8 - Petunjuk

154 13 64
                                    

SMU Pelangi, dua minggu sebelum keberangkatan.

"Teddi Priyatna ...."

"Ardiansyah Chaniago ...."

"Dan yang terakhir adalah M. Always." 

Gayandra; pria yang selalu disapa hangat 'Pak Gay' membacakan sepuluh nama siswa yang dipilihnya untuk mengikuti study tour. Sebuah kegiatan yang rutin dilakukan setiap tahun oleh SMU Pelangi. Di mana tahun ini, Dream Island-lah yang terpilih menjadi tempat untuk para siswanya yang beruntung melakukan tur belajar. 

Sayangnya, kelas 12 MIPA--yang sebagian besar adalah siswa berpengaruh--yang pada mulanya tenang, mendadak menjadi gaduh. Mereka protes kala Gayandra menyebut nama siswa terakhir. 

Termasuk Raja. Dia telah bangkit dari kursi dan mengutarakan suara ketidak setujuannya. "Kenapa harus Awes? Tukang ojek kayak dia itu nggak pantas buat ikut study tour bareng kita-kita!" protesnya. Yang langsung disambut antusias oleh beberapa siswa yang merasa iri karena namanya tidak terpilih.

"Benar banget, Pak."

"Setuju."

"Saya lebih pantas daripada tukang ojek kayak dia, Pak."

Raja menoleh ke arah teman-temannya. Tersenyum puas, ketika mendapat dukungan. "Jadi, saya mau Pak Gay memilih nama lain," sarannya kemudian.

Mendengar itu, Awes memilih bergeming saja di kursinya. Dengan harapan gurunya tidak akan merubah apapun, termasuk namanya.

"CUKUP!" tegas Gayandra. Suaranya yang berat dan menggelegar, membuat seluruh siswa yang protes terbungkam saat itu juga.

"Keputusan yang sudah saya buat sudah tidak bisa diganggu gugat! Mengerti?" cecar Gayandra yang tetap pada pendiriannya. Membuat Raja dan sebagian murid yang memprotes hanya bisa mendengkus sebal di kursi mereka.

Lain halnya dengan Oriza. Gadis itu berdecak kecil sembari bersedekap di kursinya yang dekat dengan kaca jendela. Matanya menatap sinis ke arah Happy yang duduk di kursi seberang kanan. Dia pun berdesis, "Kenapa Pak Gay juga memilih OKB (Orang Kaya Baru) kayak dia?"

"Bapak merasa kalau Awes pantas untuk ikut study tour bersama kalian, karena dia satu-satunya siswa yang mendapatkan beasiswa di sekolah ini," imbuh Gayandra. Mata pria itu beralih menatap Awes yang tampak tersenyum senang dengan keputusan yang telah dibuat olehnya.

Rindu mengangkat tangan kanannya ke udara. "Yang saya tahu Dream Island terkenal dengan semua biayanya yang serba mahal. Apa mungkin Awes yang cuma tukang ojek punya uang sebanyak itu? Atau ...."

Rindu menjeda ucapannya dengan menatap ke arah Awes yang berada di seberang kiri kursinya. Lalu, menoleh kembali ke arah depan kelas. "Jangan bilang Pak Gay menyuruh kita semua yang terpilih buat ngebayarin dia?" sambungnya sinis dengan menunjuk ke arah laki-laki itu yang tertunduk lesu.

"Kamu tenang saja. Tidak ada yang akan mengeluarkan biaya sepeser pun buat study tour kali ini. Karena, study tour kalian akan dibiayai penuh oleh ayah Raja selaku pengembang Dream Island," beritahu Gayandra. 

Seketika, sorak kebahagiaan mewarnai kelas untuk para siswa yang terpilih. Bahkan, mereka juga melompat girang di kursi masing-masing. Hingga menambah rasa iri dan dengki bagi para murid yang tidak terpilih. 

Gayandra melangkah ke luar kelas. Saat yang sama, ponsel di saku celananya berdering. Langkahnya pun terhenti, lalu merogoh saku dan mengambil benda pipih itu. Sebuah pesan singkat yang misterius diterima olehnya. Hingga detik kemudian, tatapan Gayandra beralih ke arah dalam kelas dan langsung menemukan manik Raja yang juga tengah menatap ke arahnya.

Monkeys AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang