Henry memandangi Fifien yang tengah diam sambil menikmati makanannya itu.
“Jari lo udah baik?”
Fifien yang mendapat pertanyaan itu mengangkat kepalanya menatap lawan bicaranya yang duduk di sebelahnya. “Hmm. Better.”
Ander menghembuskan napas pelan. “Ai panik banget pas tau lo masuk rumah sakit. Lain kali hati-hati, Fin.
Fifien mengangguk kecil. “Iya. Gimana? Jadi jengukin Neri?” Fifien menyesap es jeruknya setelah menyelesaikan makannya dan kini beralih ke makanan penutup.
“Hu’um. Lo nggak mau nitip apa-apa buat dikasih ke dia?”
“Buat apa? Toh lo juga bakal bawa semua yang diperlukan dan diinginkan Neri jadi gua nggak perlu repot-repot buat itu,” ujarnya.
Ander mengangguk-angguk kecil. “Bener sih. Oke.”
Ander mengalihkan pandangannya pada Henry yang sedari tadi diam. “Tumben lo diem aja.”
Henry menoleh pada Ander. “Biasanya juga gua diam kan?”
“Oh ya. Gua denger sesuatu.”
Henry mengernyit. “Bukan hal baru kalo gua digosipin.”
“Emang. Tapi katanya lo nolak sepupu Ado?”
“Siapa yang ngasih tau lo? Ado?”
Ander mengangguk sebagai jawaban.
Henry berdecak pelan. “Gua bingung sama isi otak Ado. Dia jelas-jelas udah tau gua nggak bakal mau, masih aja dipaksa.”
Sebelum menanggapi perkataan Henry itu, Ander terlebih dulu melirik Fifien.
Fifien yang seperti sadar dilihat oleh Ander itu menoleh dan menatap Ander. Ia mendesah pelan, karena ia seperti tahu ke mana arah pembicaraan ini.
“Gua di toko depan. Kalian ngobrol aja. Kalo udah kelar kabarin, Kak.” Fifien pun sigap berdiri tak lupa menyampirkan tas di punggungnya dan segera berlalu tanpa menunggu lagi.
Setelah melihat Gavrila benar-benar masuk ke toko pernak-pernik di depan rumah makan ini, Ander langsung mengarahkan pandangannya kembali pada Henry.
“Gua paham niat Ado. Cuma lo juga tau sendiri. Hati gua, fokus gua semua udah diambil alih sama Fifien. Gua nggak bisa ke mana-mana lagi. Hati gua udah dikunci sama dia.”
Mungkin kalimatnya barusan itu terdengar menggelikan tapi Henry benar-benar serius dengan apa yang baru diucapkannya itu.
Henry sama sekali tidak bisa melirik perempuan selain Fifen. Pernah dua kali Henry mencoba untuk beralih dari Fifien tapi nyatanya tidak bisa. Hati dan pikirannya akan kembali lagi pada sahabat baik Gavrila itu.
Ander tersenyum kecil. “Lo bener-bener udah berubah ya.”
Pernyataan itu membuat Henry mengernyit.
“Iya, lo berubah. Lo bukan Henry yang gua kenal dan banyak orang mengenal lo sebagai pemain wanita. Lo bahkan nggak boros lagi, nggak kelayapan nggak jelas lagi kayak sebelumnya. Pokoknya lo beda.” Ander mengakhiri perkataannya sambil menatap Henry dengan intens.
Penjelasan Ander itu membuat Henry tersenyum lebar. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi. “Ya, gua tahu. Dampak Fifien dalam hidup gua ternyata kerasa dan nggak main-main. Padahal sikapnya dia sama gua aja kayak gitu tapi entah kenapa karna itulah gua semakin yakin buat perjuangin dia dan seriusin dia.”
Ander mengambil ponselnya yang berada di atas meja lalu menyesap sedikit air putihnya. “Kalo gitu perjuangin. She’s worth it for it.”
Keduanya lalu berdiri dan menyusul Gavrila di toko depan.
[***]
“Ien.”
Untuk kali ini entah kenapa tetapi Fifien membiarkan Henry yang mengantarnya pulang.
Henry yang sedang menyetir itu menoleh singkat pada Fifien yang sedari tadi hanya diam.
Menanggapi panggilan padanya Fifien hanya berdehem pelan.
“Boleh aku sedikit bercerita?”
Fifien seketika mengernyit. Ia menoleh pada Henry. “Ya.”
Henry yang mendapat jawaban singkat itu tersenyum kecil, hanya sebentar karena tak lama kemudian wajahnya berubah serius.
“Mungkin kamu sudah sering mendengar ini setiap saat ketika kita berkumpul, aku, kamu dan Ander. Aku terbilang selalu dikelilingi oleh wanita. Itu fakta dan aku yakin kamu pasti sudah tahu itu. Dari aku remaja, ketika mengenal namanya perempuan dan rasa suka, aku mulai memacari banyak perempuan. Menjual tampang dan isi dompet pun ikut ambil bagian yang pada awalnya hanya rasa suka menjadi perasaan gengsi dan bangga karna disenangi kaum hawa.
Aku pernah, hampir serius dengan perempuan, mungkin kamu pernah mendengar sekilas dari Ander atau Gavrila. Sebelum bertemu kamu ada seorang wanita yang kuinginkan menjadi pelabuhan terakhirku, tapi pada kenyataannya dia hanyalah salah satu tempat singgah. Kami berakhir karna dia masih ingin mengejar karir dan aku pun tidak bisa melarang atau menghalanginya mengejar cita-citanya, hanya saja yang kusesali adalah mengapa aku tidak tetap mengikatnya saja sembari dia tetap berkarya.
Namun itu semua hanya sampai di pemikiran yang tidak pernah kurealisasikan sampai kemudian aku bertemu denganmu. Kamu yang awalnya hanya memberi rasa ketertarikan padaku berlanjut menjadi sebuah perasaan yang hangat. Dia yang kukira akan sulit kulupakan ternyata tidak sesulit itu semenjak kehadiranmu. Bukan.. Bukan karna aku nggak sayang sama mantanku hanya saja perasaan ini berbeda.
Sepertinya ini kali pertama aku bisa bercerita dan berbicara seperti ini sepanjang kita berkenalan ya.. Membicarakan akan perasaanku dalam mode serius dan yang kukatakan semua ini serius dan berasal dari hati, Ien.”
Henry menoleh pada Fifien yang ternyata sudah menatapnya itu. Henry memberi senyum kecil dan terlihat tulus.
“Aku tahu, mengejarmu berarti harus berani menanggung resiko tetapi aku enggan untuk menyerah. Ien, kalau aku mengejarmu dan semakin lama kamu justru semakin risih dan sudah tidak tahan, tolong katakan padaku. Agar aku bisa menyiapkan diri dan melepasmu meski aku yakin akan sangat berat.”
Henry merasa sedikit lega karena bisa mengutarakan uneg-unegnya, perasaannya, cerita singkat masa lalunya dan Fifien benar-benar diam mendengarkan dengan seksama. Tidak ada raut masam atau kesal yang ada justru keseriusan di balik mata itu.
“Makasih udah mau dengerin. Udah, aku cuma mau ngomong itu aja. Udah deket apartemen. Mau beli sesuatu dulu?” Henry tidak perlu tanggapan dari Fifien karena di sini ia memang hanya ingin bercerita saja.
Fifien menggeleng kecil. “Baiklah.”
Henry mengernyit dengan perkataan Fifien. “Hah? Apanya?”
“Don’t waste your chance, Hen.”
Singkat sekali ucapan itu tanpa mau repot-repot untuk menjelaskan sehingga Henry harus menguras otaknya untuk mencerna arti ucapan Fifien itu.
Tanpa mau membuat Fifien kesal lagi jawaban sudah ditemukan Henry. Ia menoleh pada gadis itu sambil memasang senyuman lembut. “I won’t, don’t trust me. I’ll prove it to you.”
Fifien mengangguk sepintas sebelum kembali mengarahkan pandangannya pada jalanan.
Henry mengeratkan pegangannya pada setir mobil, kejadian yang sungguh tidak terkira. Bahkan tanggapan yang juga sama sekali tidak pernah dipikirkannya sehingga membuatnya ingin berteriak dan itu harus ditahannya. Ingatkan Henry untuk berteriak menunjukkan ekspresi senangnya ketika sudah berada di rumah nantinya.
Bersambung..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Uyeee haiii..
Belum edit. Begitu ngetik langsung publish. Semoga suka yaa...Published: May, 11th 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
How Heart Works [Completed]
RomanceSpin-Off of Mr. Pilot Fallin' (Kalo nggak baca Mr. Pilot Fallin' pun gak papa) 🔹Fifien Lasea Judith 🔹Henry Parabawa Fifien Lasea Judith adalah seorang gadis yang terbiasa melakukan apa pun sendiri. Ia adalah penyuka kesendirian. Di usianya yang ke...