4. Bersamanya

10 1 0
                                    

"Jangan pulang dulu," pinta Rey tiba-tiba.

Retta yang tengah membereskan buku-buku di atas meja menoleh. Mereka berdua sudah selesai dengan tugas kelompok. Retta yang memang berniat langsung pulang ke rumah, ditahan oleh Rey. Laki-laki ini mau mengajaknya kemana?

"Ajak gue jalan-jalan. Gue pengen tau Bandung." Rey menjawab meskipun Retta tidak bertanya.

"Lo ga pernah ke Bandung?"

Rey menggeleng. "Selama ini, gue tinggal di Bali."

Pernyataan tersebut mampu membuat Retta menelan harapannya beberapa menit lalu. Atau bahkan beberapa hari lalu. Mungkin Rey  memang bukan teman lamanya.

"Yaudah ayo."

☁️☁️☁️

Rey kagum dengan apa yang ada di ruangan ini. Retta memilih mengajaknya ke sebuah museum seni. Letaknya agak jauh dari cafe yang mereka tempati untuk mengerjakan tugas tadi.

Mereka berdua berjalan beriringan. Melihat-lihat lukisan-lukisan yang sangat indah. Tak sedikit orang yang mengambil gambar. Mereka tidak ingin menyia-nyiakannya. Harus diabadikan!

Sambil berjalan, Rey meminum segelas es yang sempat ia beli di jalan. Retta sudah ia tawarkan. Tapi gadis itu menolak.

"Lo gamau foto?"

Retta menggeleng samar.

"Cewek biasanya suka minta foto kalo ketemu tempat bagus," Rey berujar. Dirinya merasa aneh dengan Retta yang hanya diam melihat-lihat, tidak ingin difoto.

"Gue bukan cewek biasanya," balas Retta pelan.

"Sorry ya, gue cuma bisa ajak lo kesini." ucap Retta kemudian menatap Rey tepat di mata. Sedangkan Rey hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Gue suka kok."

Retta tidak tau lagi harus membawa laki-laki ini jalan kemana. Jujur saja ia sedikit bingung saat Rey memintanya mencarikan tempat untuk refreshing. Karena sejatinya ia adalah-- ehm anak rumahan.

Kedua orang tuanya memang tidak melarangnya untuk keluar rumah. Hanya saja, jika ia keluar, ia mau kemana dan ngapain? Orang-orang jelas tau bahwa ia tidak punya teman. Sekalipun ia keluar itu pun hanya saat-saat genting sama seperti saat ini. Juga kadang ada dua tempat yang ia sering kunjungi di kala bosan di rumah. Salah satunya cafe tadi.

Mungkin terhitung hampir dua jam mereka jalan-jalan mengelilingi museum. Sampai tak terasa bahwa hari sudah hampir gelap. Sepanjang waktu itu lah mereka tidak banyak mengobrol. Mereka berdua adalah dua orang yang sama pendiamnya. Agak susah--- tidak, tapi sangat susah untuk menemukan topik pembicaraan.

"Makan, Ta?" Rey bertanya pada Retta.

Kini keduanya menyusuri pinggir jalan. Banyak pedagang kaki lima disini. Juga ada beberapa warteg. Udara malam sangat dingin. Membuat Rey memberikan jaketnya pada Retta.

"Masih kenyang gue," balas Retta.

Rey memandangi makanan-makanan serta minuman yang dijual. Ada sosis bakar, roti bakar, es krim, minuman boba dan masih banyak lagi.

"Bang beli," Rey berhenti pada penjual sosis bakar. Setelah menyebutkan mau berapa ia mengeluarkan uang di dompetnya untuk membayar.

Retta hanya diam di belakang Rey. Ia ikuti saja laki-laki ini. Sembari menunggu sosis Rey selesai dibakar ia pun melihat-lihat sekitar.

Gadis kuncir kuda itu berjalan menuju stan minuman. Tenggorokan nya terasa kering lama-lama.

Beberapa saat kemudian, Rey datang di sebelahnya dengan tangan yang sudah memegang sosis bakar. Harum menyeruak ke hidung kala sosis bakar itu hendak dimakan Rey.

LONELYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang