ೄYOGAྀ࿐33

109 31 12
                                    

—🐯

Senyum miring kembali terukir begitu melihat sang menantu terburu-buru keluar dari ruangannya. Langkah cepat Wenandyra itu bahkan lupa tak menutup kembali pintu ruangan itu.

"Dasar!" Remehnya pelan.

Sang nyonya Pradipta tersenyum, lalu kembali duduk. Memanggil pelayannya, sembari menyalakan tab—memantau 'pekerjaan' para orang-orang bawahannya.

Sedangkan Wendy, ia sendiri sedang panik karena tak kunjung ada taksi yang lewat.

"Yoga....." Gumamnya sembari berjalan cepat menuju halte.

Oh, jangan lupakan ia yang terus mengotak-atik ponselnya. Memesan taksi online, yang tak kunjung ada respon.

Sesampainya di halte, hanya ada sekitar lima orang duduk di sana. Wendy menghampiri salah satunya, menepuk pelan pundak orang tersebut.

"Permisi, kira-kira bus nya datang kapan, ya?" Tanyanya.

"Oh, bus nya datang sekitar tiga puluh menit lagi, mbak" jawab orang itu.

"Tiga puluh menit, ya?"

Orang tersebut mengangguk. "Iya, tiga puluh menit."

"Mm, makasih, ya..."

"Iya, mbak," balas orang tersebut, kemudian kembali bermain ponsel.

Wendy pun sama, kembali mengecek ponselnya. Tapi hasilnya tetap sama. Tak ada respon dari aplikasi yang biasa digunakan untuk memesan taksi online itu.

"Huhh..." Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri. Tarik nafas, lalu hembuskan lagi.

Sampai pandangan tertuju pada mobil hitam yang berhenti tepat didepannya. Sang pemilik mobil tersebut turun, membuat kedua mata Wendy membola.

"Wenandyra!" Panggilnya.

"Butuh bantuan? Atau, kamu lagi nunggu sesuatu?" Tanyanya.

Wendy menggeleng pelan. "Nggak perlu, saya nunggu bus aja."

Sang lawan bicara hanya diam menatapnya. Membuat Wendy kembali memeriksa aplikasi tersebut.

"Tapi saya perhatiin, kamu lagi.... panik?" Tebaknya dengan nada hati-hati. Takut menyinggung perasaan wanita didepannya.

Wendy menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri. Benar, rasa paniknya memang tak bisa dibendung lagi. Apalagi ini menyangkut Yoga—anaknya.

Tapi jika menerima bantuan pria didepannya, Wendy lebih tidak tenang.

"Dyra?"

Panggilan itu, suara itu.

Ah, rasanya Wendy ingin cepat-cepat pergi saja.

"Dyra, saya t—"

"Stop!" Potong Wendy. "Jangan manggil saya dengan nama itu." Lanjutnya.

"Maaf, saya cuma mau menawarkan bantuan, mungkin kamu butuh,"

"Nggak, ngerepotin," ujar Wendy tanpa menatap Saga, pria tersebut.

"Saya gak repot, saya lagi nyari anak saya, tapi saya bingung mau cari dia dimana." Benar, Saga frustasi mencari Hayden yang tiba-tiba menghilang. "Mungkin dengan bantu kamu, saya bisa ketemu anak saya."

Wendy terdiam. Anaknya Saga itu, Hayden kan? Hayden temannya Yoga. Mereka akrab, dan mungkin bisa jadi mereka berdua sedang bersama.

"Gimana? Kamu mau berubah pikiran?"

Deg. Pernyataan itu. Pertanyaan yang muncul kala mereka dulu akan mengakhiri hubungan—damn! Wendy tak mau mengingatnya lagi.

"Wenandyra?"

ೄYOGAྀ࿐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang