya untuk meneguk minuman hangat tadi.

"Jeno, aku tak bisa tidur." Cicit Renjun, ia melirik Jeno yang kini mencoba mematikan televisi di kamarnya itu.

"Bohong, kau mengantuk." Jeno menarik lengan Renjun untuk ia arahkan pada kasur. "Tidur, Renjun." Ujar Jeno lembut.

"Tidak, aku—

Jeno menyuruh Renjun duduk, kemudian ia pun duduk disamping submisif itu. "Apa yang mengganggumu? Katakan. Apa tadi mimpi buruk lagi?"

Renjun menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Jeno, dan hal itu membuat Jeno agak kecewa.

"Kenapa tidak mau mengatakan kalau kau kesulitan tidur lagi?" Tanya Jeno dengan suara pelan.

"Apa kepercayaanmu padaku sudah hilang?" Jeno pikir Renjun benar-benar sudah tak mau lagi terbuka padanya, dan malah semakin menyembunyikan banyak hal. Apa itu tandanya Renjun tak mau kembali lagi padanya?

"Maaf soal keegoisanku waktu itu, harusnya aku tak mementingkan keinginanku saja. Padahal aku masih mencintaimu begitu besar tapi aku begitu nekat melepasmu. Maaf."

Renjun menggeleng meminta Jeno tak perlu meminta maaf padanya. "Jeno, wajar menginginkan seseorang untuk dirimu saja." Itu bahkan sangat wajar, untuk sebagian besar orang. Yang salah adalah kecenderungannya akan hubungan yang sulit macam polyamory.

"Disini aku yang salah karena menginginkan kalian dalam waktu bersamaan. Aku terlalu serakah."

"Tidak, bukan seperti itu. Harusnya aku dan Jaemin tak usah mempermasalahkan itu padamu, mengingat kau sudah meminta persetujuan sejak awal. Harusnya aku tak egois." Jeno meraih tangan Renjun.

"Aku tak akan seperti itu lagi, mementingkan diriku sendiri hingga mengabaikan semua perasaanmu."

"Kau masih mencintaiku kan? Kita kembali ya? Aku tak keberatan kita kembali bersama dengan Jaemin juga."

Ini semua membuat Renjun terdiam tak percaya, matanya hanya berkedip saat Jeno menatapnya lekat.

"Benar kau tak apa?" Renjun benar-benar masih mengingat jelas bagaimana serius dan kukuhnya Jeno saat mengatakan hanya menginginkan Renjun untuk diri Jeno saja.

"Iya." Jawaban Jeno ini jelas membuat senyum Renjun terbit seketika, rasanya ia bisa melupakan sekejap kekhawatirannya soal membuat Jaemin kecewa lagi.

"Cantik sekali." Puji Jeno saat melihat senyum itu, tangannya terangkat untuk menyentuh wajah Renjun. Kemudian menyentuhkan jempolnya pada bibir bawahRenjun.

Hal itu membuat Renjun sedikit tersentak, sentuhan Jeno pada bibirnya membuatnya meremang seketika. Apalagi Jeno sedikit menekan jarinya itu pada bibir Renjun.

"I'll kiss you." Ucap Jeno seiring dengan hembusan napas Jeno yang makin bisa Renjun rasakan di permukaan wajahnya.

Dan mata Renjun tertutup perlahan begitu merasakan bibir tipis Jeno kini menempel dengan bibirnya, menggantikan jari dominan itu yang tadi sempat mengusap bibirnya juga. Kini usapan itu Renjun rasakan lewat lidah Jeno, ia juga merasakan hisapan Jeno pada bibirnya.

Keesokan harinya Zia sempat mengerutkan dahinya melihat bagaimana dekatnya lagi Renjun dengan Jeno maupun Jaemin, ya walaupun sebelumnya juga mereka tak pernah terlibat semacam perang dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya Zia sempat mengerutkan dahinya melihat bagaimana dekatnya lagi Renjun dengan Jeno maupun Jaemin, ya walaupun sebelumnya juga mereka tak pernah terlibat semacam perang dingin. Tapi rasanya berbeda melihat ketiganya sekarang berinteraksi seakrab itu lagi, bahkan Zia bisa melihat Renjun tak semurung kemarin-kemarin.

"Kalian terlihat begitu menikmati hari terakhir disini." Zia memutuskan menghampiri ketiga orang itu.

"Tentu, kak. Jeno mengusulkan untuk nanti malam kita buat acara barbeque sebelum besok kembali pulang." Ujar Jaemin.

Zia mengangguk antusias, memyetujui hal itu. "Benar, ayo buat acara itu."

"Kalau begitu kita harus segera mempersiapkan semuanya dari sekarang." Renjun kini menyahut.

"Aku akan pergi menyiapkan panggangannya." Jeno berbicara, sambil meminta Jaemin melakukan itu dengannya.

"Baiklah, biar aku pergi belanja kalau begitu." Renjun melihat Xiaojun yang bergabung, dan langsung ditarik Zia.

"Dengan kau ya?" Maksud Zia adalah Renjun pergi belanja ditemani Xiaojun, sementara ia akan di rumah dengan Jeno dan Jaemin.

Zia ingin bertanya pada Jeno dan Jaemin tentang apa yang terjadi hingga Renjun bahkan terlihat cukup baik-baik saja untuk kembali pulang.

Tadinya Zia dan Xiaojun mengusulkan pulang bukan karena berpikir Renjun telah sembuh, tapi memang rasanya anak itu bisa menjalani terapi dengan ditemani Jeno ataupun Jaemin setelah melihat kedua dominan itu  begitu berpengaruh pada diri Renjun.

Dan ternyata keberadaan Jeno dan Jaemin memang berpengaruh besar pada Renjun, buktinya belum ada tiga hari mereka dibiarkan menghabiskan waktu bersama. Renjun sudah terlihat jauh membaik.

"Aku senang melihat Renjun jauh lebih baik saat ini, kalian benar-benar telah berdamai?" Tanya Zia saat Jeno dan Jaemin tengaj berdebat soal alat panggangan yang hendak mereka bawa keluar.

Jaemin menoleh lebih dulu. "Lebih dari sekedar berdamai, kami memutuskan untuk kembali bersama dengan kesadaran masing-masing soal hubungan macam apa yang sekarang kami jalani." Ujarnya.

"Aku harap kalian tak membuatnya tertekan lagi." Zia menatap kedua dominan itu bergantian.









at the end ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang