"Bila ingin mendapatkan sesuatu, belajarlah dengan memberi sesuatu."
•••
• RAFANO ZAYAN •
Sementara di tempat lain dengan waktu yang sama, seorang pria berpakaian kasual berdiri di depan sebuah gedung perusahaan, pria itu berdiri diantara banyaknya pria berpakaian hitam yang masing-masing membawa tongkat baseboll.
Pria inilah yang tengah merusuh di perusahaan milik Marko.
Dua minggu lalu dia, Marko dan beberapa petinggi perusahaan lain saling memperebutkan proyek besar dari perusahaan yang cukup terkenal dan yah Marko lah pemenangnya.
Beberapa petinggi yang hadir disana tentu kecewa karena bukan mereka yang memenangkan proyek tersebut. Namun, mereka juga cukup sadar diri tidak seperti pria ini yang tidak terima dan ingin membuat kekacauan di perusahaan Marko.
Gibran Januarta.
Pria berusia 40an tahun itu sudah menjadi musuh Marko sejak mereka SMA. Gibran tidak ingin kalah dari Marko sejak masa sekolah sampai sekarang, pria itu selalu saja membuat keributan setiap kali Marko lebih unggul darinya.
Gibran merasa selalu tersaingi.
Maka dari itu dia membawa hampir seluruh bodyguardnya untuk membuat keributan di perusahaan Marko.
Sebagian pria berpakaian hitam itu mulai menghancurkan tanaman yang berada di area parkir perusahaan, kendaraan para karyawan bahkan tidak luput dari pukulan tongkat baseball yang berada di tangan mereka.
Bruk!
Bruk!
Bugh!
"Hancurkan semuanya."
Setelah mendengar perintah barusan para pria itu semakin brutal untuk menghancurkan semua yang terlihat di depan matanya.
Sebagian pegawai berdatangan setelah mendengar keributan, para wanita seketika histeris melihat area parkir yang sudah hancur beserta isinya sedangkan pegawai pria tampak menahan emosi namun takut untuk melawan.
"Kenapa dia datang lagi?"
"Dia menghancurkan mobil ku!"
"Tolong hentikan mereka!"
"Akhh mobil ku!"
"Cepat panggil Pak Marko!"
Seseorang yang di teriaki itu berlari masuk ke dalam gedung lalu menaiki lift menuju ruangan Marko.
Sedangkan di kantin, remaja laki-laki itu tampak kebingungan dengan suasana di sekitarnya.
"Ada apa?"
"Kenapa mereka berlarian?"
Rafa yang masih duduk di kursi kantin hanya mampu menatap mereka yang terus mundar-mandir dengan bingung.
Setelah berpikir cepat akhirnya Rafa memilih kembali berjalan ke arah dia datang tadi. Rafa terus berjalan lurus, dia berharap bisa menemukan lift yang akan membawanya kembali ke ruangan Marko.
Bukannya sampai ke ruangan Marko, Rafa malah nyasar entah kemana, dia tampak celingukan mencari lift namun tak kunjung menemukan kotak besi tersebut.
"Ini dimana?" Rafa memutar pandangannya menatap sekeliling yang sepi dan hanya ada beberapa pria berpakaian hitam yang tengah memegang tongkat baseboll.
Beberapa pria berpakaian hitam itu saling berbisik sambil curi-curi pandang ke arah Rafa.
"Bukankah dia yang di bicarakan mereka?"
"Benar. Bocah itu yang dibawa Marko."
"Ada hubungan apa dia dengan Marko?"
"Tidak tahu, kita bawa saja siapa tahu dia berguna."
"Oh, ide bagus."
Kedua pria itu mulai berjalan menghampiri Rafa yang masih kebingungan.
"Kau tampak kebingungan, butuh bantuan?" ucap pria yang memakai anting hitam.
Rafa berjalan mundur saat kedua pria di hadapannya mendekat. "Ah? Om siapa?" tanya Rafa.
Kedua pria tersebut saling tatap kebingungan. "Kami pegawai," bohongnya.
"Benar, kami pegawai disini."
Rafa memicingkan mata bulatnya menatap mereka curiga, haruskah dia percaya?
"Rafa mau ke ruangan Papa," ujar Rafa.
"Siapa nama Papa kamu?"
"Papa Marko."
Si pria yang terus bertanya itu tersenyum lebar, dia seakan menemukan sebuah berlian di tumpukan sampah.
Kembali lagi ke tempat kerusuhan di depan gedung, ternyata Marko sudah berada disana dengan beberapa petugas keamanan yang di bawanya.
"Hentikan mereka."
"Baik, Tuan."
Setengah jam berlalu, keadaan mulai kondusif kembali.
Marko berjalan tegas sambil membuka dasi yang terasa mencekiknya. Aura kepemimpinannya menguar sampai membuat para pegawai pria hanya menunduk saat Marko melewati mereka.
"Hah, benar-benar pengacau."
Setelah sampai diruangannya, Marko menyandarkan tubuh besarnya di kursi. Dia seperti melupakan sesuatu namun tidak tahu apa yang sudah dia lupakan.
Marko meraih telepon genggam yang berada di meja kerjanya lalu mulai menghubungi seseorang yang bekerja di bagian dapur.
"Buatkan aku minum," ucap Marko.
Lima menit kemudian seorang office girl masuk ke dalam ruangan Marko dengan membawa satu nampan.
Tanpa diperintah wanita itu segera menaruh gelas kaca tersebut di atas meja atasannya.
Marko menatap gelas di tangannya, beberapa detik hanya memandangi kopi tersebut sampai akhirnya mata tajam itu melebar, sekarang Marko ingat apa yang sudah Ia lupakan.
"Dimana Rafa?"
To Be Continued
Jangan sider ya guys!
Yuk komen yang banyak lagi wkwk
Oh iya, buat kalian yang gamau ketinggalan info mending follow akun cappi sekarang deh
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFANO ZAYAN
Short Story[ Brothership ] Dia Rafa. Remaja 13 tahun yang hidup di jalanan. Rafa hidup sebatang kara selama 13 tahun, kesehariannya adalah berjualan koran untuk memenuhi kebutuhan hidup. Suatu hari ketika Rafa berjualan koran di jalan, seorang pria kaya tampa...