Part 14

2K 177 8
                                    

Youra POV

Triitt.. Triit..

Ah, aku masih ngantuk sekali.

Aku segera meraba-raba nakas di sampingku tanpa membuka kelopak mataku. Mana ponselku?

"Halo?" Tidak ada yang menjawab. Oh, aku lupa memencet tombol terima. "Siapa ini?"

"Bangun. Aku sudah di depan rumahmu." Suara itu reflek membuat kedua mataku membuka.

"Sehunnie? Kau di depan? Sedang apa?" Aku segera bangun dan menyibak tirai. Mataku mencari-cari sosok yang tengah menelfonku. Ah, benar, dia ada disana, sedang menatapku.

"Halo." Ujarnya datar sambil mengangkat tangan kanannya.

Aku menyapanya dengan senyuman sebelum akhirnya bergegas ganti baju.

Aku segera menuruni tangga setelah mengecek semua kelengkapanku. Berhubung eomma ada kerja pagi di kantornya dan eonnie yang banyak kerjaan, di meja makan tidak ada siapa-siapa. Hanya ada telur mata sapi, susu, dan daging asap. Wah, ada surat juga.

Youra, eomma akan pulang agak larut. Kakakmu juga harus menginap di rumah temannya karena sedang banyak pesanan. Terpaksa kamu harus tunggu di rumah sendirian dan masak makan malam untukmu sendiri. Oke?

Dan, kalau kau mau mengajak teman untuk main, juga boleh.

P.S. I love u

Aku sendirian lagi?

Aku segera meneguk susu dan mengambil 2 potong daging asap, lalu berlari kecil menuju pintu. Apa Sehun juga mau? Aku kembali menuju meja makan dan mengambil 2 potong daging asap lagi dengan 2 helai tissue, lalu menuju kulkas dan mengambil susu kotak. Siapa tau ia belum sarapan.

"Sayang~" panggilku iseng begitu keluar rumah. Ia tersenyum geli mendengar panggilan itu. Matanya membulat dan menunjuk sesuatu yang di belakangku. Aku menoleh. Apa? Pintu?

Aku menoleh lagi ke arah Sehun. Ia mengisyaratkan sesuatu seperti mengunci sesuatu. Oh! Aku belum mengunci pintu!

Aku bergegas mengunci pintu dan menghampiri Sehun yang sudah duduk di jok sepedanya. Dia bawa sepeda rupanya.

"Ini untukmu." Aku menyodorkan daging asap yang di lapisi tissue dan sekotak susu dingin. Ia menoleh, lalu tersenyum.

"Anak pintar," Ia menepuk kepalaku. "Aku memang belum sarapan." Ia menerima sodoranku dan langsung melahapnya. Aku suka kalau melihatnya yang semangat makan begini. Biar badannya tidak seperti papan setrika terus. Sudah tinggi, kurus. Kurang tiang apa?

"Susunya juga." Ujarku sambil menyodorkan susu kotak saat ia melahap potongan terakhir daging asap. Ia kembali menerima sodoranku dan langsung menusukkan sedotan lalu meminumnya. Sampai susu itu terasa habis, ia melepaskan lumatan mulutnya pada sedotan, lalu melemparkannya ke tempat sampah di depan rumahku. Duh, lagi-lagi sedotan menang banyak. Jadi iri.

"Terima kasih," Ia mengacak-acak rambutku. Aku langsung menangkap tangannya.

"Rambutku jadi berantakan," Gerutuku sambil cemberut. Ia tertawa dan mengusap pelan kepalaku, lalu mengecup keningku sepintas.

"Maaf, ya."

Ini nyata, Son Youra. Ia baru saja mengecup keningmu. Sekali lagi, ini bukan mimpi atau khayalan, dan kau harus percaya keningmu itu baru saja bertabrakan dengan bibirnya.

Pipiku memanas, membuatnya kembali tersenyum geli.

"Ayo, nanti kita terlambat."

Seakan tersadar, aku langsung buru-buru menaiki tempat boncengan sepeda dan berpegangan pada besi di boncengan di bagian belakang yang tidak sepenuhnya tertutupi pantatku.

My Answer;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang