Part 19

2K 186 2
                                    

Youra POV

Aku mengangkat kepalaku dan mendapati refleksi diriku di cermin.

Berantakan, tidak terawat, tidak layak di lihat, kacau, mengerikan.

Kata-kata itulah yang cocok untuk mendeskripsikan penampilanku saat ini.

Aku segera mencuci mukaku dan pintu toilet terbuka. 3 wanita masuk sambil tertawa-tawa. Salah satu dari ketiganya mendekati cermin dan mengeluarkan lipstick. Ia juga menambahkan eye-linernya. Setelah berpose-pose kecil, ia segera merogoh tasnya dan tangannya sudah memegang ponsel. Ia mengarahkan ponselnya ke cermin, lalu berpose dengan gaya-gaya centil, sambil menekan tombol foto berkali-kali.

Menggelikan.

Tidak, tidak. Bukan berfoto di cerminnya yang kubilang menggelikan. Hanya kelakuannya saja yang benar-benar membuat bulu kudukku merinding.

Kedua teman dari si wanita centil ini segera keluar dari bilik dan masing-masing mengeluarkan bedak, lipstick, dan alat pelentik bulu mata. Oh, salah satunya juga mengeluarkan mascara.

Mereka tertawa riang ala gadis-gadis dan bergosip tentang teman di kantornya. Tak lama, ketiga wanita tersebut berpose di depan cermin dan segera mengambil foto mereka bertiga dengan ponsel masing-masing.

Mereka kembali tertawa dan melirikku. Aku tetap pada kegiatanku, merapihkan penampilan. Ketiganya berbisik-bisik dengan volume yang masih bisa kudengar. Ya, apalagi kalau bukan membicarakanku? Membicarakan penampilanku, lebih tepatnya.

"Mengerikan sekali gadis itu,"

"Ya, lihat saja wajahnya, apakah ia pasien disini? Ia benar-benar pucat. Matanya sembap. Hidungnya merah. Rambutnya acak-acakan. Jangan-jangan.. Dia hantu!"

"Kyaa! Benar juga! Hantu penunggu toilet! Ahaha!"

Ya, ya, ya. Terserah kalian.

"Ew, aksesoris untuk seragamnya sangat jelek. Beda sekali dengan kita," 

Oh, bahkan aku tidak memakai aksesoris apapun. Hanya jaket berwarna coklat muda.

"Kenapa membandingkannya dengan kita? Level saja sudah berbeda jauh."

"Sudahlah, buat apa memikirkan gadis menyeramkan itu. Lebih baik kita lanjut ke mall!"

Silahkan kalian mau mengataiku apa. Kalian tidak pernah merasakan menjadi aku, bukan?

Setelah ketiga wanita menyebalkan itu keluar dari toilet, aku kembali menunduk. Menenangkan diri seraya menarik-menghela nafas berkali-kali. Tidak ada perubahan.

"Tidak ada gunanya berlama-lama disini," Aku tertawa hambar sambil melangkahkan kaki keluar toilet.

Di luar, terdapat kesibukan orang-orang rumah sakit pada umumnya. Suster yang mendorong kursi roda dengan kakek-kakek sebagai pasiennya. Suara petugas kasir yang menerima telepon. Panggilan urutan pengambilan obat. Ibu-ibu yang menggandeng tangan anak perempuannya yang memakai piyama rumah sakit. Lelaki seumuranku berwajah pucat dengan tatapan kosong yang tengah duduk di ruang tunggu.

Ya, seperti yang biasa kau lihat saat tiba di rumah sakit.

Aku segera berjalan dan menanyakan letak lift pada petugas yang berjaga di lobby. Aku sedang tidak mood untuk naik tangga. Dari dalam lift keluarlah gadis sepantaranku dengan seragam sekolah. Ia tersenyum kecil sembari menganggukan kepalanya padaku-sebagai sapaan. 3 orang dengan seragam kantoran segera ikut masuk bersamaku.

Begitu sampai pada lantai 4, pintu lift segera terbuka dan aku melangkahkan kaki menuju kamar nomor 403. Kubuka pintu tersebut dan pemandangan yang selalu membuatku bergidik pun terpampang jelas.

My Answer;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang