8. Senandika

11 2 0
                                    

Larinya tak sebanding dengan pencuri handal yang larinya seperti cheetah. Tidak kehabisan akal, Retta pun membawa tas ranselnya ke depan, lalu ia lemparkan tepat mengenai kepala belakang sang pencuri.

Pencuri tersebut ambruk. Dompet berisi uang yang belum sempat untuk diresleting berhamburan keluar. Uang berlogam menggelinding. Retta menghampiri dan bergegas memungut uang-uang juga dompet.

"Kerja dong kalau mau dapet duit!"

Si pencuri hendak berdiri dari posisi tengkurap. Namun Retta dengan cepat meletakkan kakinya di atas punggung pria yang usianya jauh di atasnya. Persetan jika ia tidak sopan.

"Sialan lo bocil! Kembaliin uang gue!" ujarnya gusar.

Retta sudah memasukkan semua uangnya kembali ke dalam dompet. Tak lupa menutup resleting. "Uang lo? Ga salah denger gue? Hasil curian aja bangga. Yang halal dong." Kakinya ia turunkan dari atas punggung si pencuri.

Karena sudah tau apa yang akan dilakukan si pencuri setelah ia menjauhkan kakinya, Retta telah berjaga-jaga. Saat si pencuri hendak melayangkan pukulan, Retta lebih dulu menendang perutnya kencang. Membuat bokong si pencuri menghantam tanah.

Tidak mau menyiakan kesempatan, Retta langsung berlari begitu saja. Menjauhi gang sempit itu.

Untungnya si pencuri tidak mengejar. Mungkin takut apabila Retta melapor polisi. Padahal Retta sebenarnya tak ada kepikiran akan hal itu saking tegangnya.

Gadis berseragam SMA itu jongkok di dekat gang sekitar 10 meter. Kedua tangannya menutupi wajah. Retta berdeham, membuat gadis itu mendongak.

Melihat dompet motif luar angkasa miliknya, ia berjengit kaget sampai melompat berdiri. Retta ikut kaget. Ia mengulurkan dompet tersebut pada sang pemilik.

Sambil menerima, gadis itu bertanya, "Kok bisa ada di Teteh?"

Retta tidak berniat menjawab. Ia malah berjalan santai. Si gadis SMA mengikutinya di belakang. Berusaha menjajarkan langkah keduanya.

"Pasti Teteh, ya, yang cegat copetnya?" Retta hanya mengangguk. "Makasih banyak, Teh! Gue ga bisa bayangin gue bakal digebukin anak-anak sekampung," ucapnya dramatis.

Retta menoleh, "Lain kali hati-hati," ia berpesan.

"Siap! Btw ga diaduin polisi, copetnya? Jahat banget orang yang kayak gitu. Gelo. Sukurin kalau dia masuk sel!" Gadis itu terus saja berceloteh.

"Sorry, gue tadi langsung lari," sahut Retta.

"Eh... gapapa Teh! Kan enggak salah, hehe Teteh mau mampir minum dulu ga? Pasti capek nganuin manusia no have akhlak tadi." Tiap kata yang diucap gadis di hadapan Retta ini terdengar naik intonasinya. Bukan naik dalam artian membentak, tapi semangat.

"Gue langsung pulang aja. Ga bisa lama-lama."

"Kalau boleh tahu, Teteh saha namanya?"

"Retta."

"Makasih Teh Retta!"

☁️☁️☁️

Sepi, sunyi, dan senyap. Hidup Aretta Valerie dapat digambarkan dengan singkat oleh 3 kata tersebut.

Seperti ketika ia bangun setelah tidur sore tadi, hanya suara hujan yang ditangkap oleh telinganya. Jam besar di dinding menunjukkan pukul delapan malam.

Retta memilih untuk turun ke lantai satu. Ia ingin minum.

Seorang wanita duduk di sofa ruang keluarga sambil menatap ponselnya serius. Buru-buru Retta menghampiri mamanya dengan riang. Ia duduk di sebelah mamanya. Melirik sekilas layar ponsel yang dipegang.

LONELYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang