5 - (18+) Malam Panas yang Mencekam

249 31 68
                                    

ADA banyak manfaat mengikuti study tour di Dream Island, salah satunya ialah bisa menjadi obat penghilang rasa stres. Bagaimana tidak? Tak henti-hentinya sepuluh siswa SMU Pelangi dibuat kagum oleh keindahan pulau. Sepanjang mata memandang, mereka dimanjakan oleh pemandangan yang serba hijau seperti; bukit, hutan, dan juga sungai yang ditumbuhi lumut berwarna-warni. Mungkin sebagian siswa merasa jika kegiatan ini juga masih bagian dari liburan yang singkat, tetapi penuh manfaat. 

"Kalian beruntung bisa berkunjung ke pulau ini." 

Setelah selesai berkunjung di kebun binatang primata, Lena membawa mereka semua ke sebuah tempat di dekat hutan. Melihat berbagai macam jenis tanaman yang tumbuh subur. Salah satunya, ialah lumut organik yang sengaja dibudidayakan oleh penghuni pulau untuk digunakan sebagai obat kulit. 

"Selesai study tour nanti, kalian bisa memutuskan untuk menjadi salah satu investor di pulau ini atau tidak. Saya jamin, jika kalian memilih untuk menjadi investor, kalian tidak akan rugi. Meski terkenal dengan biaya yang serba mahal, tetapi pulau ini memiliki daya tarik sendiri untuk wisatawan. Bahkan, setiap tahunnya pemasukan pulau ini selalu meningkat pesat," beritahu Lena yang saat ini membahas sedikit tentang bisnis. Kini, mereka tengah menyusuri bibir pantai di dekat penginapan, setelah seharian melakukan perjalanan yang melelahkan.

Happy menyapu peluh keringat di dahi. Pukul empat sore yang tertera pada arloji miliknya. Namun, terik matahari masih saja betah memancarkan kilauannya. Netra Happy mulai menyapu ke sekitar pantai yang juga masih ramai oleh para wisatawan. Namun, terhenti kala melihat seorang pemuda yang tengah berjalan ke arah rombongannya.

"Halo, selamat sore semua," sapa pemuda bermata empat itu ramah kepada mereka. 

Lena mengangguk. "Sore," balasnya. Kemudian, tatapan Lena pun tertuju ke arah para siswa yang sedang tampak mengangkat ponsel tinggi-tinggi, yang mungkin sedang mencari sinyal.

"Perkenalkan, dia dokter Uya. Dokter umum di pulau ini," jelas Lena lagi dengan memperkenalkan laki-laki berkulit sawo matang itu.

Dokter dengan postur tubuh tinggi mencapai 175cm itu tersenyum manis. "Aku Surya. Panggil saja aku Uya," beritahunya, "kalau kalian merasa nggak enak badan, jangan sungkan, ya, buat datang ke klinikku yang ada di atas bukit sana." Dia menunjuk sebuah hunian dua lantai di ujung pantai dengan jari telunjuknya. 

Sayangnya, tidak ada sambutan atau sahutan dari para siswa untuknya. Bahkan, saat ini mereka tampak bercanda dan berbicara sendiri tanpa memedulikan kehadirannya. Uya kembali tersenyum. Pasalnya, sudah terbiasa dengan sikap anak-anak kota yang seperti itu kepadanya.

"Kalau gitu, aku pamit dulu, ya," pamit Uya akhirnya kepada semua. Tidak lupa, dia juga berpamitan kepada sang ibu, Lena. Sebelum pergi menuju ke rumah yang juga dijadikan klinik olehnya.

Pandangan mata Lena menyapu ke arah semua siswa setelah kepergian putranya. "Kalian bisa istirahat di bawah pohon sana." Dia menunjuk sebuah pohon kelapa tidak jauh dari bibir pantai. "Setelah itu, saya akan mengajak kalian untuk berkeliling pulau lagi," lanjutnya kemudian. Yang langsung dituruti, tetapi bersambut desahan lelah oleh mereka.

Happy memilih untuk berjalan-jalan di tepi pantai bersama Raja. Mengeluarkan ponsel pintar transparannya untuk mengabadikan pemandangan hamparan laut yang luas dan indah ini. Tatapan Raja pun beralih ke arah ponsel milik Happy yang menyorot ke sekitar lautan. "Py, bagaimana kalau kita buat konten lagi?" pintanya tiba-tiba.

Monkeys AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang