17. Haruto dan Jeongwoo (Commission by Chillin)

27 1 0
                                    

Ponsel bergetar beberapa kali, tetapi tak membuat sang empunya lekas menggerakkan jari untuk mengangkat panggilan yang terus-terusan menghubungi. Ada embusan napas yang dilepaskan ketika matanya memandangi nama yang terpampang di benda persegi. Melemparkan ponsel dengan tak bertenaga di kasur, ia malah melangkah dan membiarkan seluler terus bergetar hingga berhenti sendiri. 

Jeongwoo menggosokkan rambutnya yang basah, ia mengerutkan alis saat mengecek ponsel dan menemukan belasan panggilan tak terjawab, juga beberapa pesan masuk. 

“Keras kepala,” pernyataan itu terucap, entah untuk Haruto atau dirinya sendiri. 

Agak kesal, tetapi memang nyatanya mereka berdua memiliki karakter yang mirip, sama-sama keras dan tidak mau mengalah. Sampai terkadang ia berpikir, bahwa mereka memang lebih pantas menjadi musuh, bukannya seperti sekarang. 

Menjatuhkan diri di ranjang, ia mengusap anak rambut yang menutupi dahi, kemudian memejamkan mata sejenak untuk mendinginkan kepala.

“Jadi males latihan.” Ia berbisik kepada dirinya sendiri, tetapi jika hal ini terjadi, pasti pelatih akan memberikan sanksi. 

Bukan tanpa alasan ia tak ingin datang, atau mungkin ingin terlambat, semua karena enggan bertemu dengan Haruto yang akan mencerca seribu pertanyaan kepadanya. 

Kalau sudah dalam kondisi mood yang buruk, ia tidak akan bisa konsentrasi. Apalagi menyadari bahwa lawannya nanti kemungkinan besar adalah Haruto lagi, bagaimanapun Jeongwoo dan pria itu sering kali bertahan sampai ke final. 

“Gak kayak lo, gua terus-terusan kalah. Ck.” Jeongwoo berkata, seperti tengah melihat sosok Haruto di hadapan wajahnya. 

Mengembuskan napas panjang sekali lagi, walau sempat tak ingin pergi, tetapi ia tetap melangkah ke tempat latihan. Sesampainya di sana, ia melihat Haruto yang masih berada di arena tanding dengan beberapa rekan. Tidak ingin  mengacuhkan, Jeongwoo menggerakkan kaki dan mengganti pakaiannya. Menatap diri di depan cermin, tatapan menjadi lebih tajam, tangannya bergerak mengikat sabut hitam dengan kencang. 

Menutup loker dan melangkah keluar, ia merenggangkan lengan dan pinggang untuk memulai pemanasan, tetapi seperti yang ia kira, pria itu datang mendekat dan mengeluarkan emosi karena terus-terusan tidak diacuhkan. 

“Lo kenapa, sih? Kalau ada masalah, cerita! Bukannya diemin gua gini. Masalah tuh gak selesai sendiri, Jeongwoo.” Tatapan mata nan tajam sama-sama dilayangkan. Sepertinya pertengkaran seperti ini telah menjadi tontonan wajar, sehingga orang-orang hanya menggelengkan kepala dan menghela napas prihatin. 

“Ck,” decakan terdengar, dan karena hal itu, kemarahan yang telah ditahan Haruto pun meledak. Pria itu mencengkeram kerah baju Jeongwoo. 

“Kalian berdua, stop! Lanjutkan latihan, dan jangan membuat keributan lagi.” Pelatih mengambil alih, tak ingin dua orang keras kepala itu berakhir saling adu jotos di tempat ini. 

Melepaskan kerah baju, Haruto mendengkus keras dan menatap Jeongwoo dalam.

“Tau gak, lo malah buat gua khawatir,” aku Haruto, tetapi pria itu tetap diam dan malah tidak memedulikannya lagi. 

Ingin sekali rasanya Haruto meremas kepala Jeongwoo yang terus menghindari, dan tak menjelaskan apa pun kepadanya. 

Memutuskan mengambil jarak dan membelakangi Haruto, Jeongwoo tidak menjawab dan malah fokus berlatih. Ia melakukan pemanasan, kemudian menggerakkan kaki dan menendang sesuai arahan yang telah ia ingat di luar kepala. Walau begitu, kadang kala konsentrasinya pecah, mengingat bahwa sosok yang ia cintai ternyata khawatir akan tingkahnya. 

“Gua gak maksud, Haruto,” bisiknya kepada diri sendiri. 

Setelah terdiam beberapa saat dengan alis berkerut, Jeongwoo melihat bayangan seseorang mendekat, ia pun tahu itu siapa dan memilih melanjutkan latihan.

WRITING COMMISSION - Terima Jasa MenulisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang