6 - Rahasia Dream Island

192 25 52
                                    

AWES bersenandung merdu yang diiringi oleh petikan senar-senar gitarnya. Terkekeh geli ketika mendengar suara sumbang milik Susi, Teddi, Ardi, dan Bobi yang menjadi backsound dari lirik lagu yang dibawakannya, di ruang tamu ini. Mereka bernyanyi—ah, tidak—berteriak sembari bergurau, tanpa mengikuti irama senar gitar Awes.

Namun, Awes tidak memedulikan bising nyanyian mereka dengan masih terus memetikkan senar gitar. Sebab, bagi Awes kebersamaan dengan merekalah yang lebih penting ketimbang harus bernyanyi seorang diri. Toh, dia bisa kapan pun membuat lirik lagu sambil bernyanyi nanti di kamarnya, kan? Dan ... kapan lagi Awes bisa membuat mereka merasa sesenang seperti ini?

"AAAARRRGGHH ...."

Jerit sumbang itu dalam sekejap berhasil menghentikan kegaduhan. Sunyi seketika. Kini, mereka yang berada di ruangan ini saling bersitatap dan tidak ada satu pun yang berinisiatif membuka suara.

"Itu macam suara ...." Ardi menggantungkan ucapannya. Berusaha menyatukan pemikiran dengan yang lain. Sebab, Ardi yakin jika mereka juga mengenali suara itu.

Hingga selang tidak lama setelahnya, mereka pun menyahut secara bersamaan. "AJENG!"

Awes bergegas bangkit tanpa gitar yang sengaja dia tinggalkan di atas karpet. Berlari, menaiki tangga utama untuk menuju ke kamar Ajeng yang berada di lantai dua.

"Haia ... lu olang mau ke mana? Jangan tinggalin oe sendilian. Bantuin oe bangun," desah Bobi kala tiga temannya yang lain hendak menyusul Awes.

Ketiganya mendesah pelan. Mau tidak mau, mereka memilih untuk membantu Bobi, menarik kedua tangan laki-laki itu yang tampak kesulitan untuk bangun dari duduknya.

"Kan, sudah aku cakap! Seharusnya kau duduk di atas kursi. Bukannya malahan duduk di bawah kayak gini! Kan, jadi aku juga yang susah!" gerundel Ardi yang masih berusaha keras menarik tangan kanan Bobi.

Tidak jauh berbeda dengan lantai bawah, lantai atas pun dilengkapi dengan sofa dan TV berukuran 110 inci. Namun, yang membedakannya, ialah terdapat balkon berukuran luas yang banyak ditanami oleh berbagai macam jenis bunga. Juga terdapat dua buah kursi berbentuk bola basket yang menggantung di sisi kanan dan kiri, bisa digunakan untuk para tamu menikmati pemandangan hamparan laut.

Selain itu, juga terdapat dua lorong yang berada di sebelah kanan dan kiri, di lantai atas. Langkah Awes langsung bergerak cepat ke lorong sebelah kiri. Sebuah lorong dengan lima buah kamar yang berjejer. Awes terpegun kala maniknya menemukan Ajeng yang sedang terduduk di atas lantai. Gadis itu meringkuk, memeluk kedua lulut dengan tubuh bergetar di depan sebuah kamar yang tertutup, di ujung lorong. Roman pias yang terpancar tidak memudarkan pahatan wajah yang terlihat pucat pasi dan dibalut rasa takut, seolah telah melihat sesuatu yang menyeramkan di hadapannya. Sementara, mata gadis itu yang sembap terus menyorot ke arah pintu meski lelehan bening masih terus merebak. Firasat Awes segera mengatakan ada sesuatu yang tidak beres dari balik pintu yang tertutup itu.

Awes memperlambat langkah. Mengatur napasnya yang terengah-engah ketika dia sudah berada di samping Ajeng. Gadis itu masih membisu sembari terisak meski netranya telah menemukan Awes. Pandangan Awes kembali beralih ke arah pintu. Menghapus keringat dingin yang mengucur deras akibat kepungan rasa khawatir. Seketika, tangan Awes terasa begitu kaku untuk membuka pintu. Bahkan, tangannya saja jadi gemetaran. Sial! Awes terus mengumpat di dalam hati. Menarik napas dan menghelanya pelan. Awes tidak memiliki banyak waktu lagi. Dia harus membuka pintu itu jika ingin mengetahui apa yang ada di dalam sana.

Tangan Awes bergerak ke arah gagang pintu. Menariknya ke bawah hingga sedikit demi sedikit pintu terbuka. Rasa khawatir Awes kian berlipat ganda saat anyir di udara memekat. Langkah Awes surut perlahan mengikuti pintu yang terbuka dengan jantung berdebar. Sampailah saat pintu terbuka lebar bersamaan dengan desir angin yang membawa aroma anyir menyeruak masuk ke dalam rongga hidung Awes. Detik itu pula, Awes terbelalak seiring dengan tubuh bergetar. Jantungnya seperti digebuk tiba-tiba, hingga memompa darah lebih cepat dari biasanya. Berdesir. Deras.

Monkeys AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang