2. Ya, Katanya Harus Usaha

556 55 1
                                    

Henry yang baru saja menginjakkan kakinya di sebuah kelab malam yang ada di Washington DC tentunya bersama rekan-rekan kerjanya, disambut oleh hal yang tidak asing lagi yaitu suara musik dan suara para manusia yang bersahut-sahutan tenggelam di antara suara musik.

Henry menoleh ke sebelah kirinya ketika ada yang menepuk pundaknya. “Lo udah pesen meja kan?”

Henry menyahutinya dengan sedikit berteriak di dekat telinga salah satu pramugara. “Dasar bego. Itu nggak liat pelayannya anterin kita?”

Pramugara itu tertawa pelan sambil menggaruk tengkuknya. “Sorry.”

Henry mengendik tak acuh dan tak lama kemudian mereka telah sampai di meja mereka lalu mulai memesan minuman dan beberapa makanan.

Meja yang mereka ambil agak sedikit jauh dari lantai dansa agar ketika mereka berbicara tidak harus berteriak yang hanya akan membuat tenggorokan sakit dan suara serak.

“Gua mau teler malam ini,” ujar salah seorang pramugari.

Henry yang mendengar itu tertawa lalu mengangkat gelasnya dan mendapat sorakan dari rekan-rekannya bersamaan dengan suara gelas-gelas mereka yang berdenting. Ia lalu meneguk habis vodkanya. Duduk bersandar dengan salah satu lengan yang berada di atas sofa, kepalanya mengikuti suara musik yang terdengar.

“Bang Hen.”

Henry menoleh. “Apa?”

“Mau nyewa cewek nggak?”

Henry mengernyit. Sebenarnya ia ingin menyewa beberapa wanita malam dan menghabiskan malam bersama tapi ia takut akan berimbas kelak. Memang selama empat bulan ini Henry selalu berhasil menguasai diri dan menghindar tetapi entah kenapa ia juga ingin sekali ditemani wanita malam ini.

“Lo aja. Gue enggak,” jawabnya kemudian yang mengundang tawa mengejek.

“Serius, Bang? Lo udah..” Pria yang jarak usianya delapan tahun di bawah Henry itu menghitung dengan jarinya. “Udah empat bulan enggak nyentuh cewek. Gila.. Kenapa? Apa lo tobat, Bang? Tapi kayaknya sih nggak mungkin. Secara Bang Henry yang terkenal sebagai penakluk wanita masa tobat?” Cerocos pria itu.

Henry mendesah pelan namun tidak menanggapi perkataan itu. Harusnya memang ia bermain-main saja seperti dulu. Bebas jalan dengan siapa saja, bebas dekat dengan siapa saja tanpa perlu terbebani.

Henry Parabawa, seorang pria yang menjadi sahabat baik Ander meski ia lebih muda dua tahun. Namanya dikenal di kalangannya dan juga cukup dikenal di luar kalangannya bukan karena ketampanannya saja tetapi karena sifat pemainnya. Sudah banyak yang terjerat pesonanya dan rata-rata tidak berjalan lama. Tempat mainnya adalah kelab malam, bar, klub mobil sesekali ia akan menghabiskan waktu juga bermain tenis, terkadang juga akan bermain biliar. Intinya di mana Henry bisa menggaet seorang perempuan ia akan berada di situ. Henry adalah tipe pemain yang akan menghabiskan banyak waktu bersama para wanita namun jika sudah memiliki pacar ia hanya akan fokus pada wanita itu bila saja ia tidak bosan tentunya walau rata-rata ia pasti bosan dengan mereka.

Semenjak mengenal gadis jutek itu, Henry perlahan enggan melakukan kebiasaannya itu. Dengan alasan gadis itu yang tidak suka pria pemain wanita juga karena ia merasa sudah harus berhenti bermain-main. Henry harus mulai berpikir ke depannya, apalagi umurnya sudah mendekati angka tiga. Bisa saja ia tidak peduli namun rasa sayang pada kedua Orang Tuanya menjadi pertimbangan lain baginya. Terlebih lagi melihat Ander yang bahagia dan benar-benar berubah karena sudah mendapatkan tambatan hatinya membuatnya merasa iri dan ingin merasakannya juga.

Sebenarnya Henry sudah hendak serius dengan mantan pacarnya yang terakhir tetapi kesibukan keduanya dan niat mantannya itu yang ingin berkarir tanpa mau terikat suatu hubungan sah pun membuat hubungan mereka harus kandas. Mau bertahan pun rasanya susah karena sejujurnya Henry juga tidak sesayang itu dengan mantannya tersebut. Motivasinya tidak sebesar itu untuk terus bersama.

How Heart Works [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang