16. Malam Pertama

1.8K 135 0
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




“Mau makan apa, Nai?” tanya Shaka, yang memelankan laju mobilnya. Sembari melirik ke kanan dan kiri jalannya, untuk mencari sebuah resto.

“Em, aku lagi pengen makan ramen.”

“Ramen? Ramen tuh semacam mie gitu kan?”

“Iya, mie.”

“Tapi kamu kan, belum makan nasi. Makan nasi aja, ya?”

“Yah, kamu kayak papa aja, yang suka larang-larang makan makanan lain, sebelum makan nasi.”

“Ya itu kan buat kesehatan lambung kamu juga.”

“Yaudah deh.”

“Oke, kita cari nasi ya. Nasi juga gak kalah enak dari ramen kok, Nai.”

“Kita makan di sana aja yuk.” Naira menunjuk sebuah restoran yang sempat ia impikan untuk mengunjunginya. Tapi belum terwujud, karena belum ada kesempatan.

“Okee sayang.”
Shaka segera menyalakan lampu sen ke arah kanan, dan langsung membelokkan mobilnya begitu jalanan sudah agak lenggang.

Seperti yang Naira lihat di sosmednya, restoran yang recommended itu memiliki ruangan yang bagus.
Dengan lampu-lampu memanjang di  atap, juga sebuah ruangan yang semuanya dipenuhi dengan kaca. Terkesan sederhana namun mampu memanjakan mata dengan setiap tanaman yang terpajang ditiap sudut temboknya. 

Naira pun mengambil duduk di salah satu kursi, sedangkan Shaka izin untuk memesan sebentar. Baru beberapa detik yang lalu Naira duduk, ia tak sengaja mendengar percakapan dua orang perempuan yang duduk di sampingnya.

“Liat deh, cowok yang di depan kasir itu.”

“Mana?”

“Itu tuh! dia jalan ke sini. Ganteng ya.”

“IH GOKIL SIH. GANS BANGET.”

Style Shaka yang saat ini tengah mengenakan celana panjang dengan jaket berwarna merah, yang hanya diseletingkan setengah saja. Yang menampakkan kaos polos sebagai dalaman jaketnya. Membuatnya terlihat seperti anak muda yang masih lajang.

“Kak, boleh—“ Baru saja, salah seorang perempuan barusan ingin meminta nomor Shaka, tapi begitu melihat Shaka duduk di depan Naira, dirinya menjadi bungkam. Keduanya pun baru menyadari bahwa ada cincin yang tersemat di jari manis Shaka.

“Udah punya istri woi, ternyata,” bisik temannya. Mungkin karena tak kuat menanggung malu, keduanya pun pamit pergi dari hadapan Naira dan Shaka.

Naira benar-benar merasa bahwa dirinya saat ini tengah berada dalam cerita novel. Memiliki laki-laki yang selalu dikagumi banyak perempuan. 

“Aku udah pesenin chicken wangs,” ujar Shaka yang menyadarkan lamunan sejenak Naira.

“Oh. Iya.”

Jawaban Naira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang