27. How Heart Works [END]

398 26 1
                                    

Kedua langkah kakinya mengayun cepat menuju lobi. Tadinya ia baru saja selesai makan siang. Sebelum panggilan mendadak membuatnya harus menunda makannya dan segera memenuhi tanggung jawab.

Begitu masuk dalam mobil van, ia memeriksa barang-barang yang dibutuhkan.

“Gila. Gue lagi makan, langsung ditelfon. Mana baru sesuap yang ketelen,” ujarnya begitu berada di dalam mobil van.

Seorang wanita dan seorang pria yang menyetir tertawa pelan.

“Lo kata gue enggak?! Baru bayar makanan harus gue tinggal. Sedih amat. Duit gue,” kata pria yang menyetir itu.

“Untungnya sih gue udah makan ya, jadi aman. Di sela-sela waktu kosong selama nggak ada rapat dan kerjaan penting, sempatkan waktu untuk makan. Itu yang gue pelajari.” Kini si wanita yang berbicara.

Fifien gadis itu berdecak pelan. “Sama aja. Pekerjaan kita nih nggak nentu. Mau sekosong apa pun, nggak bener-bener kosong.”

Rendra, salah seorang rekannya yang bertugas menyetir mobil itu ikut menanggapi. “Namanya udah resiko kerjaan, Fien. Mau gimana lagi.”

“Infonya gimana? Polisi udah di TKP? Petugas medis juga?” Fifien bertanya.

Yola mengangguk. Ia membaca informasi singkat yang didapatnya dari grup dan beberapa artikel yang sudah terbit. “Belum tahu ada berapa banyak korban. Cuma dipastikan ledakannya cukup besar.”

“Kita berharap yang terbaik aja,” ujar Fifien yang diangguki kedua rekan kerjanya.

Ketiga orang tersebut pun diam sepanjang perjalanan. Namun tak lama kemudian ponsel yang disimpan Fifien di saku celananya bergetar. Ia tersenyum kecil melihatnya.

“Halo, Mas.” Fifien berbicara dengan pelan. Takut menganggu Yola dan Rendra.

“Halo. Sayang, aku liat berita barusan. Kamu turun liputan?” Suaranya menyapa indra pendengaran Fifien.

“Iya, Mas. Mas, di mana? Udah di hotel?”

“Iya, aku udah di hotel. Tiga jam lagi baru lanjutin penerbangan. Kamu hati-hati ya, Sayang, liputannya. Berdoa minta perlindungan juga jangan lupa.”

Fifien tersenyum. Perhatian-perhatian kecilnya tidak pernah hilang. Kepeduliannya pun begitu. Padahal mereka sudah menikah hampir dua tahun.

“Mas, juga hati-hati. Udah makan ‘kan, Mas?”

“Udah. Aku udah makan. Kamu juga sempetin makan ya, kalo nggak sempet sediain cemilan. Ada ‘kan?”

“Ada kok, Mas, di tas.”

“Ya udah kalo gitu. Hati-hati ya. Kabari aku ya kalo udah kelar liputan.”

“Siap, Kapten. Hati-hati ya. Pengingat nomer satu apa, Mas?”

“Inget, mata Tuhan di mana-mana jadi nggak boleh nakal.”

“Pinter. Ya udah. Nanti aku hubungi kamu. Istirahat ya, nggak usah keluyuran.”

“Iya, Sayangku. Bye. Love you.”

Love you too. Bye.”

Panggilan pun berakhir yang langsung disambut ledekan dari kedua rekan kerjanya.

“Ciee.. Manis banget sih.” Rendra tak melewatkan kesempatan untuk menggoda juniornya itu.

Fifien tertawa pelan. “Apa sih, Bang.”

“Mesra banget ya kalian. Maklum deh, pengantin baru.” Yola tak ketinggalan ikut meledek.

“Pengantin baru apaan. Udah mau dua tahun juga,” sanggah Fifien.

How Heart Works [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang