Viona berbaring dengan mata nyalang. Ia sulit tidur malam ini. Segala posisi tidur sudah dicobanya, tetapi matanya menolak untuk terpejam. Viona menghela nafas kasar. Ia menyibak selimut dan bangkit menyampirkan jubah tidur di bahunya.
Dibukanya pintu menuju balkon dan berjalan keluar.
Viona menarik nafas dalam-dalam, udara malam terasa sejuk di kulitnya. Ia memuaskan mata menikmati pemandangan malam. Selama dua minggu tinggal di rumah Wisnu, baru sekali ini ia menginjakkan kaki di balkonnya.
Kamar tidur Viona menghadap ke taman depan rumah. Tampak bayangan gelap rumpun bunga-bunga yang diterangi temaram lampu taman. Dari bawah, terdengar gemericik suara air terjun artifisial di kolam ikan koi. Viona mengarahkan pandangannya ke langit. Banyak sekali bintang kecil-kecil, berkerlip indah cemerlang layaknya berlian yang baru di asah. Langit tampak bersih tanpa bulan.
Viona merapatkan jubah tidur dan duduk di kursi rotan yang tersedia di balkon.
Pertemuan dengan Chelsy tadi sore membangkitkan kembali kenangan lama. Seperti sebuah kaleidoskop yang terus berputar di benaknya. Viona mendesah.
Viona masih ingat, kala mengantarkan surat lamaran ke Perusahaan W&B Technology. Saat itu ia sudah hampir putus asa. Ia baru lulus dari Akademi Akutansi dan masih indekos di Depok. Uang tabungannya sudah mulai menipis dan ia tidak berani meminta lagi pada orang tuanya. Karena Viona takut ayah akan memaksanya pulang ke kampung halaman dan menikahkannya dengan pemuda pilihan ayah.
Viona sudah mengajukan lamaran kerja ke banyak perusahaan. Namun belum ada hasilnya.
Saat Viona melamar ke perusahaan W&B Technology, ia bertemu dengan seorang satpam di pintu masuk. Viona diantarnya menghadap HRD (Human Resources Development), seorang pria berwajah serius. Pada meja tertulis namanya Gani Furigo, S.Psi.
Gani menjabat tangan Viona dan tersenyum sabar.
"Begini Mbak Viona, kebetulan perusahaan kami sedang tidak membutuhkan tenaga dengan kompetensi di bidang Akutansi. Pegawai kami sudah cukup untuk itu." Gani menjelaskan setelah membaca berkas yang diserahkan Viona.
Viona merasa sedih. "Saya bisa mengerjakan banyak hal, Pak. Tidak harus akutansi. Saya cepat belajar, Pak. Mohon pertimbangan bila ada lowongan di bagian yang lain, Pak." Viona sudah bertekad, ia bersedia bahkan bila itu pekerjaan kebersihan.
Gani menatapnya sejurus. "Kami sedang membutuhkan seorang resepsionis. Kalau Mbak Viona bersedia, kami akan memberikan satu bulan percobaan. Jika sesuai, akan kami pertimbangkan untuk diangkat menjadi karyawan tetap. Bagaimana?"
Viona mengangguk cepat. Dia tidak menyia-nyiakan, kesempatan yang mengubah jalan hidupnya.
Viona mendesah mengingat kenangan itu. Ia meluruskan kakinya ke lantai yang dingin.
Pertama kali ia bertemu dengan Brama Aditya di emperan kantor, hari Jumat sore. Ia ingat betul, saat itu Bram duduk sendiri sambil mengais-ngais tanah dengan sebatang lidi. Ia berpakaian sangat belel. Viona yang sedang melintas hendak pulang, melihatnya dan merasa iba.
"Maaf, Mas, sedang mencari pekerjaan ya?" Viona menegurnya ramah.
Bram menoleh tidak peduli, ia terus mengais.
"Kalau Mas memang sangat membutuhkan, aku bisa membantu bicara dengan pemilik perusahaan ini. Paling nggak, Mas bisa bekerja di bagian kebersihan. Bagaimana, mas?"
Viona tertawa mengingatnya. Bagaimana bisa ia menawarkan pekerjaan seperti itu kepada pemilik kedua dari W&B Technology? Tapi saat itu, ia tidak memiliki gambaran sama sekali siapa Bram.
Tetapi Bram mendengarnya. "Kau kenal dengan pemiliknya?" tanyanya heran.
Viona menggeleng. "Enggak sih. Tapi petugas di bagian HRD nya baik, Mas. Aku juga baru dua bulan kerja di sini. Tadinya nggak ada lowongan untukku, tapi mereka mau memberiku kesempatan. Sekarang aku pegawai tetap di sini," tutur Viona sambil berjongkok di sebelah Bram.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEANT TO BE [TAMAT]
Lãng mạnTiba-tiba Aini berdiri, matanya yang basah membelalak. "Kau akan meminjamkan rahimmu Vi? Ya Tuhan ... Ya Tuhan ... terima kasih Viona, kau memang baik sekali." Dipeluknya Viona erat. Viona terperanjat, apa yang telah diucapkannya? Tidak, tidak mung...