Rey benar-benar gila! Begitu pikir Retta. Ia tidak menyangka lelaki alis tebal itu sungguh mengikuti mobilnya di belakang. Bahkan sekarang, dengan tanpa alasan, Rey menyapa sopirnya. Dan entah mengapa Kang Udin justru mempersilakan Rey masuk ke rumah.
Tiga kali Rey ke tempat tinggal Retta, tapi baru kali ini ia mengetahui kondisi di dalamnya. Tampak lebih sepi dari kondisi di luar. Tak ada kehangatan sama sekali dalam rumah besar nan mewah ini.
"Non Retta sama siapa?" Seorang wanita tiba-tiba menghampiri kedua siswa berseragam putih abu-abu.
Rey secara sopan menunduk sembari menyalami tangan wanita tersebut. Bi Sari lantas dibuat terkejut oleh perlakuan pemuda di depannya.
"Saya teman Retta," kata Rey memperkenalkan diri.
Ada perpaduan antara tidak percaya dan terharu dari raut wajah Bi Sari ketika mendengar hal itu. "Wealah selamat ya, non!" Tetapi pandangan Bi Sari tiba-tiba tertarik ke arah bawah nonanya. "Kakinya kenapa ini astaga??" Bi Sari hampir saja berjongkok demi melihat jelas lutut Retta yang diplester, tapi Retta mencegahnya.
Rey yang mendengar pertanyaan barusan ikutan tertarik. Ia juga ingin tahu bagaimana Retta mendapat luka tersebut.
"Keserempet motor."
"Lah kok bisaa??" Bi Sari hampir lagi berjongkok. Tentunya si gadis masih mencegah. "Tapi gapapa kan, Non?" Wanita itu sudah kepalang khawatir.
Retta mengangguk. "Gapapa."
"Non Retta mau langsung siap-siap?" tanya Bi Sari begitu melihat Retta mengambil langkah menuju kamar di lantai atas.
"Iya."
Selepas kepergian Retta, Bi Sari kembali memandang Rey dari atas hingga bawah. Rey yang diperhatikan seperti itu merasa aneh.
"Jadi inget terakhir Non Retta punya teman waktu TK. Kasihan dia ditinggal sama temennya. Sampai sekarang ga ada kabar dimana itu temennya. Maklum sih, Non Retta selalu sedih, orang ditinggal tanpa kepastian gitu.." Bi Sari berkata panjang lebar.
"TK??" Rey bertanya sedikit terkejut.
Laki-laki alis tebal tiba-tiba terpikirkan akan suatu hal. Bila teman Retta waktu masih TK itu adalah temannya yang terakhir dan anak itu membuat Retta sampai sekarang tidak berteman dengan siapapun... bukan kah berarti dia orang spesial yang pernah dimaksud oleh Retta?
Masuk akal.
"Aden namanya siapa?" tanya Bi Sari membuyarkan lamunan si pemuda.
"Rey."
Deg.
Namanya sama seperti seseorang di masa lalu. Tentu saja Bi Sari ingat. Itu karena nonanya yang senantiasa membanggakan bocah laki-laki yang pernah menjadi temannya.
"Den Rey, saya minta tolong boleh, ya? Tolong jagain non Retta, jangan tinggalin dia lagi. Saya ga mau lihat dia sedih terus," pesan Bi Sari serius.
Rey mengernyit mendengar kata 'lagi' yang ada pada penggalan kalimat di perkataan wanita itu. Ia mencoba berpikir positif. Oh, mungkin jangan ninggalin Retta kayak yang dilakuin si orang spesial.
Rey mengangguk. "Pasti, Bi."
Bi Sari tersenyum. "Non Retta bentar lagi mau ke rumah sakit. Aden bisa temenin?" ujar Bi Sari.
"Siapa yang sakit?"
"Eh enggak, anu, Non Retta disuruh orang tuanya ngurusin keperluan di sana. Mereka pemilik rumah sakitnya," ujar Bi Sari memperjelas.
Rey ber-oh ria. "Iyaa Bi, bisa. Sekarang?
"Nanti aja. Den Rey pulang dulu terus nanti langsung ke rumah sakit pas sore," ucap Bi Sari yang diangguki Rey sebagai balasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONELY
RandomTentang kehilangan lalu mengikhlaskan. Namun seseorang datang untuk menggagalkan. ••• Kondisi keluarga yang terbilang tidak cukup baik membuat Aretta Valerie membutuhkan teman yang siap untuk mendukungnya. Hingga seseorang datang, menemaninya melewa...