Sebuah mobil sedan hitam mengkilat sudah menunggu mereka di bandara Soekarno Hatta, Banten. Pengemudinya, seorang lelaki separuh baya tampak bergegas menyambut kedatangan Wisnu dan Viona.
"Selamat datang Pak Wisnu, Bu ...," sapanya ramah.
Wisnu mengangguk sekilas.
"Terima kasih Andi. Ini Bu Viona. Bisa tolong bawakan koper Bu Viona? Masukkan ke bagasi ya, Andi."
"Baik, Pak."
Lelaki bernama Andi itu segera meraih koper Viona dan koper lebih kecil dari tangan Wisnu. Ia memasukkannya ke bagasi mobil.
Wisnu meraih tangan Viona, membimbingnya masuk ke kursi penumpang di belakang supir lalu berjalan memutar dan duduk di sebelah kiri Viona.
Perlahan mobil mulai meluncur mulus meninggalkan terminal kedatangan.
Wisnu menatap Viona.
"Wellcome back to Jakarta," ucapnya tersenyum lembut. Tangan Wisnu menyentuh tangan Viona yang terlipat rapi di atas pangkuan.
"Terima kasih, Mas." Viona balas tersenyum sekilas.
Ia bergidik, sentuhan ringan tangan Wisnu membuat debar tak beraturan di dadanya. Diliriknya Wisnu sekilas lalu dialihkannya pandangan kembali menekuri jalanan yang cukup lengang di hadapan mereka.
"Kuharap kamu bisa betah di rumahku, Vi." Wisnu bergumam pelan sambil menyalakan telepon genggamnya. Ditekannya nomor kontak rumah hingga terdengar nada tunggu.
"Halo Bik, kami sudah di jalan pulang sekarang. Angela sedang ngapain?" Terdengar samar jawaban dari telepon genggam Wisnu.
"Anak pintar," sahut Wisnu tertawa kecil, "sebentar lagi kami sampai, Bik."
Terdengar lagi jawaban samar dari telepon, Wisnu kembali tertawa.
"Iya, Bik. Sampai bertemu."
"Itu tadi Bik Inah?" tanya Viona ingin tahu.
Wisnu mengangguk, menyimpan telepon genggamnya ke saku celana panjang.
"Iya. Katanya Angela baru selesai makan, bajunya berlepotan makanan. Bik Inah akan segera memandikan Angela biar bersih saat bertemu kita."
"Oo ...."
"Angela kadang keras kepala, ingin makan sendiri. Hasilnya selalu berlepotan." Wisnu tertawa geli. "Kadang sampai rambutnya ikut kena makanan. Hahaha ...."
Tawa Wisnu menular, Viona ikut tersenyum lebar.
"Aku jadi tak sabar, ingin segera bertemu dengannya."
Wisnu menoleh, memandang Viona.
"Sebentar lagi kamu akan melihatnya, Vi. Tak lama lagi."
Viona mengangguk. Matanya menangkap tulisan pada plang rambu lalu lintas. "Mas, kita nggak ke Ecclesia? Kenapa jalan kita ini lain arahnya?" tanya Viona bingung.
Wisnu menggeleng.
"Rumah di Ecclesia sudah kujual tahun lalu, tak lama setelah Aini pergi. Sekarang aku tinggal di Cinere."
Viona menatap Wisnu bingung, setahunya mereka sudah lama sekali tinggal di Ecclesia. Kenapa kini dijual?
"Kenapa dijual, Mas? Rumah itu indah," celetuk Viona tak sanggup menahan diri.
Wisnu seketika tampak tercenung, tatapannya jauh ke depan.
"Rumah itu penuh dengan kenangan Aini, Vi. Aku nggak sanggup menghadapinya," ucap Wisnu menarik nafas dalam, "Lagian rumah itu nggak ramah bagi anak kecil, modelnya Victorian flat yang kaku. Rumahku yang sekarang ini lebih leluasa, halamannya luas dan ada kebun kecil di belakang rumah. Kamu akan menyukainya, Vi."
KAMU SEDANG MEMBACA
MEANT TO BE [TAMAT]
Roman d'amourTiba-tiba Aini berdiri, matanya yang basah membelalak. "Kau akan meminjamkan rahimmu Vi? Ya Tuhan ... Ya Tuhan ... terima kasih Viona, kau memang baik sekali." Dipeluknya Viona erat. Viona terperanjat, apa yang telah diucapkannya? Tidak, tidak mung...