TERGODA

1.6K 92 0
                                    

Viona menelan sisa nasinya dan meletakkan sendok.

"Ini Bik Inah, ayo ditambah lagi empal-nya," ujarnya menyodorkan mangkok.

"Saya sudah kenyang, Bu. Enggak muat lagi," jawab Bik Inah menggeleng.

Viona menggeser piring ke samping, ia kehilangan selera makan. Dipilihnya jeruk dari keranjang buah dan mulai mengupas.

"Saya tidak biasa makan banyak, Bu." Bik Inah tersenyum. Ia berdiri dan mengumpulkan piring kotor.

"Sebentar lagi lah, Bik. Ayo duduk, makan jeruk dulu."

Bik Inah mengangguk dan kembali duduk. Ia mengambil sebuah jeruk dari keranjang buah.

"Saya suka makan bersama begini, Bik. Kenapa Bik Inah nggak pernah mau makan bersama saya dan Mas Wisnu?" tanya Viona santai.

Bik Inah melongo. "Saya ini cuma pembantu, Bu. Pamali makan satu meja dengan majikan."

Viona tersenyum. "Saya juga cuma pengasuh, berarti pamali dong?"

"Bu Viona beda. Kalau saya ini memang sudah jadi pembantu dari kecil, Bu."

Viona melirik Bik Inah. Ia telah mendengar banyak kisah hidup perempuan tua itu.

"Tapi, saya suka ditemani Bik Inah," ucap Viona tulus.

Bik Inah tampak terharu, bibirnya bergetar. "Saya juga, Bu," ucapnya setuju.

Viona berdeham. "Mas Wisnu pergi kemana katanya, Bik?" Viona berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Saya tidak tahu, Bu. Tadi setelah pulang dari berenang, nggak lama kemudian Pak Wisnu pergi," jawab Bik Inah, "Bapak tidak ada bilang apa-apa ke saya, Bu."

Viona memonyongkan bibirnya. "Saya kira hari ini Pak Wisnu libur. Tadi pagi katanya begitu," tukas Viona.

Bik Inah menghela nafas. "Pak Wisnu memang sibuk, Bu. Kerja terus. Enggak ada liburnya."

"Ya, sudahlah. Ayo kita bereskan mejanya Bik, biar bisa beristirahat." Viona menghabiskan jeruknya dan berdiri. 

Ia mengangkat piring yang sudah dikumpulkan Bik Inah dan membawanya ke washtafel. Bik Inah menyusul sambil membawa sisa peralatan makan yang kotor.

Viona tidak pernah memiliki pembantu. Sewaktu menikah dengan Bram, ia mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sendiri. Karena itu, ia tidak sanggup membiarkan Bik Inah yang sudah tua mengerjakan segala sesuatu untuknya. Ia merasa sungkan dengan orang tua itu.

Ia senang membantu Bik Inah, mereka biasanya bekerja bersama sambil mengobrol. Bik Inah lah yang telah mengurus Viona selama ia hamil. Karena itu Viona sangat menyayanginya.

"Kadang Bu, saya merasa wajah Neng Angela semakin lama semakin mirip dengan wajah Bu Viona," tutur Bik Inah tiba-tiba, sambil menyabuni piring.

Viona yang sedang mengeringkan gelas, terkejut. Ia terdiam sejurus lalu berdeham. "Mungkin karena rambut kami sama-sama ikal dan panjang, Bik," ujarnya kalem.

"Karena Mas Wisnu juga pernah bilang begitu. Katanya karena saya ini ibu pengganti," tambah Viona lagi.

Bik Inah membalikkan tubuhnya, lama ia memandang Viona seolah menimbang-nimbang. Akhirnya ia mengangkat bahu. "Mungkin memang begitu, Bu," celetuknya setuju.

Mereka menyelesaikan pekerjaan itu dan beranjak ke ruang keluarga.

"Bik Inah mau menonton televisi?" tanya Viona saat melihatnya mengambil remote dari atas meja.

"Iya, Bu. Malam ini ada final lomba menyanyi," jawab Bik Inah.

Viona mengangguk. "Saya ke kamar duluan ya, Bik. Hari ini sangat melelahkan."

MEANT TO BE  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang