Author's POV
"Meja no. 8, mana sausnya?!"
"Siapapun tolong bakar sate untuk meja no. 2!"
"1 nasi goreng spesial untuk meja no. 5!"
"Panci dong, panci!"
Seorang wanita bercelemek terlihat kewalahan membawa bahan makanan kesana-kemari. Ia sibuk membawakan barang maupun bahan yang diminta seniornya, sebelum akhirnya ia mendapat tugas untuk membuat omelette.
"Omelette? Aku bisa siapkan dalam 1 menit!" Ujarnya begitu mendapat tugas tersebut. dengan cekatan, ia mengocok telur dan menuangkannya di panci. Gerakannya sangat gesit. Setelah beberapa lama membalikkan telur, ia langsung menaruh telur tersebut di piring.
Yah, ia pernah belajar membuat masakan perancis dulu, membuatnya cukup terlatih untuk membuat omelette dalam 1 menit.
Restoran saat ini memang sedang penuh-penuhnya. Maklum, jam istirahat karyawan kantoran.
"Selanjutnya, tolong ambilin semangkuk nasi buat Aflah. Dia sibuk banget. Kamu cuma perlu menaruh nasi itu di sampingnya." Ujar Gladys dengan bahasa yang tidak formal. Pelayan restoran tersebut mengucapkan terima kasih sesudah meminta tolong pada wanita itu. Ya, wanita bernama Youra itu.
Nasi?
Ia segera mengambil mangkok dan menaruh nasi sampai penuh, lalu membawakannya pada Aflah, temannya yang tengah memotong-motong daging.
"Aflah, ini nasinya," ujar Youra sambil menaruh nasi di samping talenan. Aflah mendongak.
"Ah, kamu tau aku lagi butuh nasi. Makasih, ya," sedetik kemudian, lelaki berwajah tampan itu kembali sibuk memotong. Youra menghela nafas.
Aku bisa mati kalo gini terus, batinnya.
"Youra? Hari-hari pertama bekerja di dapur sebuah restoran terasa berat, ya?" Bu Nelly, manajer restoran tersebut tersenyum pada Youra. Wanita muda itu mengangguk lelah.
"Dunia dapur keras, bu," ujarnya seraya tertawa hambar. Bu Nelly mengangguk-angguk.
"Bersabarlah, bentar lagi istirahat, kok. Tinggal 5 menit lagi," Bu Nelly tersenyum ramah. Youra mengangguk.
"Nanti yang masak makanan buat orang dapur siapa ya, Bu?" Tanya Youra sopan.
Bu Nelly menepuk kedua tangannya. "Bagaimana kalau kamu?"
Tenggorokan Youra tercekat. Pertanyaan yang salah.
"Atau kamu gak mau? Capek? Kalau gitu Aflah aja, kayak biasa," Bu Nelly menepuk pundak Youra. Wanita itu tersenyum kikuk.
"Woi! Tolong dong! Yang nganggur siapin Banana Split buat meja no. 8!"
"Buset, rakus amat sih, orang meja no. 8 itu. Udah berapa kali bolak-balik pesen?"
"Yaudah sih, terserah dia juga,"
"Yaudah sih, gausah baperan,"
Youra hanya menggeleng-geleng mendengar perdebatan teman-teman barunya itu.
"Aku nganggur. Aku yang buat Banana Splitnya," ujar Youra dengan nada lelah. Teman-temannya langsung memandangnya.
"Si Youra, baru seminggu disini udah berat banget kerjanya. Perasaan dulu gue gak segitunya, deh,"
"Dulu kan restoran ini belom rame-rame amat, pinter,"
"Iya, sih. Tapi, ya, teteplah. Kasian dianya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Answer;
FanfictionAku merasa bodoh telah jatuh padanya. Kalau saja dari awal aku tau bahwa Chanyeol lebih menyukai sahabatku sendiri, seharusnya aku tidak perlu jatuh padanya. Apakah kalian tau sakitnya hatiku saat melihat ia mengecup pipi sahabatku sendiri di depan...