Part 6

2.8K 225 4
                                    

Kai's POV

"Sudah kutanyakan padanya, Kai-ya. Dia tidak terlihat ingin mengubah keputusannya." Chanyeol menggeleng-geleng. Aku segera meninju bantal di sebelahku. "Ya! Mau kau apakan bantalku?!" Pekiknya.

"Tidak bisakah kau meyakinkan dia bahwa aku tidak berniat bermain-main dengannya?" Tanyaku sambil mengacak-acak rambut frustasi.

"Dia juga tidak memberitau lelaki yang di sukainya." Jawab Chanyeol.

"Bagaimana ini semua bisa terjadi?" Aku menyenderkan kepalaku ke dinding.

"Kai-ya, ini rumahku. Jangan berteriak,"

"Siapa yang peduli? Aku pulang kalau begitu!" Aku segera memanggul tasku.

"Kai," Chanyeol memandangku dengan tatapan sendu.

"Ya! Jangan menatapku seperti itu. Kau tampak seperti gay." Ujarku tanpa berniat menolehkan kepala lagi.

"HAH? AKU SUDAH MENYUKAI WANITA, OKE?"

Aku menoleh.

"Siapa?"

"Saejin. Kau bahkan belum tau hal itu? Dasar," Chanyeol menoyor kepalaku.

Sebelum aku sempat berteriak, Chanyeol buru-buru menambahkan. "Kalau kau benar-benar mencintai Youra, jangan menyerah begitu saja." Ia menepuk pundakku sebelum akhirnya berlalu.

Dia kira aku akan menyerah begitu saja?

Pikiranku kembali melayang pada kejadian tadi malam. Kejadian paling menyebalkan selama hidupku.

"Hey, Son Youra." Aku memain-mainkan rambutnya yang tengah sibuk menatap layar laptop. "Mau sampai kapan kau berkutat dengan laptopmu itu?" Tanyaku sambil menopang daguku. Ia menghela nafas pelan.

"Kau sendiri mau sampai kapan berada di rumahku? Sekarang sudah jam 11." Tanyanya balik tanpa memalingkan wajahnya.

"Sampai kapanpun yang kumau. Toh ibumu tidak keberatan." Kini aku meniup-niup rambutnya. "Mungkin."

Ia menghela nafas. "Lebih baik kau memberitauku maksud sebenarnya kedatanganmu malam ini, Kim Jongin." Ia menutup laptopnya dan menatapku dalam-dalam.

Wajahnya yang menatapku serius itu tampak begitu cantik di mataku.

"Aku datang tanpa maksud yang jelas, sih," Jawabku melepaskan rambutnya yang kumainkan. Kini aku meraih tangan kirinya dan menepuk-nepukkannya ke pipiku.

Ia menatapku jengah. "Pulanglah. Aku ngantuk." Ia mengucek-ngucek matanya dengan tangan kanannya.

"Kau ngantuk? Kalau begitu aku pulang." Aku tidak melepaskan tangannya dan menuntunnya ke tempat tidur.

Ia menghempaskan tubuhnya ke kasurnya itu sementara aku menarik selimutnya agar menutupi setengah badannya. Hal yang biasa ku lakukan setiap aku ke rumahnya pada malam hari.

Aku selalu memperlakukannya sebagai putriku.

Aku menatapnya yang juga tengah menatapku.

Aku segera menundukkan badan dan meraih tangan kanannya. Aku mengusap-usap tangannya seperti biasa.

"Selamat tidur, " Aku mengusap dahinya sebelum akhirnya mengecupnya pelan. Dan seperti biasa pula, ia selalu memejamkan matanya setiap aku mengecup dahinya.

"Oiya, ada yang perlu ku tanyakan padamu." Aku kembali berbalik menghadapnya. Ia mendongak dengan mata yang sayu. Membuatku makin tergoda melihatnya yang terkulai lemas saat ini.

My Answer;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang