8

20 3 0
                                    



Kanigara kembali menatap putrinya, putri satu-satunya yang ia punya harus terkena imbas dari keluarga terdahulu nya.

Kanigara mengepalkan tangannya erat, ia terbayang-bayang rantai-rantai yang berlumuran darah.

Rantai yang telah merenggut nyawa seorang perempuan cantik dari bangsa Belanda.

Rantai yang terus ada sampai beberapa turunan dan saat ini lah rantai itu selesai menjerat, dendam terakhir di keturunan ini, mungkin.

Kanigara masih menatap ke arah Vishaka yang menunggu jawaban dari dirinya, melihat putrinya menatap seperti itu hatinya terasa sangat sakit.

Terlebih lagi saat ia melihat rantai itu mulai muncul di belakangnya. Perempuan itu tersenyum ke arahnya dengan menampilkan para perempuan dari keturunan nya dari tahun-tahun lalu yang terkena imbas.

Kanigara mengenali beberapa orang dari mereka, amarahnya meluap melihat wajah sayu dari mereka yang terkena imbas dari perbuatan keji keluarga terdahulu.

Dia malu terlahir di keluarga ini, malu karena apa yang terjadi dengan masa lalu keluarga.

"Papa yang jelas dong kok cuma diem aja sih" mendengar hal itu Kanigara langsung melirik ke arah Vishaka.

"Papa tak sanggup untuk memberi tahu mu nak, ini terlalu menyakitkan sayang" Kanigara berdiri dari kursinya lalu beranjak pergi ke kamar nya.

Sebelum itu Kanigara berhenti dan memandang putrinya "Selamat ulang tahun ke-16 tahun putri ku sayang, Vishaka Pramadana".

~~~

Keluarga Pramadana sedang merayakan hari ulang tahun Vishaka, anak-anak muda tampak senang dengan perayaan ulang tahun itu.

Tapi tidak dengan para orang tua yang duduk diam tak berbicara satu katapun, mereka melihat ke arah Vishaka yang tersenyum ceria.

Bramaty memandang miris ke arah keponakannya dan paman tante yang lain hanya bisa menunduk.

Keadaan para orang tua dari keluarga Pramadana cukup suram berbanding terbalik dengan anak-anaknya.

Salah seorang sepupu menepuk pundak Vishaka, "Kenapa orang tua kita pada suram begitu sih, kak Vishaka?".

Vishaka menoleh ke arah orang tua mereka, "aku juga gak tau, Tisya".

"Mereka aneh banget bukan nya senang atau terharu malah wajah mereka suram begitu kan ga baik" omel Tisya.

"Biarkan saja, siapa tau mereka kepikiran kerjaan atau beban yang lain" Vishaka berkata seraya mengelus rambut adik sepupunya itu.

"Tetap gak boleh dong aku ga suka, kalau ini acara ulang tahun ku pasti aku akan marah-marah" omel Tisya makin menjadi.

Vishaka langsung memasukan kue ke dalam mulut Tisya menyuruhnya untuk diam.

Salah seorang sepupu datang lagi ke arah Vishaka saat dia sendiri, dia duduk di depan Vishaka dan memandangi nya cukup lama.

"Kenapa liatin terus, aku tau aku cantik jangan gitu dong aku jadi tersanjung"

"Aku ingin melihat mu untuk terakhir kalinya, Vishaka"

"Loh maksudnya apa ya, kamu emang sakit atau kamu mau pergi jangan gitu dong ngomong nya"

"Bukan aku tapi kamu, dia sudah dekat kita akan berpisah dengan mu"

"Jelaskan yang benar Kaivan aku tak mau setengah-setengah"

Kaivan diam sambil memandang datar ke arah Vishaka, di liat lagi rantai itu mulai jelas.

Rantai yang pernah dia liat samar-samar sekarang sudah jelas wujudnya, berbentuk batang bunga mawar yang merambat di sekitar leher sepupu nya itu.

Lalu dia melihat ke belakang Vishaka, perempuan itu yang bernama Isabella sedang tersenyum cerah dengan wajah pucat miliknya di sebelahnya ada satu perempuan yang bernama Cornelia adik dari Isabella.

Mereka berdua korban yang akan membalas dendam kepada keturunan keluarga Pramadana.

Badan Kaivan merinding melihat para perempuan dari keluarganya yang sudah terkena imbas.

Ntah perbuatan apa yang di lakukan keluarga terdahulu nya sehingga terjadi hal seperti ini.


Come With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang