28. Sudah Semestinya

809 96 11
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Nai, Azhar Nai."

Shaka yang pamit beberapa jam lalu itu, kini kembali ke rumah dan langsung mendekap sang perempuannya dengan cukup erat.

"Ke-kenapa, Azhar kenapa?" Naira tentu saja bingung sekaligus panik.

"Azhar...." Air mata Shaka kini tumpah setelah beberapa lama ia tahan. "Azhar meninggal, Nai."

"Innalilahi wainna ilahi rojiun."

Beberapa jam yang lalu, Shaka memang langsung berangkat kerja seperti biasanya. Untuk menjalankan aktivitas dakwahnya.

Tapi, semua itu berubah, ketika nomor tak dikenal menelponnya. Pihak rumah sakit menyatakan bahwa Azhar mengalami musibah kecelakaan. Tak berpikir panjang, Shaka tentu saja langsung mengubah tujuannya.

Shaka langsung ke ruangan Azhar setelah menanyakannya pada pihak resepsionis. Dirinya melihat langsung Azhar yang tampak parah kondisinya.
Namun terlihat sudah ditangani dengan perban yang meliliti tangan juga kepalanya.

Dan seketika laki-laki itu terlihat meminta tolong pada siapapun, tapi tidak dengan ucapan. Tak ada dokter kala itu. Shaka tahu gerakan itu. Shaka tahu kondisi itu.
Kondisi dimana orang yang sedang dalam proses pencabutan nyawanya.

Tanpa berpikir panjang, Shaka langsung membimbing Azhar mengucapkan syahadat. "Laa....." Shaka mendekatkan bibirnya pada telinga Azhar.

"Laa..."

"Ilaha..."

Lidah Azhar tampak kelu. "Ila..ha.."

"Illallah."

"Illallah."

Usai sudah tugas Azhar di dunia ini. Rasa damai begitu terpancar dari raut wajahnya. Shaka tak membayangkan jika dirinya akan kehilangan Azhar secepat itu.
Pihak ambulance pun tak lama langsung mengantarkan jenazah Azhar.

Begitu sampai di sana, Shaka turut serta ikut memandikan jenazah, menshalati dan mengkafani, sampai di antarkannya pada peristirahatan terakhir. Keluarga yang tiba-tiba dikunjungi dengan ambulance pun langsung meraung dengan tangisan yang amat menyakitkan.

Naira yang kini mendengar kabar itu, hanya bisa berusaha menguatkan Shaka.

"Ikhlas ya, ikhlas," hanya kata itu yang bisa Naira ucapkan.

Tentu, kehilangan teman memang sesuatu hal yang biasa. Tapi kehilangan teman terbaik sekaligus teman seperjuangan menuju jannah nya Allah, adalah suatu hal yang sangat luar biasa sakitnya. Apalagi, jika kita tak bisa lagi bertemu dengannya.

Shaka mengusap air matanya. "Aku mau shalat dulu, kamu mau ikut?"

Naira menyetujui ajakan itu.

Shalat yang Shaka maksud adalah shalat Dhuha. Karena waktunya memang belum masuk ke waktu shalat wajib.

Jawaban Naira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang