14. Garis Lengkung

4 0 0
                                    

Pagi ini terasa sangat berbeda bagi Aretta. Saat bangun tidur, ia langsung menarik garis lengkung ke atas sembari menghirup udara segar. Biasanya, ia langsung merasa gelisah bila setelah bangun harus dihadapkan dengan ekspektasi Dean juga Sonya. Namun untuk kali ini, Retta tidak ingin memikirkannya.

"Non pagi-pagi udah senyum aja, ada apa, nih?"

"Lagi seneng, Bi." jawab Retta masih tersenyum.

"Bibi ikut seneng kalo Non Retta seneng," ujar Bi Sari tersenyum lebar. "Pasti ini teh gara-gara Den Rey. Bener nih pasti, Bibi mah jago nebak!" simpul wanita itu tampak semangat.

Retta menganggukkan kepalanya malu-malu.

"Pasti seneng atuh lah, ketemu sama teman lama!"

Mendengar ungkapan barusan Retta dibuat tersedak oleh nasi yang ia kunyah. Apa Bi Sari mengira dia adalah teman masa kecilnya?

"Den Rey ternyata pergi kemana, Non? Dia kan suka langsung cerita ke Non Retta. Eh tapi yaa, ada yang beda tahu dari temannya Non." Nada Bi Sari yang semulanya menggebu entah mengapa berubah menjadi pelan di akhir kalimat.

Retta menunduk dalam. "Kayaknya bukan orang yang sama, Bi." ucapnya begitu lesu.

Bi Sari tampak keheranan. Mencoba mencerna apa yang terjadi. Ya, Retta sudah dihadapkan oleh beberapa fakta yang menyatakan secara halus bahwa ia harus berhenti mengharapkan Rey yang sekarang adalah teman kecilnya. Meski yang ia rasakan di dekat laki-laki itu selalu sama saat ia dengan si bocah laki-laki.

Retta telah menghabiskan makanan serta minumannya. Ia berdiri, meletakkan tas di satu pundak. "Aku berangkat, Bi."

"Eh... i-iya non," sahut bi Sari kemudian berusaha menjajari langkahnya dengan Retta menuju pintu depan.

Di tengah jalan, Bi Sari teringat sesuatu, yang membuatnya kembali melangkahkan kaki ke arah berlawanan. Ia mengambil sebuah kotak bekal yang sudah ia siapkan sejak tadi pagi.

"Retta ga usah bawa bekal," Retta berujar ketika disodorkan kotak bekal tersebut.

Bi Sari menggeleng pelan. "Bibi buatin bekal ini untuk Den Rey, Non. Niatnya mau bilang terima kasih karena udah balik lagi nemenin Non Retta. Tapi yaa---"

"Rey yang Retta kenal dulu udah lama menghilang, Bi." ujar Retta sebelum menerima kotak bekal.

"Non yang sabar ya. Bibi yakin Tuhan udah beri jalan yang terbaik untuk kalian berdua. Suatu saat kalian akan dipertemukan melalui jalan itu. Cuma perlu waktu aja kok." Bi Sari mengelus pundak Retta halus demi memenangkan.

"Pasti lama, ya? Soalnya jalan yang diberi buat kita belum didandanin pake lipstip, Bi. Rey pernah bilang gitu," timpal Retta berusaha melemparkan kata guyonan agar tak terlalu larut dalam kesedihan.

Bi Sari hanya tersenyum sebagai balasan. Wanita itu tahu, bahwa gadis di hadapannya sekarang, dulu atau mungkin ke depannya, selalu butuh seseorang yang memberi perhatian. Orang tua dari gadis rapuh ini tentu peduli pada anaknya. Namun cara yang diberi keduanya salah.

"Non Retta ayo berangkat sekarang," Kang Udin tiba-tiba datang dan segera membukakan pintu mobil untuk Retta.

Retta menoleh ke Bi Sari, melemparkan senyuman tulus. Ia baru menyadari bahwa wanita di hadapannya, telah memberikannya perhatian yang Retta butuhkan sejak dulu. Dirinya terlalu nafsu dengan perhatian dari Dean juga Sonya sehingga tak mengetahui ada orang lain yang siap memberinya hal itu.

"Makasih."

Kemudian kaki Retta melangkah masuk menuju mobil. Di dalam, ia melambai pada Bi Sari yang dibalas sama. Sungguh suasana yang berbeda.

LONELYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang