—🐯
Bangku belakang itu masih kosong bahkan ketika jam pelajaran berganti. Pemuda dengan mata panda itu menghela nafas ketika berkali-kali mendapati sang teman sebangku menoleh ke belakang. Tepatnya pada bangku belakang itu. Si teman yang biasanya fokus, bahkan Jivan segan hanya untuk sekedar menergurnya saat pelajaran berlangsung.
Tapi kali ini berbeda, Yoga tampak tak berkonsentrasi dengan apa yang guru sampaikan didepan. Bangku kosong dibelakang sana tampak lebih menarik dari pelajaran matematika yang sebenarnya adalah pelajaran favoritnya.
Merasa jengah dengan tingkah Yoga selama hampir tiga jam pelajaran ini, Jivan pun menyenggol lengan temannya itu. Dan benar saja, Yoga langsung mengalihkan pandangannya dari bangku belakang itu.
"Lo ngapain sih, nengok ke belakang mulu?"
Berharap mendapat jawaban, malah hanya dibalas gelengan pelan oleh teman sebangkunya itu.
"Cukup sekian anak-anak, jangan lupa tugasnya dikumpulkan minggu depan, selamat istirahat" Guru matematika itu pun keluar setelah mengajar dikelas tersebut.
Meskipun jam pelajaran telah berganti jam istirahat, tapi Yoga masih saja menatap ke arah belakang. Bangku yang tak lain adalah milik Hayden itu masih kosong.
"Kenapa sih, Yog?" Tanya Jivan lagi.
Bukan jawaban atau gelengan yang Jivan dapat, kali ini lebih parah karena Yoga hanya diam.
"Hayden kayaknya gak bakal masuk,"
Dan benar saja, setelah mengatakan itu, Jivan langsung mendapatkan tatapan tertarik dari Yoga.
"Jadi bener, lo dari tadi nyariin Hayden, kan?" tebakan Jivan benar ternyata. Membuat Yoga mau tak mau pun mengangguk.
"Kenapa?"
"Hm?" Yoga menatapnya dengan bingung.
"Ya, kenapa lo nyariin Hayden?" Tanya Jivan berusaha mengetahui apa yang Yoga pikirkan.
Yoga terdiam. Haruskah ia memberitahu Jivan tentang Apa saja yang ia pikirkan? Tapi Yoga juga masih merasa ragu dengan apa yang ia rasakan saat ini. Satu sisi ia merasa bersalah akan perkataannya pada Hayden kemarin, sedangkan disisi lain ia merasa jika perbuatan Hayden kemarin kurang pantas terhapad Rendi.
Ya, Rendi memang salah karena mencuri karyanya, tetapi Yoga merasa tak enak pada Rendi karena perlakuan Hayden yang membuat saudaranya itu pasti marasa malu.
Tapi sekarang Hayden tak masuk kelas, dan entah kenapa Yoga merasa khawatir pada si pemilik bangku belakang itu.
"Terserah kalo lo gak mau ngomong, gue ke kantin duluan sama Ajun. Lo nyusul aja kalo laper" Jivan beranjak begitu melihat Arjuna didepan pintu kelasnya.
"Loh Ji, Yoga?"
"Udah, kita duluan aja" Jivan menarik Arjuna menuju kantin, meninggalkan Yoga yang terdiam menatap punggung keduanya.
—🐯
"Jadi bener, Ren?" Haikal mendudukan dirinya dihadapan Rendi. "Lukisan kemarin punya Yoga?'
Rendi melepaskan sedotan itu dari mulutnya. Tatapannya langsung tertuju pada Haikal.
"Ren, lo tuh jago loh dibidang gambar menggambar. Tapi kenapa lo lebih milih nyuri karya orang?"
Dan ucapan Haikal sukses membuat Rendi menajamkan tatapannya. Tentu saja Haikal mengerti, ia sadar jika sekarang Rendi sedang tersinggung.
"Lo sekarang mihak Yoga?"
Tapi, Haikal tak menyangka jika Rendi akan melangkan pertanyaan seperti itu.
"Ren-"
"Udahlah... gue tau kok, lo dari dulu emang gak pernah tulus temenan sama gue." Rendi berdiri, melangkah pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ೄYOGAྀ࿐
Fanfiction-------1 Tak hanya tentang Yoga, tapi juga tentang bagaimana orang menghadapi hidupnya. Kehidupan tanpa teka-teki akan terasa monoton. Hidup tanpa pertanyaan, tidak akan membuat kita ingin tahu. Makanya, semua yang terjadi itu perlu untuk dipertanya...