22. It's Not A Good News

189 33 0
                                    

Henry menjatuhkan tubuhnya ke atas kursi begitu sampai.

“Lo sekarang jadi penurut banget, kayak sapi yang dicucuk hidungnya tahu nggak?”

Celetukan Ado itu sangat tidak enak didengar telinganya dan tentu saja itu membuat Henry langsung menatap sahabatnya dengan tajam.

“Maksud lo apa?”

Ado terkekeh pelan sambil menepuk-nepuk pelan pundak Henry. “Nggak ada. Gue bercanda doang. Gimana jalanan? Macet?”

Henry menatap Ado untuk beberapa saat sebelum memilih mengabaikan ucapan Ado sebelumnya. “Menurut lo aja gimana jam segini itu macet nggak?”

“Oh ya. Mana nih cewek yang bisa buat lo bertekuk lutut itu? Katanya mau dikenalin ke kita,” ucap Ado kemudian.

Geoz yang baru selesai menyetel gitar itu memfokuskan pandangan pada kedua sahabatnya. “Mending nggak usah dikenalin ke kita, Hen. Bahaya.”

Henry yang paham arah pembicaraan Geoz itu tersenyum miring. “Bener juga ya.. Kok gue baru sadar ya. Bener kata Geoz. Gue nggak jadi kenalin dia ke kalian.”

Ado tentu saja langsung protes mendengar itu. “Loh, nggak bisa gitu dong. Lo udah bilang mau dikenalin.”

“Kalo Henry nggak mau ngenalin ya udah. Kenapa juga lo ngebet pengen kenalan,” ujar Geoz. Kini ia berdiri lalu mengambil pizza yang ada di atas meja.

Ado meneguk minuman bersoda dengan rakus. “Biar kita tahu, Oz. Kalo misalkan nggak sengaja ketemu di mana gitu 'kan tahu kalo itu cewek yang lagi dideketin Henry, juga misalkan dia kalo kenapa-napa terus nggak sengaja ketemu pas saat itu 'kan kita tahu dan langsung membantu.”

Henry yang ikut-ikutan mengambil pizza dan baru saja hendak memakannya terhenti lalu menatap Ado. “Lo doain dia kenapa-napa?”

Ado berdecak pelan. “Misalkan, Hen. Misalkan. Itu juga namanya antisipasi.”

“Antisipasi mata lo. Nggak ada nggak gue kenalin. Nanti kalo emang udah harus dikenalin baru gue kenalin.” Telak jawaban Henry itu membuat Ado tidak mau lagi membujuk Henry. Yang ada bisa ribut jika percakapan ini diteruskan.

Henry sedang mengunyah sambil menatap layar monitor didepannya sedangkan Geoz memilih membalas pesan dari kekasihnya.

“Lo diundang ‘kan ke nikahan mantan. Dateng nggak, Hen?” Pertanyaan Geoz itu membuat Ado yang juga sedang memainkan ponselnya itu mengangkat kepalanya.

“Oh iya bener. Gue sama Geoz juga diundang. Dateng 'kan lo?”

Perhatian Henry teralihkan pada kedua sahabatnya itu. “Rencananya sih gue dateng. Tiap liat entar. Gue kayak males dateng. Entar temen-temennya dia ledekin gue. Males.”

Ado tertawa mendengar penuturan Henry. “Makanya nikah. Mantan lo aja udah beberapa yang nikah.”

Geoz yang sudah selesai dengan ponselnya pun menaruhnya di atas meja. “Lo sadar diri. Mantan-mantan lo juga udah banyak yang nikah.”

Kini giliran Henry yang tertawa sedangkan Geoz tersenyum geli. “Nggak punya cermin dia makanya nggak bisa bercermin.”

Ado berdecak pelan. “Sialan. Kalian bener. Yang cewek kemarin aja tuh, udah nikah minggu lalu.”

“Serius lo?” Henry meneguk air mineral setelah memakan dua potong pizza.

“Serius gue. Mungkin udah disuruh nikah makanya cepet banget nikahnya. Gue tuh heran bisa ya mereka dengan mudahnya memutuskan menikah padahal ya.. Mereka kenalan aja baru sebentar.”

Geoz yang tentu lebih berkepala dingin dan sedikit lebih dewasa dari Henry dan Adro itu menjawab. “Kita nggak ada yang tahu jodoh, Do. Lagipula kalo emang lo udah siap bakal semudah itu emang buat nikah, tapi ada juga yang udah siap tapi belum nemu jodoh. Tiap orang itu beda-beda garis hidupnya, garis jodohnya. Tapi selama lo udah siap ya berkomitmen nggak sesusah itu buat dijalani.”

How Heart Works [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang