26. Always Beside You

169 23 0
                                    

“Der, lo tahu di mana Fifien nggak?”

Henry yang baru sampai kantor itu tanpa mengetuk pintu langsung masuk ruangan Ander. Sang pemilik ruangan yang sedang menatap layar komputer menoleh sekilas.

“Fifien siapa?”

“Ya Fifien sahabatnya Gavrila siapa lagi coba. Dia di mana?” Henry menuju ke depan meja Ander. Menumpu kedua tangannya di atas meja dan menatap Ander lekat.

Ander menghela napas kesal. “Nggak ada jadwal terbang lagi lo minggu ini?”

Henry langsung menggeleng. “Nggak. Gue libur.”

“Oh.” Ander mangut-mangut tak acuh ia kembali menatap layar monitor. “Bukannya lo libur dari lima hari yang lalu ya? Jadwal lo gue liat cuma 3 hari penerbangan domestik semua.”

Henry menggigit bibirnya, tidak menjawab. “Gue main sama anak-anak. Udah lama nggak main sama mereka.”

Ander tidak langsung menjawab. Ia masih diam dan sekilas melihat raut Henry yang suram. “Sampe nggak bisa pegang hape?”

“Gue emang jarang pegang hape. Lo tahu sendiri gue kalo lagi main gimana.” Jawab Henry dengan tenang. “Fifien di mana? Terakhir dia hubungin gue empat hari lalu, tapi setelah itu pas gue hubungi balik nomernya kemarin nggak aktif.”

“Lo kasih tau dia lo terbang nggak? Gue nggak ngomong apa-apa karna gue ngira lo udah kasih tau dia.”

Henry menggeleng pelan. “Kasih tahu kok. Cuma emang abis gue turun, gue lupa ngabarin karna langsung diajak main sama anak-anak.”

Henry dapat melihat Ander yang meraup wajahnya. “Dan lo baru hubungin dia kemarin?

Henry meringis kecil. Ia menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. “Iya. Karna gue udah bebas dari mereka dan gue udah ngerasa cukup quality time sama mereka.”

“Lo pikir Fifien itu kunci cadangan? Lo udah kelar sama yang satu baru hubungin yang satu?”

Henry berdecak pelan. Ia bersandar di sofa. “Gue nggak pernah perlakukan atau menganggap dia kayak gitu. Gue cuma nggak mau kasih waktu gue buat dia setengah-setengah, Der. Makanya pas kemarin gue udah ngerasa bebas dari mereka, baru gue hubungi Fifien yang ternyata nggak bisa gue hubungin. ”

Tatapan matanya pada Ander terlihat frustasi. Henry saat ini khawatir pada Fifien. Gadis itu sama sekali tidak bisa dihubungi. Henry takut Fifien kenapa-napa. Meski pun Henry tahu Fifien itu tangguh dan tak kenal takut tapi tetap saja, nomor dan media sosial yang biasa aktif ini tak ada satu pun yang aktif.

Henry menatap Ander yang tidak bisa lagi berkonsentrasi dengan kerjaannya lalu menghampirinya dan duduk di seberangnya.

“Gue tahu lo pasti tahu Fifien di mana. Kasih tahu gue, Fifien di mana, Der? Gue kuatir.” Posisi duduk Henry sudah berubah sedikit maju dan menatap Ander penuh harap.

Ander meraup wajahnya gusar. “Dia di apartemen gue yang lama–” ada jeda sesaat. “Lusa dia balik. Ke kota asalnya.”

Pernyataan Ander membuat Henry bingung. “Di tempat lo? Dia kenapa? Kenapa mau balik?”

“Mending lo samperin dan tanyain sendiri aja. Lo masih inget kan apartemen lama gue?”

Henry mengangguk sekilas. “Gue cabut kalo gitu. Thanks, bro.” Henry menepuk pelan pundak Ander sebelum beranjak.

Ander hanya mengangguk sekilas ketika Henry langsung keluar dari ruangannya. Semoga saja Gavrila tidak memarahinya karena ini.

|**|

Tidak butuh waktu lama. Hanya tiga puluh menit, Henry sudah sampai di salah satu unit apartemen yang sempat ditempati Ander sebelum pria itu kembali ke rumah. Penjaga yang sebelumnya sudah dititip pesan bahwa Henry akan datang tentu langsung diizinkan naik. Kini pria itu sudah berdiri di depan pintu unit, menatapnya dengan ragu.

How Heart Works [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang