Bab 17

54 13 1
                                    


"Ten..." panggil Eva pelan keduanya sedang berbaring bersama diatas ranjang Ten, dengan tangan yang sudah dijadikan bantal oleh Eva. Ten menatap Eva tepat dimata perempuan itu. Perempuan itu membalas tatapan Ten. Jantung Eva mendadak berdetak kencang, Ten tidak memberinya ekspresi apapun dan hanya menatp matanya. Tapi perempuan itu menjadi tidak karuan, ia menjadi kesulitan bernapas dan kepalanya berdenyut. Teriakan dan tangisan terus terdengar di kepalanya.


Keduanya tidak sadar sudah berapa lama mereka berada dalam posisi seperti itu, saat Ten merapat pada Eva dan memeluk perempuan itu, barulah perempuan itu menyadarinya. Baik Eva ataupun Ten tidak ada satupun dari mereka yang dapat menjelaskan apa yang terjadi. Yang keduanya ketahui adalah mereka mengerti perasaan satu sama lain walaupun mereka tidak dapat menjelaskannya dengan kata-kata. Tapi air mata yang membasahi pipi keduanya sudah jadi bukti yang cukup kuat.


"aku sudah bilang padamu aku dulunya menari 'kan?" Eva mengangguk didada Ten. "aku mencintai menari, menari segalanya untukku. Dan aku bertemu seorang gadis yang juga mencintai menari sama sepertiku, dan aku jatuh cinta padanya. Dan aku harus jujur padamu, secara visual kalian punya sedikit kemiripan, mungkin karena itulah aku langsung memerhatikanmu sejak kau datang kesini." Eva tidak tahu harus mengatakan apa sekarang ia hanya diam diposisinya. Seorang mantan yang mirip dengannya. Keadaan diantara mereka harusnya tidak bisa lebih buruk lagi.


"Dan dia juga mencintaiku, setidaknya aku tahu dia pernah mencintaiku. Saat itu aku masih sangat muda dan bodoh. Aku menginginkan semuanya, gadis ini dan kejayaan. Aku melakukan segalanya agar bisa menjadi yang terbaik. Kupikir dengan begitu dia akan lebih mencintaiku, tapi aku lupa kalau dia juga penari sepertiku. Semua yang kuraih tidak lagi membuatnya senang, dan aku sangat bodoh sampai tidak menyadari hal itu. Lalu suatu hari dia sudah jadi penari burlesque."


"penari Burlesque?" ulang Eva tidak percaya.


Ten mengangguk, "kami masih sangat muda saat itu, tapi aku mengabaikannya karena aku mencintai, yah setidaknya saat itu aku pikir aku mencintainya. Setelah itu dia mengenalkanku pada seseorang yang katanya akan membuat kami berdua jadi penari besar. Dia memang membantu kami, memberi kami lebih banyak kesempatan, tapi ada harga yang harus dibayar untuk itu. Aku hanya tidak percaya gadis ini melakukan hal seperti itu, aku kira dia mencintaiku. Dan pada akhirnya orang ini hanya memilihku dan gadis ini meninggalkanku dalam lingkaran setan." Ten memeluk Eva lebih erat.


"kau terluka karena gadis ini tidak mencintaimu?"


Ten menggeleng pelan. "aku bahkan tidak merasa terluka ketika dia meninggalkanku sendirian. Tapi aku marah karena dia menjualku pada orang ini. Orang ini membuatku terluka luar dan dalam, dan menghancurkanku."


Napas Eva tersendat, perempuan itu mencoba membuat kesimpulan lain, tapi ia tidak bisa. "Ten..." mulai Eva dengan perasaan takut. "apakah orang ini laki-laki?" Ten mengangguk pelan dibahu Eva. "d-dia menyentuhmu?"


Eva dapat merasakan bagaimana tegangnya Ten sekarang, laki-laki itu bahkan memeluknya lebih erat lagi sampai-sampai rasanya menyakitkan. "aku cidera beberapa kali bukan karena menari. Setelah operasiku yang terakhir, aku memutuskan untuk tidak menari lagi. Aku sadar aku tidak lagi mencintai hal itu."


"apakah itu yang memicu PTSD-mu?"


Ten melonggarkan pelukkannya dan menatap Eva dengan pandangan tidak percaya, "how did you know?"


Eva mengencangkan genggamannya pada bahan baju Ten. "a-aku melihatnya..." mulai perempuan itu pelan. "ditempat dokter Han..." air mata Eva kembali mengalir melewati pipi perempuan itu. "ruangan kosong... kau menangis dan berteriak..." Ten mengangkat tangannya, mengusap pelan pipi Eva. "aku bahkan masih bisa mendengar teriakanmu hari itu sampai sekarang."


Eva memutuskan kontak mata mereka dan memeluk Ten lebih erat melingkarkan tangannya disekeliling laki-laki itu. "perempuan itu jahat. Dia membuatmu takut untuk jatuh cinta dan dia membawamu dalam kehancuran."


Ten mengusap kepala Eva pelan mencoba menenangkan perempuan itu. "aku tidak takut jatuh cinta Va. Aku hanya merasa tidak pantas, aku hancur luar dan dalam. Bahkan keluargaku juga berpikir seperti itu. Saat itu di meja kasir, aku tidak mengenal laki-laki itu, tapi dia mengingatkanku pada orang itu. Bagaimana bisa menikah jika aku bahkan tidak bisa bertemu sosok laki-laki dewasa, aku mungkin akan lari saat melihatnya berjalan dialtar bersama ayahnya."


Eva membenci Ten yang masih bisa bercanda disaat seperti ini, sementara ia menangis dengan begitu keras untuk laki-laki itu. "j-jadi kau memutuskan untuk tidak jatuh cinta lagi dan menghindari semua orang?"


Ten melepaskan pelukkannya, memberi sedikit jarak diantara keduanya agar ia dapat melihat wajah perempuan itu dengan jelas. Ten tersenyum melihat mata berair dan hidung perempuan itu yang sudah memerah. Ia membingkai wajah perempuan itu dengan kedua tangannya. "awalnya begitu..." jawab Ten sambil menatap Eva, "tapi sepertinya seseorang sudah membuatku jatuh cinta dan tidak lagi menghindari semua orang."


Eva menatap Ten, mencoba memahami pandangan mata laki-laki itu, setengah takut dan bahagia karena tidak menemukan kilatan jahil yang biasanya ada disana. Eva mengigit bibir bawahnya, menelusuri wajah Ten, bahkan bekas luka yang ada dibawah mata laki-laki itu tidak mengurangi keindahannya. "aku tidak punya seseorang untuk berjalan bersamaku di altar. Ayahku sudah meninggal."


Ten membulatkan matanya tapi hanya sebentar lalu laki-laki itu tersenyum. Telapak tangan laki-laki itu terasa hangat dipipi Eva. Perempuan itu masih bertatapan pada Ten selama beberapa saat, saat Ten menurunkan wajahnya mendekat kearahnya. Eva memutuskan kontak mata mereka dengan memejamkan matanya. Dan yang Eva sadari selanjutnya, Ten sudah menciumnya dengan hangat.


Cengkraman Eva pada baju Ten makin erat saat Ten memperdalam ciuman mereka dan memeluknya lebih erat. Pikiran perempuan itu kosong, ia tidak bisa memutuskan apa yang harus ia lakukan. Tapi kemudian Ten menjauh dari dirinya secara mendadak. Eva membuka matanya menatap bingung pada laki-laki itu.


"maafkan aku." Eva membulatkan matanya. Pikiran kalau Ten baru saja menyesali kedekatan mereka menghantam mereka. "aku tidak menyesalinya." Ujar Ten sambil kembali memeluknya. "tapi kita tidak bisa melakukan yang lebih lama terutama saat kita berdua sedang tidak dalam kondisi baik." Ten mendaratkan kecupan sayang dipuncak kepala Eva, "aku takut kita terbawa suasana dan menyesalinya nanti."


"kita benar-benar melakukannya." Kata Eva setelah beberapa saat sambil menatap jam yang berada pada dinding kamar Ten. Benda itu sekarang menunjukan pukul 03.00 a.m. Saat melihat jam itu, Eva mendadak teringat dengan permainannya bersama Ten beberapa waktu yang lalu dimana mereka melontarkan pertanyaan acak untuk satu sama lain. Dan laki-laki itu bilang kalau dia ingin bicara tentang hidup sambil melihat bintang bersamanya pada pukul dua pagi.


"apa maksudmu?"


"talk about life at 2 a.m, but unfortunately there is no starts in here."


Ten tertawa pelan, "kita bisa melupakan bagian melihat bintangnya." Ujarnya, "berarti selanjutnya yang harus kita lakukan menari dibawah hujan kurasa." Goda Ten


"tapi kau benci menari"


"aku masih bisa melakukannya. Untukmu."





to be continue ...

Starry Night | Ten WayV ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang