—🐯
Chandra melirik motor Rendi yang terparkir rapi di garasi. Tumben sekali anak itu tidak keluar saat hari libur begini, pikirnya.
Terhitung sudah dua hari ia tidak pulang ke rumah. Selama dua hari itu pula, pesan yang ia kirim ke Rendi tidak dibalas. Karena Rendi tipikal anak yang cuek, maka Chandra tak mempermasalahkan hal tersebut.
Tapi rumah yang sepi, kulkas yang masih terisi lengkap, wastafel yang kering membuat kening ayah dua anak itu mengerut.
"Rendi," panggilnya.
"Rendi," masih dengan kata yang sama, Chandra menuju ke kamar sang anak.
Tidak di kunci!
Tak butuh waktu lama bagi Chandra untuk mencerna keadaan kamar sang anak. Seprai dan selimut yang masih rapi di atas tempat tidur, tidak ada tumpukan pakaian kotor di keranjang, kamar mandi yang kering—tidak lembab seperti biasanya.
Gelisah, Chandra menunggu balasan telponnya dari sang anak. Oh, ayolah! Ia mempunyai firasat yang tidak baik pada anaknya itu.
Tidak diangkat. Sudah ke sepuluh kali Chandra menelpon, tapi tidak diangkat. Mungkinkah Rendi menginap di rumah teman-temannya? Ah.... Chandra mulai merasa bersalah telah mengabaikan anaknya yang satu itu.
"Rendi... Maafin ayah," gumamnya sambil bergegas ke luar rumah.
Belum sempat menuju ke mobilnya, dua mobil sedan hitam memasuki pekarangan rumahnya. Chandra tentu tak bodoh untuk mengenali siapa mereka.
"Mau apa kalian?" Ia bertanya dengan suara beratnya.
Oh, tolong mengerti! Chandra lelah, ia bahkan belum mandi sejak kemarin sore. Ia ingin pulang untuk mandi dan berganti pakaian, tapi malah tidak jadi karena sang anak tidak ada di rumah—dan parahnya ia tidak tahu dimana Rendi.
"Kami kesini hanya untuk menjemput tuan Chandra, atas perintah dari nyonya besar Pradipta," ujar salah satu dari mereka.
Chandra menghela nafas jengah. "Buat apa? Saya sibuk!" Ujarnya.
Salah satu dari mereka pun mengangguk, kemudian memberikan kode pada yang lain. Alis Chandra menukik, melihat map coklat yang dibawa oleh mereka.
"Anda bisa membacanya. Jika setuju, maka mari ikut kami," ujar orang yang sama, kemudian memberi gestur pada yang lain untuk menunggu.
—🐯
Yoga belum bangun, dan Wendy dalam emosinya yang tidak stabil. Chandra melarangnya bertemu dengan sang ibu mertua, sedangkan dirinya sangat ingin menemui wanita yang ia yakini sebagai penyebab sang anak seperti ini.
Dua hari sudah ia bergelut dengan pikiran yang panjang, dan nafsu makan yang berkurang.
"Permisi,"
Suara itu membuatnya menoleh. Menatap kaget ke arah pintu, kemudian menatap kembali ke sosok anaknya yang terbaring. Mirip— satu kata yang muncul pada benaknya.
"Kamu siapa?" Tanya Wendy.
"Saya Hayden, temannya Yoga sama Jivan," jawab Hayden.
Wendy mengangguk. "Oh, kamu yang diantar Jivan pulang itu ya?"
Hayden mengangguk, kemudian berjalan mendekat diikuti seseorang yang membuat nafas Wendy terasa tercekat.
Tak beda jauh dari Wendy, Saga—pria itu juga terkejut. Tapi beruntung raut datarnya yang dapat menutupi hal itu dengan baik.
"Tante, boleh saya bicara sama Yoga?" Tanya Hayden yang membuat Wendy tersadar.
Wanita itu tersenyum canggung, kemudian mengangguk. Berpindah dari yang duduk disamping Yoga kini menuju ke sofa yang tak jauh dari dimana Saga berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ೄYOGAྀ࿐
Fanfiction-------1 Tak hanya tentang Yoga, tapi juga tentang bagaimana orang menghadapi hidupnya. Kehidupan tanpa teka-teki akan terasa monoton. Hidup tanpa pertanyaan, tidak akan membuat kita ingin tahu. Makanya, semua yang terjadi itu perlu untuk dipertanya...