26 - Pemakaman

18 2 0
                                    

SENYUM Happy terus terkembang.  Melangkah santai sembari menyusuri hutan untuk kembali ke laboratorium. Tiap langkahnya ditemani oleh suara gemericik aliran sungai dan juga kicau burung-burung yang saling bersahutan. Kini, tubuh Happy terasa lebih ringan dan segar, meski hanya berendam sebentar. Bahkan, jarak yang cukup dekat dengan laboratorium, membuat benaknya berencana untuk datang ke sungai ini setiap hari.

Happy menyibak semak belukar yang tingginya hampir sedagu. Namun,  langkahnya terhenti ketika menyibak rumput terakhir. Maniknya melebar seiring membekap mulut dengan kedua tangan saat menemukan tubuh seseorang yang tergeletak bersimbah darah di bawah pohon beringin--di hadapannya.

Tubuh Ardi.

Happy menurunkan kedua tangan. Segera berlari menghampiri tubuh Ardi dengan kepungan rasa panik yang berhasil memompa irama jantungnya dua kali lebih cepat. Duduk bersimpuh di hadapan tubuh yang tampak begitu mengenaskan. Di mana luka yang seperti bekas cakar di wajah, tangan dan juga kaki mendominasi tubuh laki-laki itu. Mungkinkah Ardi baru saja diserang monyet buas? Tetapi, bagaimana mungkin? Bukankah makhluk itu hanya keluar di malam hari? Pikirnya.

"Ar. Ardi. Bangun, Ar," panggilnya gemetar sembari mengguncang tubuh Ardi, berharap masih ada sisa pergerakan. Namun sayang, berkali-kali Happy memanggil, tetap tidak ada sahutan.

Happy menggeleng lemah. Rasa panik yang disertai keputusasaan berhasil menuntut tubuh Happy kian terkulai lemah di atas tanah yang basah. Nggak. Nggak, mungkin. Ardi belum mati, batinnya.

Dalam gamang yang berangsur memburuk, Happy bangkit.  Kemudian, berlari kencang, meninggalkan jasad Ardi menuju ke laboratorium untuk memberi tahu semua teman-temannya.

••••

Awes baru selesai mandi. Keluar dari bilik toilet dengan mengusap rambut yang basah memakai handuk kecil miliknya. Tubuh yang sebelumnya penuh lumpur selepas menangkap ikan, kini telah bersih kembali. Bahkan, Awes telah berganti pakaian.

Suatu keberuntungan untuk Awes dan Ardi yang sempat membawa beberapa setel pakaian yang disimpan di dalam ransel sebelum ke hutan. Meski nyatanya mereka berakhir secara memilukan di laboratorium ini. Kendati demikian, mereka masih mencoba untuk bertahan hidup dari serangan makhluk-makhluk buas itu yang mengincar nyawanya pada malam hari.

Awes mematut diri di depan cermin wastafel. Kemudian, bersiul sambil menyisir rambut dengan menggunakan lima jari tangan kanannya. Namun, tiba-tiba ....

Braakk !

Siulan Awes terhenti. Dia terkejut bukan main ketika rungunya mendengar suara gebrakan yang berasal dari pintu belakang laboratorium. Buru-buru Awes keluar dari toilet untuk melihat apa yang terjadi. Namun, terpegun saat maniknya malah menangkap Raja yang baru masuk melalui pintu tersebut.

"Ya, ampun, Ja. Bisa kali pelan-pelan tutup pintunya," nasihat Awes. Sayangnya, sama sekali tidak diindahkan oleh laki-laki yang mengenakan jaket hitam yang merupakan milik Ardi. Raja terus saja berjalan dengan tanpa menoleh sedikit pun ke arah Awes saat melintas di depannya. Membuat Awes mendesah pelan.

Awes hendak melangkah menuju ke ruang depan, tetapi harus terhenti saat maniknya melihat Happy yang baru tiba. Gadis itu juga masuk melalui pintu yang sama. Bedanya, wajah Happy tampak begitu pucat dan panik, membuat Awes khawatir.

"W-Wes, di mana yang lain?" Napas Happy tersengal. Tangan kirinya berpegangan pada lengan kiri Awes. Sementara tangan kanannya memukul-mukul dadanya pelan.

"Mereka ada di ruang depan."

Awes melepas genggaman tangan Happy, yang beralih memegang kedua bahu gadis itu dan berusaha menemukan tatapannya. "Kamu kenapa? Muka kamu pucat banget. Kamu sakit?" tanyanya cemas.

Monkeys AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang