Apa jadinya jika jodohmu adalah tetangga sendiri?
Naira Fatimah Khanza, seorang
perempuan yang lebih sering menghabiskan waktunya di kamar seorang diri. Tiba-tiba, dipertemukan kembali dengan laki-laki yang menjadi teman semasa kecilnya.
Dipta Sh...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
• • • Jangan lupa vote nyaa 🤍
Naira yang baru saja terlelap dalam tidurnya, kini harus kembali bangun karena suara yang berasal dari ponselnya. Ia sudah menduga siapa yang menelponnya itu.
“Jadi gimana Nai, nanti sore?” Inilah Jihan, sahabatnya. Perempuan itu, memang tak suka berbasa-basi. Selalu to the point.
“Iya Jihan, gue udah pikirin baik-baik. Gue mau.”
Jihan tak bisa menahan rasa senangnya itu. “Beneran?!”
Naira mengangguk, meyakinkan Jihan untuk yang kedua kalinya.
“Alhamdulillah, makasih ya Nai. Aaaaaaa, seneng banget gue!”
Naira hanya terkekeh melihat kelakuan sahabatnya itu.
“Yaudah, sebagai bentuk rasa terimakasih gue, gue nanti jemput lo ya, ba’da ashar.”
“Okee..”
• •
“Assalamu’alaikum, Naira.” Suara Jihan yang sedikit keras itu, mampu terdengar ke telinga Naira yang saat ini masih bersiap di lantai dua. Naira langsung menuruni anak tangga dengan gerakan yang cukup cepat.
“Sebentar Ji!”
“Eh, eh, anak gadis teriak-teriak. Mau ke mana nih?” tanya Dina.
“Eh, astagfirullah, Naira lupa bilang. Kalo Nai, mulai sekarang mau nemenin Jihan jadi guru ngaji di madrasah al-ihsan, boleh kan ma?”
“Wah, boleh banget atuh. Sekarang Jihannya mana?”
“Diluar.”
“Suruh masuk dulu atuh.”
“Udah telat ini mam. Kayaknya nanti aja, ya?”
“Oh gitu, yaudah.”
“Nai pamit ya, Assalamu’alaikum.” Naira menyalami mama nya.
“Iya, iya. Waalaikumsalam. Hati-hati Nai.”
“Mau kemana si Nai? Tumben banget keluar rumah.” Firza baru saja keluar dari dapur, dengan menenteng secangkir kopinya.
“Itu, katanya mau jadi guru ngaji di madrasah deket masjid Al-ihsan,” jawab Dina.
