Tak ada yang ia lakukan dari tadi, selain menatap wajah tertidur Renjun. Ada perasaan senang mengingat mulai saat ini, ia bisa menikmati pemandangan ini sendirian tanpa harus berbagi dengan Jeno. Tapi ia kesulitan menerima perasaan senang itu, sementara Renjun bersedih seperti ini.Erangan Renjun terdengar begitu Jaemin membelai pipinya, apa Renjun kembali tak mendapat tidur nyenyaknya? Sentuhannya biasanya tak sampai membuat Renjun terbangun, tapi lihat sekarang Renjun telah membuka matanya hanya karena sentuhan kecil Jaemin padanya.
"Maaf, membangunkanmu." Jaemin menyesal malah mengikuti kata hatinya untuk mengusap pipi Renjun, sementara hal itu membuat Renjun terganggu dalam tidurnya.
"Jam berapa?" Tanya Renjun sambil mencoba masuk dalam pelukan Jaemin yang dari tadi berbaring di sampingnya.
Jaemin melirik jam dinding. "Jam lima sore."
"Kau bilang mau mengajakku keluar, kenapa tidak membangunkanku dari tadi?" Tanya Renjun sambil menepuk punggung Jaemin, kemudian ia segera bangkit untuk bersiap.
"Mau berendam?" Tanya Jaemin saat melihat Renjun berjalan menuju kamar mandi.
"Tidak, Jaemin. Itu akan lama. Aku akan mandi dengan cepat untuk keluar denganmu."
"Mau aku mandikan?!" Tanya Jaemin usil, tak menyadari Renjun yang sedikit tersentak akan pertanyaan itu.
Sesaat Renjun mematung, ia kembali teringat Jeno lagi setelah tadi sempat lupa kenyataan kalau Jeno tak bersamanya lagi.
Renjun segera memasuki kamar mandi tanpa meladeni keusilan Jaemin.
Setelah mandi dan bersiap, Renjun keluar dari kamar dan tinggal memakai sepatu saat Jaemin menariknya agar duduk sebentar.
"Kau melupakan jaketmu, kita bisa saja di luar sampai malam." Kata Jaemin sambil memakaikan jaket pada tubuh mungil Renjun.
"Jaemin juga tak pakai jaket." Ujar Renjun.
"Iya, aku ambil dulu. Sebentar." Jaemin beranjak meninggalkan Renjun duduk sendirian disana.
Ketika telinga Renjun mendengar seseorang memasuki apartemen, ia menoleh cepat. Dan mendapati orang yang entah kenapa terasa seperti sudah lama tak ia temui, padahal baru semalam ia berpisah dengannya.
Gerakan spontan Renjun adalah bangkit dari duduknya untuk menghampiri laki-laki itu, namun perkataannya membuat Renjun menghentikan langkah.
"Maaf, aku kemari hanya untuk mengambil beberapa barang seperti laptop." Dominan itu kemudian pergi dari hadapannya untuk memasuki kamar miliknya.
"Jeno.." Suara Renjun mungkin tak akan terdengar jelas, mengingat anak itu mengucapkannya dengan pelan.
Namun jika ada yang mendengarnya, pastilah nyata sekali seberapa besar Renjun merindukan Jeno hanya dari dengan mengucap namanya saja. Tapi kerinduannya tak bisa ia selesaikan, mengingat bagaimana sikap Jeno barusan yang menghindarinya.
Lagi pula, bisa-bisanya Renjun lupa kalau hubungannya dan Jeno sudah berakhir. Kenapa barusan ia dengan lancangnya hendak menghampiri Jeno seolah mereka masih dalam hubungan yang seperti dulu.
Sementara itu, Jeno merasakan dadanya berdenyut sakit melihat Renjun yang berada dalam jangkauannya, namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Tak punya hak lagi untuk memeluk tubuh mungil itu, tak punya hak untuk menciumi wajah cantik yang tadi terlihat lebih sayu. Tatapan Renjun sendu sekali, Jeno menyadari hal itu walau tadi tatapannya saling bertubrukan dengan Renjun sekejap saja.
Biasanya ia yang paling banyak berbicara pada Renjun agar tatapan mata Renjun jangan sampai sendu karena sedih. Ia tau tatapan Renjun memang teduh dan menenangkan, tapi yang tadi bukan jenis seperti itu. Tatapan Renjun justru terkesan sedih dan tak ada binar cantik yang begitu ia sukai di mata itu. Bintang-bintang berkilauan itu seolah hilang.
"Kau kemari?" Jaemin berdiri di ambang pintu kamar Jeno, sambil melihat Jeno yang mengambil beberapa barang pentingnya.
"Semalam aku tak sempat kemari." Jawab Jeno datar, ia hendak melewati Jaemin begitu saja. Namun Jaemin mencengkram lengannya, membuat Jeno menoleh malas.
"Kau tidak mau kembali dengan Renjun? Ia begitu sedih atas—"
"Kau mau melepasnya? Aku tak akan kembali, selagi kau masih memilikinya. Aku sudah pernah mengatakannya pada Renjun juga, aku hanya menginginkan Renjun untukku saja." Jawab Jeno.
Tangan Renjun berada dalam genggaman tangan Jaemin, mereka berjalan keluar dari sebuah cafe yang barusan mereka kunjungi. Renjun dari tadi hanya diam menunduk, bahkan saat ia sudah berada dalam mobil Jaemin pun. Ia masih belum terlihat akan menunjukkan satu senyuman kecil sekalipun.
Jaemin tak langsung menjalankan mobilnya, ia menatap Renjun kemudian mengecup punggung tangan bertanda lahir itu dengan lembut.
"Kau menginginkan sesuatu, hmm?" Tanya Jaemin sambil mengusak surai Renjun. Ia bingung bagaimana agar suasana hati Renjun kembali baik.
"Katakan."
"Pulang." Jawab Renjun pelan. Jaemin tersenyum tipis, kemudian mengangguk dan mulai menjalankan mobilnya.
Dalam perjalanan Renjun tetap banyak diam, dan hanya menatap ke luar. Saat telinganya mendengar decitan ban mobil, diikuti suara benturan keras. Hal itu membuat Renjun tersentak, dengan cepat ia meraih lengan Jaemin. Ingatannya mengulang tragedi kecelakaan yang ia alami dengan Jaemin dulu, maka dengan reflek ia meraih lengan Jaemin.
Jaemin sendiri ikut panik, takut setelah suara kecelakaan yang terjadi tak jauh di depannya akan menimbulkan suara yang lebih keras lagi. Itu akan membuat Renjun ketakutan. Maka ia berusaha memutar balik mobil untuk segera menjauh dari sana, namun percuma. Ketakutannya terbukti.
Suara ledakan yang berasal dari kecelakaan di depan sana terdengar jelas, Jaemin menoleh pada Renjun yang menutup telinganya dengan tangannya. Ia ingin segera membantu Renjun dari itu, namun ia tak bisa memarkirkan mobilnya disekitaran sini. Karena bisa saja sebuah ledakan terjadi lagi.
Renjun terisak dengan tangan yang coba ia gunakan untuk menutup telinganya, menghalau suara ledakan itu. Traumanya akan suara semacam itu, masih ada. Ia tak menyadari apapun, entah itu Jaemin yang membawanya menjauh atau Jaemin yang memarkirkan mobilnya entah dimana. Yang jelas sekarang Renjun tak suka akan suara ledakan itu, ia ketakutan.
"Kemari." Jaemin menarik Renjun agar menatapnya, ia membantu Renjun menutup telinganya. Itu yang biasa Jeno lakukan saat membantu Renjun dalam traumanya yang satu ini, sebelum coba menenangkannya nanti.
Kini Renjun merintih, sambil menutup matanya rapat-rapat. "Jeno..." Panggilnya, ia selalu bersama Jeno dalam keadaan seperti ini. Jeno yang selalu mengatasi traumanya akan suara mengerikan itu. Entah itu suara ledakan atau petir sekalipun.
Dan sekarang ia tengah ketakutan, tapi tak ada Jeno bersamanya. Maka ia hanya bisa meraung keras, dengan tubuhnya yang bergetar ketakutan.
Tangisannya membuat Jaemin makin panik sendiri, ia mengabaikan sekejap perasaan kesalnya mendengar Renjun malah menyebut nama Jeno. Ia kini bingung bagaimana membawa Renjun pulang dengan keadaan seperti ini.
"Suaranya hilang, Renjun. Tenanglah." Bisik Jaemin sambil coba melepas tangan Renjun dari telinganya sendiri.
Dengan itu, Renjun juga membuka matanya. Dan langsung memeluk Jaemin erat, ia kembali menangis dalam pelukan Jaemin.
_________
Makin kacaulah ceritaku ini..😪
KAMU SEDANG MEMBACA
at the end ✔
FanficNORENMIN JENO - RENJUN - JAEMIN [noren-jaemren] SEQUEL 'a lot like love' ⚠️⚠️⚠️ bxb mature