Entah bagaimana, saat kaki baru saja tiba di gerbang rumah, Sakura selalu merasa seluruh energinya menguap begitu saja. Berdiri di depan pintu, suara teriakan tiba-tiba saja terdengar sehingga ia terpaku sejenak dengan bola mata yang melebar. Lagi-lagi hal ini terjadi, sesuatu yang membuat hatinya terluka sedikit demi sedikit.
Menarik napas panjang, ia menekan knop pintu, melangkah masuk dan berusaha tak memedulikan pertengkaran orang-orang yang ada di rumah ini. Namun, suara sang nenek tiba-tiba menginterupsi.
"Kenapa kau mendorong cucuku!"
"Sudahlah, Bu. Ino kan tidak sengaja. Naruto juga bilang bukan salahnya." Ibu Sakura berusaha menjelaskan kepada nenek mereka, tetapi wanita tua itu tak mau mendengarkan dan masih terus menyalahkan Ino.
"Ini kan salahmu tak bisa mendidik anak! Anak itu benar-benar semakin lancang!"
"Nenek!" Sakura berteriak, ia benar-benar tak menyangkan kalau neneknya tega seperti itu. "Bisa berhenti tidak?"
Wanita tua itu kesal bukan main, tetapi memilih memarahi ibu mereka dan pergi begitu saja tanpa meminta maaf kepada Ino.
Mendengar ucapan sang nenek membuat Sakura benar-benar kesal, tetapi ia berusaha menahan kemarahannya dan membujuk Ino agar berhenti menangis, kemudian ia masuk ke kamar untuk menenangkan diri. Sakura menyadari karena banyak masalah di rumah pula lah sifatnya menjadi pendiam seperti sekarang, padahal dulu ia adalah gadis yang ceria. Namun, semenjak ayah mereka meninggal, semua menjadi kacau dan membuatnya tertekan. Khususnya pertengkaran antara ibu dan neneknya yang tak ada habisnya.
Sakura menatap foto keluarga mereka, di sana ada ayah, ibu dan dirinya ketika masih kecil. Saat itu, rasanya ia sangat bahagia. Dahulu ayahnya lah yang menyatukan mereka semua, sehingga tak pernah ada pertengkaran. Namun, adakah seseorang yang bisa menggantikan posisi ayahnya agar bisa seperti dulu lagi. Siapa pun itu, Sakura benar-benar berharap agar sosok itu benar-benar datang secepatnya.
Baru saja menjatuhkan tubuh ke atas ranjang, ponselnya bergetar bertanda ada pesan yang masuk. Sakura membuka ponsel dan lantas membaca chat dari satu-satunya sahabat pria yang merupakan rekan di kampusnya.
Ia sedikit tersenyum ketika Gaara menanyai apakah ia telah tiba di rumah atau belum, dengan cekatan Sakura pun membalas pesan tersebut dan menjelaskan bahwa ia sudah sampai. Menatap langit-langit kamar dan meletakkan ponsel di atas kasur, benda persegi itu kembali bergetar.
Bagaimana kalau akhir pekan nanti kita bertemu?
Sakura menatap lamat rangkaian kata tersebut, kemudian memikirkan sejenak dan ibu jarinya bergerak lincah untuk menjawab pertanyaan sang pria.
Aku sepertinya tak bisa, aku harus membantu di restoran ibuku.
Terdiam sejenak setelah membalas chat tersebut, Sakura cepat-cepat menambahi ucapan terima kasih karena Gaara sudah mengajaknya pergi di akhri pekan.
***
Suatu hari, di minggu pagi yang cerah, Sakura benar-benar merasa terganggu karena sekitar area tempat mereka tinggal terlalu berisik. Tentu cukup umum karena di jalanan luar rumah sering dipakai anak-anak untuk bermain saat libur seperti sekarang. Namun, ia tak khawatir terjadi pertengkaran, apalagi Naruto mulutnya agak sembarangan. Maka dari itu, Sakura lantas keluar, dan ia mendapati adik angkatnya―Ino tengah digendong oleh pria asing. Ia mengerutkan alis karena merasa tak nyaman dengan kedekatan orang asing itu dengan Ino, tetapi sang ibu yang berada di sebelahnya terlihat senang-senang saja.
Pria itu menatap Sakura sekilas, kemudian mendekati mereka berdua sambil menggendong si kecil, kemudian menurunkan Ino di dekat mereka.
"Kau sangat imut sekali, Ino." Sang pria tersenyum sambil mengusap kepada berambut pirang itu.
"Ibu, ini Kakashi. Dia tetangga baru kita."
"Salam kenal, Nyonya." Kakashi tersenyum sembali bersalaman dengan Mebuki, kemudian kembali menatap Sakura yang mengerutkan alis bertanda tak terlalu suka dengan kehadiran Kakashi yang sok dekat dengan mereka.
"BTW, anak Nyonya cantik sekali, bolehkan aku menikahinya?" tanya Kakashi sambil tersenyum.
"Apa kau bilang?" Sakura lantas kesal sekaligus terkaget.
"Kenapa kau kaget, Nona. Maksudku adalah Ino," ucap Kakashi sambil menundukkan tubuhnya kembali agar sejajar dengan Ino. "Jadi, bolehkan aku menjadi pengantinmu, Ino?"
"Iya, aku mencintaimu, Kakashi." Ino lantas memberikan ciuman di pipi pria itu.
Melihat sang pria, Sakura menatapnya sinis untuk memperingati bahwa ia tak ingin pria itu melewati batas, apalagi ia benar-benar tak suka dengan tetangga baru ini. Namun, entah apa yang pria itu lakukan, atau mungkin dia memiliki mantra, Kakashi dapat masuk dengan mudah di keluarga mereka yang penuh huru-hara.
Dia memasak di rumah mereka sambil menggoda Sakura yang tentu saja membuatnya semakin kesal. Terkadang membantu adik-adiknya mengerjakan tugas dan main bersama, dan bisa menjadi teman yang baik bagi sang ibu saat ingin berkeluh kesah.
Yang mengherankan lagi, Kakashi bahkan dapat mengambil hati nenek yang terkenal sensitf dan suka marah-marah kepada ibunya. Lagi-lagi Sakura bertanya-tanya, entah apa yang diperbuat pria itu sampai bisa memberikan ketentraman, dan menyatukan keluarga mereka seperti sekarang.
Tembok yang membelenggu hati Sakura perlahan-lahan runtuh, untuk pertama kali kehadiran orang asing yang biasanya tak ia terima, kini mewarnai hari-hari dan merubah sudut pandangang di kehidupannya.
.
.
.
Full hanya untuk klien.
Terima kasih sudah pesan ke Erza. :)
KAMU SEDANG MEMBACA
WRITING COMMISSION - Terima Jasa Menulis
RandomOPEN bulan September (2/3)! Terima jasa menulis cerita dan juga berisi sebagian portofolio cerita yang telah dipesan. Mulai dari orific dan fanfic, naskah (webtoon, game, dll), keterangan lebih lanjut sila cek BAB Jasa menulis. Cover by zhaErza