06 : Bingung ✔

22.7K 2.7K 185
                                    

06 ; Bingung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

06 ; Bingung

Seharian ini Rafa benar-benar merasa tidak fokus untuk berjualan koran setelah pembicaraan di mansion milik pria itu. Kata-kata yang Alan lontarkan membuatnya bingung dan frustasi.

Ingatannya kembali pada beberapa jam sebelum Rafa pulang dari mansion megah itu.

Pandangan Marko beralih pada Alan yang juga menatap dirinya, "Alan ... kamu mau punya adik?"

"Papa tanya Alan?" Alan menunjuk dirinya dengan wajah bingung.

Melihat wajah tegas sang ayah membuat Alan dengan cepat buka suara, "Alan sih mau aja, tapi ada syaratnya."

Marko mendengus sinis mendengar ucapan putra bungsunya, "Apa syaratnya?"

Alan menunjukan senyum misteriusnya dan memandang mereka satu persatu, termasuk Rafa yang sedari tadi menyimak obrolan keluarga tersebut.

"Syaratnya, yang harus jadi adik Alan adalah ... Rafa!" ucap Alan dengan suara keras sambil menunjuk Rafa.

Semua yang berada di meja makan menatap Alan dengan ekspresi yang sama.

"Karena, Alan ngga mau punya mama tiri, Rafa kan udah ngga punya mama," lanjutnya dengan santai.

Pandangan Marko teralihkan pada Rafa yang tengah mematung mendengar ucapan Alan, "Kamu mau?" tanya Marko to the point.

"Mau apa?" tanya Rafa sangat pelan.

"Menjadi anak saya dan adik untuk Alan,"

Hening.

"Rafa perlu berpikir dulu, lagi pula kalian baru bertemu Rafa sekali," ucap Rafa seakan mengatakan bahwa mereka hanya orang asing.

Yah begitulah percakapan singkat yang mampu membuat Rafa kehilangan fokus berjualannya.

Rafa menghela nafas. "Hah, kenapa ya, kak Alan ngomong gitu?"

Rafa sekarang tengah duduk di kursi taman yang biasa dia singgahi ketika merasa lelah setelah berjualan.

Setelah pembicaraan tadi pagi, Rafa meminta untuk di antarkan ke tempat dia mengambil koran untuk di jual.
Tak di sangka, bukannya kembali untuk berjualan koran, Rafa malah terus memikirkan perkataan Marko dan Alan yang seakan menginginkan nya sebagai anggota keluarga.

Harus kah Rafa senang?

Senang karena ada seseorang yang dengan baik hati ingin merawatnya dan menjadikannya keluarga.

Jika saja Rafa hanya memikirkan kebahagian nya tanpa peduli dengan orang lain, mungkin Rafa sudah mengiyakan tawaran dari Marko, namun alih-alih menerima Rafa malah menolak nya dengan halus. Rafa takut jika dia menerima tawaran Marko, salah satu anak dari pria itu tidak terima dengan kedatangan nya dan terjadi perang dingin antar keluarga.

Rafa sebenarnya sangat ingin memiliki keluarga lengkap seperti keluarga Anri, Anri itu bocah 10 tahun yang berjualan asongan di wilayah yang sama dengan Rafa.

"Woi, Rafa, kemana aja lo?" panggil Guntur sembari duduk di samping Rafa yang sedari tadi melamun.

"Eh? Loh, Bang Guntur kok di sini?" tanya Rafa dengan wajah polosnya.

"Biasa dari bengkel, terus iseng ke taman, dan liat lo lagi ngelamun gak jelas."

"Rafa ngga ngelamun bang," Rafa menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sama sekali.

"Hm, kemarin lo kemana? gue tungguin di warung Mang Jojo, lo nya gak dateng-dateng," gerutu Guntur dengan kesal, kemarin itu dia sudah berbaik hati ingin mentraktir Rafa nasi goreng, namun anak itu tidak datang sampai Ia bosan untuk menunggu.

"Maaf ya bang, Rafa kemarin ada urusan." Rafa meminta maaf dengan rasa bersalah di hatinya.

Guntur mengibaskan tangannya pelan. "Santai aja Raf, nanti malem lo lewat warung Mang Jojo, gak?" tanya Guntur.

"Emm, kayaknya lewat sih," ucap Rafa tidak yakin.

"Gue tunggu di warung jam 9 malem, oke?" Guntur berdiri di hadapan Rafa yang tengah duduk di kursi taman.

"Mau ngapain?"

Rafa mendongak menatap wajah tampan dengan kulit tan di hadapannya, jujur saja wajah Guntur ini memang tampan tapi juga sangar.

Pemuda 19 tahun itu hanya memiliki ijazah SMP, karena sewaktu Guntur kelas 2 SMA dia keluarkan dari sekolah karena sering berkelahi ataupun bolos. Di dukung rasa malas untuk sekolah, akhirnya pemuda itu memilih berhenti bersekolah dan bekerja serabutan.

"Datang aja, lo gak akan nyesel kok." Guntur berdiri sambil menepuk pundak kecil Rafa.

Rafa menatap punggung Guntur yang perlahan mengecil.

"Hah, kenapa Rafa malah mikirin hal gak penting, harusnya Rafa fokus jualan."

Dengan terburu-buru Rafa merapihkan koran yang dia simpan di samping tubuh nya, remaja kecil itu mulai meninggalkan taman untuk kembali berjualan koran.


- To be continued -

Jangan lupa vote dan komen!

RAFANO ZAYAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang