10. Still hard

2.5K 333 53
                                    


Jaemin tak berani meninggalkan Renjun walau hanya sekadar satu kedipan mata, ia khawatir dengan melihat sendiri bagaimana Renjun jatuh pingsan setelah menangis ketakutan. Lama ia tak melihat Renjun dalam keadaan seperti itu. Sekarang ia mendapati Renjun dalam ketakutannya lagi, Jaemin seolah melihat Renjun di masa sekolah dulu.

"Ia terguncang lagi, meskipun itu hal yang biasa dan terkesan kecil juga sepele. Bagi Renjun semuanya kembali terasa menakutkan." Ucapan dokter Park dapat Jaemin dengar dengan jelas.

Ia tak menganggap sepele segala trauma Renjun, ia tau bagaimana Renjun berusaha sembuh atas segala ketakutannya akan hal yang berhubungan dengan masa lalunya. Yang cukup membuatnya terganggu adalah, bahwa Renjun seperti ini lagi semenjak Jeno meninggalkannya. Renjun seolah tak cukup dengan dirinya yang mengobati dan menemani Renjun menghadapi ketakutannya. Terbukti dengan panggilan Renjun atas nama Jeno saat tadi ia tengah ketakutan.

Padahal Renjun tengah dengannya, ia juga akan berusaha melindungi Renjun. Ia tak mungkin membiarkan Renjun larut dalam traumanya, tapi Renjun seolah tak percaya padanya sejak tadi.

"Kau belum memberitau Jeno?" Tanya dokter Park, menyadari dari tadi hanya Jaemin lah yang menemani Renjun. Biasanya akan ada Jeno yang berebut ingin lebih banyak menemani Renjun dari pada Jaemin.

"Untuk apa? Ia bahkan yang jadi alasan Renjun seperti ini." Jawab Jaemin asal. Masa bodo, mulai sekarang ia akan menyalahkan Jeno atas kesedihan Renjun. Karena memang ada sebagian diri Renjun yang bersedih, bahkan sebelum ia ketakutan tadi.

Dokter Park mengerutkan dahinya tak mengerti, ia tau betul bagaimana kedua dominan yang berteman dekat dengan adiknya ini begitu mencintai Renjun seperti apa. Jadi sangat mustahil, jika salah satu dari keduanya berani menjadikan Renjun berakhir di rumah sakit lagi.

"Apa yang terjadi?" Xiaojun masuk dengan wajah paniknya, ia benar-benar khawatir begitu mendapat telpon dari Jaemin kalau Renjun ia bawa ke rumah sakit.

"Maaf, kak. Tadi ia sedang bersamaku, saat mendengar suara ledakan. Dan ia jatuh pingsan setelah menangis ketakutan." Ujar Jaemin.

Kekhawatiran Xiaojun tak sebesar tadi, karena untungnya adiknya itu tak terluka. Tapi kekhawatirannya juga tak sepenuhnya hilang, mengingat Renjun kembali mendapat ketakutannya. Bukankah sudah cukup lama, Renjun tak sehisteris itu hingga sampai dilarikan ke rumah sakit saat mendengar suara keras?! Jadi ia bertanya-tanya untuk hal itu. Ada hal lain yang menyebabkan adiknya kembali rapuh.

"Seringnya ada Jeno yang menenangkan Renjun dari suara keras, dan sekarang Jeno malah mengakhiri hubungannya dengan Renjun." Ucapan Jaemin langsung menjawab pertanyaan di benak Xiaojun.

"Kalian tidak dalam hubungan polyamory lagi?" Tanya Xiaojun memastikan.

Jaemin mengangguk. "Hanya aku dan Renjun."

Xiaojun tak berniat menanyakan alasan detail lepasnya Jeno dari hubungan itu, karena ia juga sangat yakin kalau hubungan yang dijalin lebih dari dua orang akan sulit. Dan sekarang pikirannya lebih banyak memikirkan bahwa kemungkinan Renjun lebih mudah terguncang lagi, karena hilangnya satu orang yang Renjun jadikan pegangan.

"Aku akan membawa Renjun pulang setelah ini." Kata Xiaojun.

"Sejak tadi aku sudah berniat membawanya pulang padamu, kak. Tapi Renjun menolak." Ujar Jaemin.

Xiaojun mengerutkan dahinya mendengar hal itu, Renjun menolak pulang padanya? Apa karena anak itu tengah berada dalam kesedihannya? Tapi biasanya justru Renjun akan pulang jika tengah berada dalam titik jatuhnya. Mencari pelukannya untuk mengadu, dan seharusnya Renjun melakukan itu juga jika benar hubungannya dan Jeno berakhir. Tapi ia bahkan tak mendapat pengaduan dari adiknya itu, ia justru mendengar segalanya dari Jaemin. Dan ia cukup heran mendengar segala penuturan Jaemin barusan.

at the end ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang