19. Lebih Dari Yang Disangka

168 34 12
                                    

Tadinya niat Fifien ingin segera pulang akan tetapi perutnya tidak bisa berbohong bahwa ia merasa lapar.

“Laper kan? Kamu sih ngeyel.” Henry yang berjalan di sisi Fifien tersenyum kecil.

Sudah sekitar lima belas menit konser musik selesai namun keduanya baru keluar dari venue. Sederhana alasannya karena mereka tidak mau berdesak-desakan sehingga mereka menunggu sampai terasa lengang.

“Berisik.”

“Tapi seenggaknya tadi sempet nyemil kan? Batagor dikata cemilan.”

Fifien menoleh sekilas. “Ck. Ngomong kayak gitu lagi mulut lo gua sumpal ya.”

Henry terkekeh pelan. “Oke-oke. Nggak lagi. Ngomong-ngomong, gimana konsernya? Memuaskan?”

Fifien mengangguk kecil. “Ya. Seru juga.”

Dari sudut matanya Fifien dapat melihat senyuman Henry dan entah mengapa melihat senyuman pria itu membuat Fifien juga ingin tersenyum.

“Siapa yang pernah nyangka sih kalo kamu sama aku bisa kayak gini? Meski pun aku keukeuh ngejer kamu tapi berpikiran bahwa kita bisa kayak gini tuh samar-samar. Makasih, Ien. Malam ini sangat mengesankan.”

Perkataan Henry itu membuat Fifien yang hanya fokus menatap ke depan menoleh, memperhatikan Henry yang fokus menatap kedua kakinya.

Fifien merasakan ketulusan dalam setiap kata itu. Bagaimana bisa Fifien tahu bahwa itu tulus? Tentu saja karena mengenai hatinya dan membuatnya bergetar.

“Lo–” Fifien berdehem pelan. “—lo nggak perlu bilang makasih. Gua cuma lagi bosen aja dan mumpung gua juga lagi ada waktu kosong jadi ya nggak ada salahnya menerima ajakan lo.”

Henry tersenyum kecil. “Meski pun begitu aku tetep makasih sama kamu, Ien.”

Fifien memandangi sisi wajah Henry sebelum kemudian pria itu menoleh dan menatapnya. Keduanya telah berhenti berjalan dan berdiri berhadapan.

“Kenapa, Hen?”

Henry mengernyit. “Apa?”

“Gua nggak pernah gubris kehadiran lo. Gua kasar banget, tapi kenapa lo masih tetep mau bertahan dan terus ngejer gua? Cewek di sekeliling lo itu banyak, gua tahu itu tapi kenapa malah gua?”

Tak sama sekali gadis itu mengalihkan pandangannya dari Henry. Ia menatap netra pria itu dengan lekat. Mencari sesuatu di sana. Entah apa itu.

“Karna itu kamu.”

“Hah?”

“Sejujurnya aku pun nggak tahu alasannya apa untuk pertanyaan kamu itu karna yang kemudian aku sadari aku udah jatuh sama kamu, karna ya itu kamu. Fifien. Lagipula, perasaan karna alasan bisa saja kadaluwarsa, ya tanpa alasan juga mungkin bisa kadaluwarsa tapi di setiap sisi, setiap saat rasa itu melihat hal yang berbeda dan akan selalu jatuh pada hal yang sama tanpa alasan.”

Fifien dibuat tak bisa berkata-kata dengan jawaban Henry. Jawaban yang sungguh, eum, tidak disangkanya. Tapi tidak dipungkiri, jawaban seperti itulah yang ingin didengar sebagian besar orang, mungkin juga Fifien.

“Lagipula perjuanganku tidak sia-sia. Buktinya sekarang aku lagi sama kamu, bersama dan tenang.”

Fifien tak kuasa menundukkan kepalanya. Ia membasahi tenggorokannya dengan saliva. Sebelum kembali menatap Henry.

“Hen. Lo keren. Makasih.”

Henry tertawa kecil akan perkataan Fifien barusan. “Keren? Aku?”

Fifien mengangguk mantap. “Makan di mana kita?”

How Heart Works [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang