Viona duduk bersandar di atas tempat tidur, punggungnya ditopang dengan tumpukan bantal.
"Aku bisa makan sendiri, Mas," ujarnya mendebat Wisnu.
"Iya, aku percaya. Tapi akan lebih aman kalau disuapi. Tangan kamu masih kelihatan sakit begitu kok," balas Wisnu sambil membuka plastik penutup makan malam Viona.
Viona hanya mendesah pasrah. Ia melayangkan pandangan ke sekeliling ruangan VIP itu.
Tadi siang, ia dipindahkan ke ruangan ini menggunakan kursi roda. Viona merasa malu saat kursinya didorong oleh Wisnu. Ia hendak berdiri dan berjalan sendiri namun ditolak Wisnu. Viona harus mengakui badannya memang masih terasa sedikit lemas. Setelah tiba di ruangan, Viona segera dipindahkan ke tempat tidur.
Ruangan itu luas dan bersih. Terdapat satu buah kursi tamu, sebuah sofa bed, televisi LCD 32 inchi dan tampak kulkas mini di sebelah wastafel di sudut kamar. Di atas meja pasien diletakkan satu keranjang buah-buahan segar. Viona satu-satunya pasien di ruangan itu.
Ia berganti pakaian menggunakan piyama pasien. Infusnya telah dilepas. Ia merasa lelah dan kembali tertidur.
Saat ia bangun, Wisnu sudah duduk di samping tempat tidurnya dengan nampan makan malam.
"Ayo buka mulutnya," ucap Wisnu mengangkat sendok ke bibir Viona.
Viona akhirnya mengalah, ia mulai makan. Bibirnya sedikit terasa perih karena luka gores. Ia meringis pelan.
"Tadi aku pulang ke rumah sebentar sewaktu kamu tidur. Bik Inah titip salam untukmu," ujar Wisnu sambil terus menyuapi.
"Aku juga membawa pakaian ganti untukmu pulang," tambah Wisnu lagi.
Viona mengangguk. Diliriknya pria itu. Viona baru sadar kalau Wisnu tidak lagi menggunakan pakaian kerjanya tadi pagi, tapi sweater biru tua dengan jeans.
"Aku sudah kenyang, Mas," tolak Viona setelah menghabiskan separuh makanannya.
"Tanggung, sedikit lagi," bujuk Wisnu.
Viona menggeleng keras kepala.
Akhirnya Wisnu menyingkirkan nampan itu ke sudut ruangan.
"Mau aku kupaskan jeruk?" tawarnya.
Viona mengangguk.
Wisnu memilih sebuah jeruk dari atas meja dan kembali duduk di samping Viona.
Ia mulai mengupas dan memberikannya kepada Viona.
"Mas Wisnu makan malam saja dulu. Biar aku yang ngupas," ujar Viona. Ia benar-benar merasa tidak enak hati dilayani seperti itu.
"Aku sudah makan sewaktu kamu tidur tadi," sahut Wisnu bergeming.
Ia memandang Viona. "Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanyanya.
"Sudah mendingan, Mas. Sakit kepalanya sudah berkurang, tinggal pegal-pegal saja."
Wisnu mengangguk. "Kamu ingat kejadiannya?"
"Tentu saja. Aku hendak membeli margarin karena sudah habis. Aku sedang berdiri di pinggir jalan, mau menyeberang ke mini market. Tiba-tiba datang mobil sedan berwarna merah mengebut. Aku tertabrak dan jatuh. Lalu aku nggak ingat apa-apa lagi, Mas. Tahu-tahu sudah di rumah sakit," kenang Viona.
"Kamu pingsan. Satpam mini market itu yang membawamu kemari dibantu warga," jelas Wisnu.
Viona terdiam. "Maafkan aku, Mas," lirihnya menyesal.
Wisnu menatap Viona. "Untuk apa?"
"Aku sudah merepotkanmu dan semua orang," ucap Viona pelan, suaranya bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEANT TO BE [TAMAT]
RomanceTiba-tiba Aini berdiri, matanya yang basah membelalak. "Kau akan meminjamkan rahimmu Vi? Ya Tuhan ... Ya Tuhan ... terima kasih Viona, kau memang baik sekali." Dipeluknya Viona erat. Viona terperanjat, apa yang telah diucapkannya? Tidak, tidak mung...