9. Rumah

6 0 0
                                    

Matahari menyelusup masuk melalui jendela kamar seorang pemuda jangkung yang baru saja menguap. Kini tangannya yang habis menutup mulut dipergunakan untuk menata rambutnya yang berantakan.

Rey melamun selama beberapa menit sebelum akhirnya melangkahkan kakinya ke kamar mandi.

Sekitar 10 menit Rey berdiri di bawah guyuran air hangat. Ia keluar dari kamar dengan seragam yang sudah rapi. Juga berbagai atribut yang tak lupa dipakai tentunya.

Laura, wanita yang ia panggil dengan sebutan... "Mama!" sudah menyiapkan berbagai lauk pauk di atas meja makan.

"Pagi kasep!"

Rey duduk di kursi sembari memandangi masakan buatan Laura. Harum menyeruak masuk ke indra penciumannya.

"Tumben bangun pagi. Takut telat lagi, ya?" Laura tertawa kecil.

Rey ikut tertawa. Ini memang masih terlalu pagi untuk berangkat sekolah. Tapi tak apa lah, Rey ingin mencoba hal baru.

"Abang kamu masih belum bangun, kamu tinggalin aja dia. Ga usah dibangunin, kemarin kan dia gituin kamu," ujar Laura. Ia pun mengambilkan nasi ke piring anaknya. Berbagai lauk ia biarkan Rey memakan sepuasnya.

"Jadi, Mama nyuruh Rey balas dendam gitu?" Rey menyantap satu sendok penuh ke mulutnya.

Laura menggeleng ringan, ikut duduk di depan Rey. "Balas dendam itu ga baik, Rey. Kalau seseorang ngelakuin sesuatu yang buruk ke kamu, Mama harap kamu ga ngelakuin hal buruk juga ke orang itu." ucap Laura serius.

"Rey bukan orang yang kayak gitu kok," sahut Rey meyakinkan.

Suasana ruang makan hening seketika. Menyisakan suara dentingan sendok pada piring. Hingga Rey telah menghabiskan sarapannya, ia meminum segelas air putih.

"Rey mau ketemu Papa. Sama---"

"Ayo berangkat!" Seseorang menghampiri dua manusia lain yang mana satunya terpotong pembicaraannya.

"Abang makan dulu," perintah Laura pada anak pertamanya.

"Ga usah, Ma. Hari ini harus berangkat pagi, jadi makan di sekolah aja, ya?"

"Yaudah biar Mama buatin kamu bekal yaa."

"Oke."

☁️☁️☁️

Katanya, cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya. Iya, memang benar. Ayah adalah laki-laki pertama yang Naomi cintai, tapi ayahnya pula yang menjadi laki-laki pertama yang ia benci.

Lihat saja sekarang. Ayahnya baru bangun sudah ikut berkicau dengan para burung-burung di luar. Ayah Naomi terus meracau, mengatakan hal-hal yang sama sekali tidak memiliki hubungan.

"Leher jerapa emang panjang, tapi masih pendek an leherku HAHAHAHAHAHAH." Ayah Naomi tertawa keras sekali, membuat Ayu, Iko dan Odi menutup telinga masing-masing.

Naomi membuang napas gusar. Ia menggeser kursi yang ia duduki ke belakang secara kasar lalu ia berdiri. "Aku berangkat sekarang." celetuk Naomi sebelum melenggang pergi begitu saja.

"SALIMNYA MANA SAYANG??? KAMU KENAPA GA SOPAN BEGITU???"

Ayah Naomi pulang kemarin malam. Tentunya dengan keadaan mabuk berat. Itu sudah jadi biasa bagi keluarga ini. Ayah Naomi jarang pulang ke rumah, tapi sekalinya pulang selalu meracau tidak jelas.

Berbeda dengan ayah orang lain yang pulang sehabis kerja, dan tak melupakan membelikan anak-anaknya makanan juga minuman enak.

"Aku pasti akan cari kerja lagi, Ibu." putus Naomi ketika berhadapan dengan ibunya yang masih memejamkan mata di ranjang.

LONELYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang