20 - Dokter Surya

40 5 2
                                    

Braaakk !

PINTU ditutup kencang. Punggung Surya bersandar pada pintu dengan napas yang memburu hebat. Peluh keringat telah merebak pesat di sekujur tubuh. Sementara, rungunya tidak henti mendengar bising suara benturan yang diiringi oleh kerihan sekawanan monyet dari balik pintu.

Cepat-cepat, Uya menarik meja yang tidak jauh di hadapan dan diletakkannya di balik pintu. Dia juga mengangkat beberapa kursi dan menyusunnya di atas meja. Harapannya, supaya benda-benda tersebut bisa menahan benturan yang cukup kuat dari balik pintu sana. Dia juga berharap supaya monyet-monyet itu tidak dapat masuk ke dalam kliniknya ini.

Wusshhh ....

Belum hilang debaran jantungnya yang kacau, kini Uya harus mematung kala punggungnya merasakan desir angin yang menyeruak masuk ke dalam ruangan. Perlahan, Uya menoleh ke belakang dan melotot kala menemukan kaca jendela yang terbuka lebar.

"Ya, ampun," pekiknya panik.

Uya pun segera berlari menghampiri kaca jendela tersebut. Mengeluarkan kedua tangan hendak meraih ujung jendela. Namun, tercekat kala menemukan seekor monyet yang tiba-tiba muncul dan melompat ke arahnya.

"Aaahh ...."

Uya merintih ketika makhluk itu berhasil mencakar dan menggigit lengannya. Bahkan, gigi tajam monyet itu seakan tak mau lepas dan masih menggigit. Tanpa pikir panjang dia pun mengibaskan kuat tangannya ke arah dinding, hingga membuat tubuh hewan itu terbentur cukup keras. Monyet itu mati seketika. Meski tangan Uya terasa begitu sakit, dia bergegas menutup kaca jendela. Kemudian, menutup rapat tirai gorden hingga menciptakan ruang yang gelap gulita.

Dalam gelap, Uya berjalan tertatih. Sementara, maniknya mencoba untuk menemukan lemari besi, guna mencari senter yang disimpan di dalam sana. Ruangan yang tidak terlalu luas, membuat Uya dapat dengan mudah menemukan lemari tersebut. Membuka dan memasukkan tangan ke dalam sana. Tidak membutuhkan waktu lama, Uya berhasil mendapatkan apa yang dicarinya.

Dalam sekejap, klinik umum milik Uya ini menjadi terang kala senter berukuran jumbo itu dinyalakan.

"Aahh ...." Uya merintih. Merasakan nyeri pada bagian lengannya. Sorot lampu senter dialihkan ke arah tangannya itu dan memperlihatkan kucuran darah segar yang terus merebak. Bergegas, Uya beralih ke arah lemari kaca yang terdapat berbagai macam jenis obat di sana. Meletakkan senter pada lemari agar tetap bisa menyinarinya. Lalu, menuangkan cairan antibiotik ke arah lengannya yang terluka. Seketika rasa perih menjalar di sekitar lengan, membuat Uya sedikit memekik. Uya pun tidak lupa menutup lukanya dengan perban setelah menuangkan obat merah terlebih dulu.

Perlahan, tubuh Uya merosot ke atas lantai seiring dengan tangisannya pecah. Dadanya terlalu pilu. Teringat apa yang telah dia alami. Melihat secara langsung pulau yang selalu memberikan keindahan, tetapi kini hanya menyisakan kehancuran yang lebih mirip seperti kota mati.

Uya pikir, dia akan mendapatkan bantuan jika keluar dari kliniknya ini. Namun nyatanya, hanya kekacauan yang didapat. Di mana keadaan pulau saat perjalanannya menuju ke dermaga terlihat sangat mengenaskan. Ada banyak mayat manusia dengan bagian tubuh yang sudah tidak lagi utuh bergelimpangan di jalan. Bahkan, Uya sempat melihat sekawanan monyet yang tengah asyik mencabik dan mengoyak salah satu tubuh yang telah tewas dengan perut terbuka. Mereka juga asyik menarik ulur usus-usus dari dalam perut jasad tersebut dan dijadikan layaknya sebuah permainan tarik tambang. Oh, sungguh, hanya membayangkannya saja sudah membuat Uya terasa begitu mual. Ya Tuhan, mungkinkah hidupnya juga akan berakhir mengenaskan seperti itu?

Dalam kesendirian dan keputusasaan, Uya menjambak rambutnya. Sungguh, dia tidak pernah mengira akan mengalami kejadian yang mengerikan seperti ini. Ditambah lagi, monyet-monyet itu adalah dalang dari penyebab kekacauan di Dream Island.

Monkeys AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang